KOMPAS.com - Sebagian besar siswa di Indonesia masih menjalani aktivitas sekolah dari rumah.
Proses belajar mengajar dengan guru berlangsung daring. Tak semua bisa menjalankan proses belajar online dengan mulus.
Dibutuhkan perangkat yang memadai dan jaringan internet yang mendukung.
Kenyataannya, tak semua siswa memiliki perangkat ponsel yang dapat mendukung kegiatan belajar-mengajar dari rumah.
Banyak kisah datang dari berbagai daerah tentang ini.
Melihat fenomena ini, sejumlah wartawan berbagai media menginisiasi gerakan donasi ponsel bekas.
Salah satu inisiatornya adalah Ghina Ghaliya, jurnalis The Jakarta Post.
Baca juga: Tips Memanfaatkan Tablet supaya Anak Senang Belajar dari Rumah
Melalui akun media sosialnya, Ghina mengajak masyarakat untuk mendonasikan ponsel bekas.
Hi! Sampai hari ini, kami sudah terima 65 ponsel bekas dan donasi masih dibuka! Sekarang kami sedang seleksi dan verifikasi para calon penerima di Jabodetabek dulu, dan selanjutnya ke daerah lain. Selain ponsel bekas, donasi uang via https://t.co/gkkZLlwd3h juga masih dibuka! pic.twitter.com/7DjEjE4kn8
— Ghina Ghaliya (@ghinaghaliya) July 21, 2020
Ponsel-ponsel hasil donasi akan didistribusikan untuk siswa yang mengalami kendala perangkat untuk belajar dari rumah karena tak memiliki ponsel.
"Ide awalnya, pas keluargaku lagi kasih barang bekas untuk pemulung dekat rumah. Ternyata pemulungnya minta handphone bekas buat anaknya belajar di rumah,” cerita Ghina, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (24/7/2020).
Hal ini membuat Ghina prihatin. Di lokasi tempat tinggalnya, Tangerang Selatan, yang termasuk wilayah perkotaan, masih ada keluarga yang terkendala menyediakan gawai untuk mendukung proses belajar dari rumah.
Tak hanya ponsel, bersama sejumlah wartawan berbagai media, Ghina juga mendistribusikan berbagai bantuan lain bagi mereka yang terdampak Covid-19 di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Baca juga: INFOGRAFIK: Panduan Fitur Google Classroom
Melalui akun Instagram @wartawanlintasmedia, gerakan ini mengajak masyarakat untuk berkontribusi.
Menurut Ghina, di Jabodetabek, ia dan rekan-rekannya mendapati sejumlah keluarga yang hanya memiliki 1 ponsel dan digunakan bergantian untuk belajar.
“Pernah ada satu keluarga dengan 3 anak yang cukup susah kami verifikasi datanya saat itu, karena ternyata ponsel dipakai ramai-ramai,” ujar dia.