Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Bela Negara untuk Mahasiswa, Bisakah Meningkatkan Rasa Nasionalisme?

Kompas.com - 21/08/2020, 11:40 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kementerian Pertahanan berencana menggandeng Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk membuka kemungkinan adanya pendidikan militer melalui program bela negara di kampus.

Hal itu disampaikan oleh Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Sakti Wahyu Trenggono, Minggu (16/8/2020).

"Nanti, dalam satu semester, mereka bisa ikut pendidikan militer, nilainya dimasukkan ke dalam SKS yang diambil. Ini salah satu yang sedang kita diskusikan dengan Kemendikbud untuk dijalankan," ujar Trenggono

Namun, dalam sebuah wawancara Radio, Rabu (19/8/2020), ia mengatakan, program pendidikan bela negara yang diinisiasi Kemenhan bukan merupakan pendidikan militer.

“Itu bukan pendidikan militer, tapi bela negara. Bela negara itu bukan militer, nanti kesannya itu militerisasi,” ujar dia.

Langkah tersebut disebut sebagai upaya pemerintah agar generasi milenial tak hanya kreatif dan inovatif, tetapi juga cinta bangsa dan negara dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk itu, kecintaan generasi milenial terhadap negara bisa ditunjukkan dengan bergabung dalam komponen cadangan (Komcad).

Baca juga: Plus Minus Wacana Program Bela Negara...

Tepatkah langkah ini?

Membangun karakter leadership

Pemerhati pendidikan Ina Liem menyatakan dengan rencana tersebut. Namun, menurut dia, kurikulum dan bentuk kerja samanya harus dikaji secara mendalam.

Ina berpandangan, generasi saat ini terlalu disibukkan dalam memperjuangkan hak, tetapi melupakan tanggung jawab sosialnya.

"Setelah zaman penjajahan, kita sibuk memperjuangkan hak, dan itu bagus. Tapi sekarang kebablasan, lupa bahwa kita adalah bagian dari masyarakat, punya tanggung jawab sosial," kata Ina kepada Kompas.com, Kamis (20/8/2020).

Menurut dia, pendidikan militer yang mengajarkan kepekaan sosial dan tanggung jawab bisa menjadi alternatif untuk mengisi kekosongan itu.

Misalnya, kesalahan yang dilakukan pada satu orang akan berdampak pada satu tim.

"Ini mengajarkan, cueknya kita ada dampaknya ke orang-orang di sekitar kita. Di sini kita lemah. Buktinya di saat pandemi, banyak orang cuek tidak mau pakai masker. Cueknya mereka kan berdampak ke orang di sekitarnya," jelas dia.

Ina mengatakan, pendidikan ala militer semacam ini masih dipertahankan di Amerika Serikat. Di beberapa kampus, mahasiswa boleh memilih untuk tinggal di asrama dengan pendidikan karakter ala militer itu.

"Mereka kuliah seperti biasa, tapi tiap pagi ada latihan militer, ada prinsip reward and punishment," ujar dia.

Ia berpendapat, pendidikan seperti ini dibutuhkan untuk membentuk karakter leadership dan belajar memikirkan kepentingan orang banyak, bukan untuk mencetak tentara cadangan.

Kendati demikian, Ina menyebut program tersebut hanya bersifat pilihan dan tidak diwajibkan.

Baca juga: Imparsial: Pemerintah Terlalu Menyederhanakan Nasionalisme dalam Program Bela Negara

Menanamkan nasionalisme

Sementara itu, pemerhati pendidikan Doni Koesoema mengatakan, pendidikan militer diperlukan untuk menanamkan rasa cinta Tanah Air kepada generasi muda.

"Sejauh diletakkan dalam porsinya, sebagai semacam pembentukan karakter mahasiswa agar memiliki sikap nasionalisme, saya rasa tidak masalah," kata Doni, saat dihubungi secara terpisah, Kamis.

Namun, bela negara untuk mahasiswa tidak boleh diperpanjang di lingkup kampus dengan menjadikan mereka semacam perwakilan militer di kampus.

Ia menekankan, kampus merupakan tempat pengembangan utama keilmuan yang lebih mengutamakan dialog dan pemikiran kritis.

"Model militer, komando, dan ketaatan pada atasan yang sifatnya hierarki tidak bisa otomatis berlaku juga di kampus. Jangan sampai ada militerisasi di kampus," kata Doni.

Jika tujuannya untuk mempersiapkan komando cadangan, Doni menganggap program itu tak bisa diwajibkan untuk para mahasiswa.

Artinya, hanya berlaku bagi mahasiswa yang memang tertarik mengikutinya dan memenuhi berbagai syarat.

Menurut Doni, ada banyak cara untuk menumbuhkan rasa nasionalisme dalam diri anak-anak muda selain melalui pendidikan militer.

"Untuk dapat mencintai bangsa, paparan pengalaman mahasiswa tidak harus melalui pendidikan militer, karena pengayaan pengalaman mencintai bangsa dan tanah air bisa dilakukan melalui banyak cara, metode, dan ruang ekspresi seni, budaya, dan agama," kata dia.

Wacana program bela negara untuk mahasiswa ini juga menimbulkan pro dan kontra.

Koordinator Peneliti Imparsial, Ardi Manto Adiputra menilai, pemerintah terlalu menyederhanakan frasa rendahnya rasa nasionalisme di kalangan anak muda dengan melibatkan mereka dalam program bela negara.

"Negara tidak boleh menyederhanakan persoalan rendahnya rasa nasionalisme di kalangan anak muda generasi milenial saat ini dengan memaksa mereka untuk ikut pelatihan militer," ujar Ardi, seperti diberitakan Kompas.com, Rabu (19/8/2020).

Menurut dia, penyebab rendahnya rasa nasionalisme atau semangat bela negara di kalangan anak muda juga tak lepas dari faktor internal pemerintah.

Selama ini, pemerintah dinilai tidak memberikan pendidikan keteladanan yang baik bagi masyarakat.

Baca juga: Imparsial Sebut Bela Negara pada Mahasiswa Bisa Mengikis Daya Kritis

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Selalu Merasa Lapar Sepanjang Hari? Ketahui 12 Penyebabnya

Selalu Merasa Lapar Sepanjang Hari? Ketahui 12 Penyebabnya

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 13-14 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 13-14 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

Tren
7 Gejala Stroke Ringan yang Sering Diabaikan dan Cara Mencegahnya

7 Gejala Stroke Ringan yang Sering Diabaikan dan Cara Mencegahnya

Tren
Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana, Izin Kendaraan Mati, Pengusaha Harus Dipolisikan

Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana, Izin Kendaraan Mati, Pengusaha Harus Dipolisikan

Tren
8 Tanda Batu Ginjal dan Cara Mencegahnya

8 Tanda Batu Ginjal dan Cara Mencegahnya

Tren
400 Produk Makanan India Ditandai Mengandung Kontaminasi Berbahaya

400 Produk Makanan India Ditandai Mengandung Kontaminasi Berbahaya

Tren
Kecelakaan Maut Rombongan SMK di Subang dan Urgensi Penerapan Sabuk Pengaman bagi Penumpang Bus

Kecelakaan Maut Rombongan SMK di Subang dan Urgensi Penerapan Sabuk Pengaman bagi Penumpang Bus

Tren
'Whistleblower' Israel Ungkap Kondisi Tahanan Palestina, Sering Alami Penyiksaan Ekstrem

"Whistleblower" Israel Ungkap Kondisi Tahanan Palestina, Sering Alami Penyiksaan Ekstrem

Tren
9 Negara Tolak Palestina Jadi Anggota PBB, Ada Argentina-Papua Nugini

9 Negara Tolak Palestina Jadi Anggota PBB, Ada Argentina-Papua Nugini

Tren
Vasektomi Gratis dan Dapat Uang Imbalan, Ini Penjelasan BKKBN

Vasektomi Gratis dan Dapat Uang Imbalan, Ini Penjelasan BKKBN

Tren
Pendaftaran CPNS 2024 Diundur hingga Juni 2024, Ini Alasan Kemenpan-RB

Pendaftaran CPNS 2024 Diundur hingga Juni 2024, Ini Alasan Kemenpan-RB

Tren
Profil Jajang Paliama, Mantan Pemain Timnas yang Meninggal karena Kecelakaan

Profil Jajang Paliama, Mantan Pemain Timnas yang Meninggal karena Kecelakaan

Tren
Dampak Badai Magnet Ekstrem di Indonesia, Sampai Kapan Terjadi?

Dampak Badai Magnet Ekstrem di Indonesia, Sampai Kapan Terjadi?

Tren
Dampak Badai Matahari 2024, Ada Aurora dan Gangguan Sinyal Kecil

Dampak Badai Matahari 2024, Ada Aurora dan Gangguan Sinyal Kecil

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com