Namun, pada masyarakat desa hal yang sama bisa tidak berlaku. Sanksi atau hukuman ketika terjadi masalah biasanya termasuk pengucilan dan kadang melibatkan tindakan represif.
"Misal, kalau ayam tetangga menotol (makan) beras milik tetangganya, masalah tidak akan diselesaikan dengan mengganti rugi beras yang dimakan itu, tapi bisa jadi yang punya rumah akan membentengi rumahnya agar hal itu tidak terjadi lagi," kata Drajat.
Baca juga: Miris, Dua Tetangga Cekcok gara-gara Tahi Ayam Berujung di Meja Hijau, Begini Ceritanya
Pada kasus yang dialami Wisnu, Drajat menduga bahwa pemicunya bukan sekadar perkara tahi ayam. Menurutnya, merujuk pada konsep solidaritas mekanis tadi, pemasangan tembok yang dilakukan oleh M bisa jadi didasari oleh sejumlah faktor.
"Dalam sejarah hubungan mereka, bisa jadi ada masalah-masalah yang tidak terselesaikan. Karena memang kalau di desa itu, tidak diupayakan untuk diselesaikan. Misal, kalau saya nggak cocok sama orang itu ya saya diam saja," kata Drajat.
Berbeda dengan yang terjadi pada masyarakat kota. Ketika terjadi masalah, mereka akan menemui lembaga yang berwenang untuk mengurus masalah tersebut, misal kepolisian.
"Saya yakin itu ada masalah yang panjang. Komunikasi yang sudah terputus. Kadang juga ada masalah keluarga," kata Drajat.
Kasus ini sendiri sempat dibawa hingga ke tingkat pengadilan. Pengadilan memenangkan Wisnu karena dirugikan atas pembangunan pagar tembok setinggi satu meter itu.
Kepala Desa juga telah memberikan surat dari pengadilan kepada M, tetapi tetap saja tak ada tindakan pembongkaran pagar.
Menurut Drajat, penyelesaian masalah di desa lebih afdol bila melibatkan bantuan dari sesepuh atau orang yang dituakan di desa itu.
Meski dalam kasus ini Kepala Desa sudah turun tangan, namun Drajat menyebut yang lebih tepat adalah meminta bantuan pada kamituwo, sesepuh atau kepala dusun, di daerah lain mungkin disebut ketua adat.
Dengan kehadiran orang yang dituakan ini, maka mediasi bisa dimulai dengan menelusuri kembali jejak permasalahan antar dua keluarga hingga kemudian timbul kasus pemasangan tembok itu.
Setelah permasalahan terurai, maka solusi yang memuaskan kedua belah pihak bisa dicapai.
"Kalau di desa, dalam konsep solidaritas mekanis, orang tua itu penting. Kalau di organik, bukan orang tua yang penting, tapi lembaga-lembaga yang berwenang itu yang penting," kata Drajat.
Baca juga: Kasus Corona Seminggu: Klaster Covid-19 dari Jakarta hingga Jayapura
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.