KOMPAS.com - Tersangka kasus pembobolan Bank BNI Maria Pauline Lumowa telah diekstradisi dari Serbia dan tiba di Indonesia pada hari ini, Kamis (9/7/2020).
Kasus ini telah diproses sejak 2003. Namun, kala itu, Maria telah berada di luar negeri. Setelah 17 tahun dalam pelarian, ia akhirnya dibawa ke Tanah Air.
"Dengan gembira saya menyampaikan bahwa kami telah secara resmi menyelesaikan proses handing over atau penyerahan buronan atas nama Maria Pauline Lumowa dari pemerintah Serbia," kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Yasonna mengatakan, proses ekstradisi ini tak lepas dari diplomasi hukum dan hubungan antarnegara serta komitmen pemerintah dalam penegakan hukum.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 2003 silam, Maria sudah berstatus sebagai buron dan belum pernah sekali pun menghadiri sidang.
Perusahaannya, PT Gramarindo Group, diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Baca juga: Melihat Kembali Kasus Pembobolan BNI Rp 1,7 Triliun yang Jerat Maria Pauline Lumowa...
Sementara delapan perusahaan yang tergabung dalam grup Gramarindo mendapatkan kredit senilai Rp 1,2 triliun tanpa analisis kredit dari BNI.
Pencairan dana dilakukan atas pengajuan 41 lembar surat kredit (letter of credit), sementara dokumen-dokumen ekspor yang menyertainya diketahui fiktif.
Dalam kasus ini, selain Maria Pauline Lumowa, ada belasan nama yang ditetapkan sebagai tersangka, termasuk beberapa perwira kepolisian.
Berikut nama-nama yang pernah ditetapkan sebagai tersangka, dirangkum dari pemberitaan yang terdokumendasi di Litbang Harian Kompas:
Baca juga: Setelah Ekstradisi Maria Pauline, Penegak Hukum Lakukan Pemulihan Aset
PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari "orang dalam" karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd, Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd, dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi BNI.
Harian Kompas, 11 Mei 2004, memberitakan, delapan perusahaan yang tergabung dalam grup Gramarindo mendapatkan kredit senilai Rp 1,2 triliun tanpa analisis kredit dari BNI.
Pencairan dana dilakukan atas pengajuan 41 lembar surat kredit (letter of credit), sedangkan dokumen-dokumen ekspor yang menyertainya diketahui fiktif.
Dalam sebuah wawancara dengan Harian Kompas, 8 Desember 2003, Maria justru meminta pihak kepolisian dan BNI untuk mengungkap sejelas-jelasnya kasus tersebut agar publik mengetahui dalang di balik pembobolan itu.
Dia pun mengaku bersedia ke Indonesia untuk memberi keterangan kepada polisi asal status dirinya dalam skandal itu sudah jelas dan keselamatannya terjamin.
Selain jaminan keselamatan dirinya, ia baru bersedia memberikan keterangan kepada polisi jika pihak BNI terlebih dahulu mengeluarkan gentlement statement (pernyataan tegas) atas kasus bobolnya BNI.
"Kalau saya memang salah dalam hal ini, saya akan bertanggung jawab. Berapa besarnya kerugian yang dialami Bank BNI atas kredit yang saya pinjam karena kesalahan prosedur, saya akan bertanggung jawab," kata dia.
"Kalau BNI mau, apa susahnya dia membeberkannya kepada publik. Tapi, itu tak dilakukan Bank BNI. Padahal, semua catatan ada pada Bank BNI. Saya tak mau disalahkan dan dijadikan korban. Ini yang menyedihkan dan menyakitkan saya," lanjut Maria Pauline.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.