Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Asrama hingga Pondok Pesantren Jadi Klaster Baru Covid-19, Apa yang Terjadi dan Harus Bagaimana?

Kompas.com - 11/07/2020, 11:17 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

"Padahal itu (pondok) membawa kedekatan antar orang di sana," ujarnya saat dihubungi terpisah Kompas.com, Jumat (10/7/2020).

Dia mengamati orang-orang yang berada di berbagai pondok, seperti bagaimana mereka tidur, membersihkan badan, berwudu, dan sebagainya.

Menurutnya, kebersihan dan sanitasinya kebanyakan buruk. Seperti saat berwudu mereka tidak menggunakan air mengalir.

Sehingga ketika ada salah satu yang terinfeksi, akan menyebar ke banyak orang. Seperti pada penyakit kulit, penyakit mata, dan semacamnya.

Baca juga: Mengapa Warga di Makassar Tolak Rapid Test? Ini Penjelasan Sosiolog

Dia juga menyoroti mengenai rapid test sebagai syarat boleh kembali ke pondok. Menurut Windhu, itu tidak tepat.

"Rapid test tidak boleh dijadikan alat pengambil keputusan, itu ngawur semua, karena prosedurnya enggak begitu. Para pengambil kebijakan tidak mendengar para ahli seharusnya bagaimana," kata Windhu.

Windhu menjelaskan mengapa rapid test tidak boleh digunakan dalam kebiijakan. Rapid test mendeteksi respons imun.

Sementara itu respons imun tidak bisa muncul seketika setelah seseorang terinfeksi. Respons imun baru keluar setelah 7 hari terinfeksi.

Misalnya orang yang tertular kemarin, saat dites hari ini tentu saja hasilnya non reaktif alias negatif. Sehingga dia bisa menulari orang lain ketika dianggap tidak terinfeksi.

Baca juga: Soal Rapid Test di Indonesia, Siapa yang Dites dan Bagaimana Prosesnya?

Penggunaan rapid test

Rapid test digunakan untuk syarat keluar masuk suatu daerah, mengikuti tes masuk perguruan tinggi negeri, dan juga kembali ke pondok atau asrama.

Jika ingin menggunakan rapid test, kata Windhu, harus sesuai prosedur. Tidak bisa hanya mengandalkan hasil sekali tes, tapi harus diulang 2 kali dan dalam jangka 7-10 hari (setelah tes pertama).

"Jika pada tes kedua hasilnya non reaktif, baru aman," kata dia.

Windhu menjelaskan, bagi yang hasilnya reaktif pun tidak berhenti sampai di sana, harus dilanjutkan ke tes PCR.

Pihaknya menyarankan untuk pesantren atau asrama yang sudah terlanjur menerima peserta didik, dibiarkan saja. Tapi mereka harus diisolasi dari masyarakat luar.

Baca juga: Pembukaan Mal, Dalih Ekonomi dan Ancaman Meningkatnya Pandemi Covid-19

Seperti masjid pondok yang biasanya juga dipakai bersama masyarakat luas, sebaiknya tidak digunakan bersama. Itu untuk mencegah penyebaran virus tersebut.

Lalu bagi pondok lainnya yang belum menerima siswa, jangan menerima dulu hingga aman.

Menurut Windhu selama daerah masih dinamis, warna zonanya masih berubah-ubah, artinya belum aman. Walaupun pondok berada di zona hijau, tapi para peserta didik yang datang berasal dari berbagai daerah.

"Kita ini enggak pernah belajar dari apa yang pernah kita alami jadi nekat terus, makanya Covid-19 ini enggak berhenti-berhenti selalu ada dan masih tinggi," tutupnya.

Baca juga: Jangan Ngeyel, Mengapa Saat Wabah Virus Corona Wajib untuk di Rumah Saja?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Dulu Berseberangan, Apa yang Membuat PDI-P Kini Melirik Anies Baswedan?

Dulu Berseberangan, Apa yang Membuat PDI-P Kini Melirik Anies Baswedan?

Tren
Head to Head Indonesia Vs Filipina, Garuda di Atas Angin

Head to Head Indonesia Vs Filipina, Garuda di Atas Angin

Tren
Kapolda Ahmad Luthfi Segera jadi Irjen Kemendag, Bagaimana Nasibnya di Pilgub Jateng 2024?

Kapolda Ahmad Luthfi Segera jadi Irjen Kemendag, Bagaimana Nasibnya di Pilgub Jateng 2024?

Tren
Pesawat Austrian Airlines Terjang Badai Es, Bagian Depan sampai Berlubang Besar

Pesawat Austrian Airlines Terjang Badai Es, Bagian Depan sampai Berlubang Besar

Tren
Cara Daftar PPDB Online Jakarta 2024, Pilih Sekolah di ppdb.jakarta.go.id

Cara Daftar PPDB Online Jakarta 2024, Pilih Sekolah di ppdb.jakarta.go.id

Tren
Menteri Kabinet Perang Israel Benny Gantz Mundur, Konflik Berpotensi Semakin Memanas

Menteri Kabinet Perang Israel Benny Gantz Mundur, Konflik Berpotensi Semakin Memanas

Tren
Jadwal Indonesia Vs Filipina 11 Juni 2024, Pukul Berapa?

Jadwal Indonesia Vs Filipina 11 Juni 2024, Pukul Berapa?

Tren
Ormas Keagamaan Tolak Kelola Tambang, Bahlil: Tidak Bisa Kami Paksa

Ormas Keagamaan Tolak Kelola Tambang, Bahlil: Tidak Bisa Kami Paksa

Tren
9 Tanda Tubuh Kekurangan Kalsium, Salah Satunya Mudah Cemas

9 Tanda Tubuh Kekurangan Kalsium, Salah Satunya Mudah Cemas

Tren
Benarkah Tidak Sarapan Bikin Tubuh Gemuk? Ini Menurut Riset dan Ahli

Benarkah Tidak Sarapan Bikin Tubuh Gemuk? Ini Menurut Riset dan Ahli

Tren
Jenis Ikan yang Perlu Dibatasi Penderita Batu Ginjal, Apa Saja?

Jenis Ikan yang Perlu Dibatasi Penderita Batu Ginjal, Apa Saja?

Tren
Peran Tersangka Pengeroyokan Bos Rental Mobil di Pati: Pertama Pukul Korban, Diikuti Warga Lain

Peran Tersangka Pengeroyokan Bos Rental Mobil di Pati: Pertama Pukul Korban, Diikuti Warga Lain

Tren
5 Fakta Polwan Bakar Suami di Mojokerto gara-gara Gaji Ke-13, Berawal dari Judi 'Online'

5 Fakta Polwan Bakar Suami di Mojokerto gara-gara Gaji Ke-13, Berawal dari Judi "Online"

Tren
Bukan Tempat Bersandar, Ini Nama dan Fungsi Tiang Kecil di Trotoar

Bukan Tempat Bersandar, Ini Nama dan Fungsi Tiang Kecil di Trotoar

Tren
BPK Temukan Penyimpangan Anggaran Perjalanan Dinas PNS Senilai Rp 39,26 Miliar, Ini Rinciannya

BPK Temukan Penyimpangan Anggaran Perjalanan Dinas PNS Senilai Rp 39,26 Miliar, Ini Rinciannya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com