KOMPAS.com - Istilah "anjay" menjadi viral di media sosial. Setidaknya hingga Minggu petang (30/8/2020) ada lebih dari 120.000 orang di Twitter yang mencuitkan kata tersebut.
Pemicunya adalah rilis dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) yang meminta kepada publik untuk menghentikan penggunaan kata "anjay".
Komnas PA beralasan, ungkapan "anjay" dapat berpotensi mengandung unsur kekerasan.
Bahkan, pengguna yang memakai kata "anjay" dan dalam konteks berbahasa termasuk sebagai bentuk kekerasan verbal, dapat dipidana berdasarkan Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014.
"Apakah itu bermakna merendahkan martabat, melecehkan, membuat orang jadi galau atau sensara, kalau unsur itu terpenuhi, maka istilah anjay tentu itu mengandung kekerasan. Jika mengandung kekerasan, maka tak ada toleransi," kata Ketua Umum Komnas PA, Arist Merdeka Sirait dikutip dari Kompas.com, Minggu (30/8/2020).
Baca juga: Ramai soal Larangan Penggunaan Istilah Anjay, Ini Penjelasan Komnas Perlindungan Anak
Wikipediawan dan pencinta Bahasa Indonesia Ivan Lanin menyampaikan, cara menentukan suatu kata yang dinilai kurang baik untuk digunakan menurutnya bisa bergantung pada berbagai hal.
"Dalam teori kesantunan bahasa (language politeness), suatu kata yang digunakan dalam pembicaraan tidak berterima ketika kawan bicara 'kehilangan muka'. Ini bergantung berbagai hal, antara lain tingkat keakraban dan budaya," ujar Ivan saat dihubungi Kompas.com, Minggu (30/8/2020).
Menurut Ivan, "kehilangan muka" terjadi jika kawan bicara merasa dipermalukan atau diserang kepribadiannya.
Sementara, ahli linguistik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), I Dewa Putu Wijana mengatakan, kata "anjay" diminta untuk dihentikan penggunaannya karena dimungkinkan maksud sebenarnya adalah "anjing" yang berarti makian.
"Walaupun untuk menentukan maksudnya, orang sebenarnya harus melihat konteksinya, siapa yang berbicara dan kepada siapa dia berbicara," ujar Dewa saat dihubungi terpisah oleh Kompas.com, Minggu (30/8/2020).
"Ya dilihat konotasinya dan penggunaannya untuk apa, mungkin dalam halnya 'anjay' ada kecenderungan digunakan secara negatif," lanjut dia.
Ia menambahkan, konotasi ini didapat karena di dalam budaya Indonesia kata "anjing" mengacu kepada binatang yang perilakunya tidak baik dan dianggap najis.
Bila kata ini digunakan secara figuratif atau kiasan untuk mengacu seseorang, maka sifat-sifat itu akan memiliki konotasi negatif.
Selain itu, kata anjay tersebut akan menimbulkan rasa yang kurang menyenangkan.
Baca juga: Budiman Sudjatmiko Pakai Kata Sensasi untuk Awkarin, Ini Pendapat Ivan Lanin
Di sisi lain, Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Sahid Teguh Widodo mengungkapkan, penggunaan kata "anjay" menjadi masalah kesantunan bahasa.
Ia mengatakan, semestinya pemakaian kata "anjay" merupakan penghalusan dari kata "anjing" dan sudah lama dipakai di kalangan anak muda.
Menurut dia, orang yang menggunakan kata tersebut bukanlah orang yang menjadi rusak, namun ia telah merusak nilai kebangsaannya.
"Kalau penghalusan 'anjing' menjadi 'anjay' itu fenomena lah saya kira, kenapa menjadi serius itu saya kira karena kesantunan bahasa," ujar Sahid kepada Kompas.com, Minggu (30/8/2020).
Menurut Sahid, orang sebetulnya sebagai subyek yang harus menjadi subyek yang aktif.
Salah satu tanda seseorang menjadi subyek yang aktif yakni orang tersebut aktif berbahasa atau dia menyampaikan sesuatu dengan bahasa.
"Malahan kalau di Malaysia, rusaknya suatu bangsa dinilai dari bahasanya," ujar Sahid.
"Jadi kalau anak-anak dimulai berbicara yang santun, yang benar, itu susah sekali untuk dibantah. Tapi, kan kita ini sudah kadang-kadang marah karena tahu itu tidak benar atau salah, lalu 'okelah' karena (dipakai saat) pergaulan," lanjut dia.
Baca juga: Menyangkut Nyawa Siswa, KPAI Minta Pemerintah Perhatikan Kesiapan Pembukaan Sekolah
Sahid mengungkapkan, Komnas PA memiliki masalah yang mendasar terkait penggunaan kata "anjay" yakni pada nilai-nilai luhur suatu bangsa.
Menurut dia, bahasa memiliki peran yang sangat penting bagi suatu bangsa.
Sebab, bahasa yang baik antara lain komunikatif, benar atau sesuai EYD, bermakna, dan memiliki maksud penyampaian yang jelas.