KOMPAS.com - Pesawat pertama buatan Indonesia, N-250 Gatotkaca, akan menempuh perjalanan jauh melalui jalur darat.
Pesawat kebanggaan Indonesia itu akan diserahkan ke Museum Pusat Dirgantara Mandala (Muspusdirla) di Yogyakarta untuk melengkapi koleksinya.
"Penyerahan ini sebagai tindak lanjut Surat Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (SKEP) Nomor 284/VIII/2020 tanggal 14 Agustus 2020 tentang Penugasan Penerimaan Hibah Pesawat PA01 N250 milik PTDI untuk ditempatkan di Muspusdirla," ujar Manager Komunikasi Perusahaan dan Promosi PT DI Adi Prastowo.
Rencananya, museum akan melakukan proses penerimaan pada 25 Agustus 2020 yang dihadiri Panglima TNI, Kepala Staf TNI Angkatan Udara, Direktur Utama PTDI beserta jajaran pejabat di lingkungan TNI AU dan PTDI.
Baca juga: Habibie: Kalau Saya Bisa Produksi N 250 atau R 80 Tiap Hari...
Ini cerita perjalanan pesawat N-250 Gatotkaca.
Rencananya, N250 dibuat dengan kapasitas untuk 30 penumpang, tetapi kemudian diubah menjadi 50 penumpang pada tahun 1989.
Mengutip Harian Kompas, 10 Agustus 1995, teknologi fly-by-wire (FBW) yang digunakan pada N250 merupakan yang pertama untuk pesawat berukuran tersebut.
Ketika niat untuk menerapkan teknologi ini dikemukakan Habibie, sejumlah kalangan penerbangan menilai itu hanya karena kesenangan berlebihan terhadap teknologi.
Selain FBW yang rumit, adanya keinginan menjadikan N250 sebagai pesawat baling-baling dengan kecepatan jelajah tinggi 330 knot atau hampir 600 kilometer per jam, membuat para insinyur IPTN dihadapkan pada tantangan teknik yang besar dan belum pernah mereka alami sebelumnya.
Namun, kesuksesan uji terbang N250 menjawab keraguan tersebut. Bahkan, ide itu telah diikuti oleh pesawat sejenis N250 lainnya.
N250 sendiri mempunyai makna N berarti Nusantara, 2 adalah bermesin dua, dan 50 adalah kapasitas tempat duduk untuk 50 penumpang.
Baca juga: Putra Habibie: Mimpi Bapak yang Belum Terwujud, Terbangkan N-250 dan R-80
Dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 11 Agustus 1995, uji terbang tersebut diselesaikan oleh ketua tim penguji pesawat Kapten Ir Erwin Danuwinata dan tiga rekannya.
Selama berada di udara, Erwin sempat mengadakan pembicaraan dengan Presiden Soeharto yang mengikuti uji coba itu dari Ruang Kontrol di Menara Pusat Pengendalian Uji Terbang.