Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Hal yang Perlu Diperbaiki dari PPDB DKI Jakarta menurut FSGI

Kompas.com - 26/06/2020, 13:15 WIB
Mela Arnani,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta masih mendapatkan perhatian dari masyarakat.

Sebab, pada jalur zonasi dianggap lebih mementingkan usia siswa di mana seharusnya diseleksi berdasarkan jarak antara sekolah dengan tempat tinggal siswa.

Hal ini pun mendapatkan tanggapan dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).

Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan Salim menyampaikan, kebijakan PPDB di DKI Jakarta untuk alokasi afirmasi dan zonasi yang memprioritaskan usia calon peserta didik alih jenjang berpotensi menyalahi aturan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru.

Menurut dia, dalam pasal 25 Ayat 1 Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 mengatakan bahwa:

"Seleksi calon peserta didik baru SMP (kelas 7) dan SMA (kelas 10) dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam zonasi yang sama"

"Nah, di sini sangat jelas sekali frasenya tertulis yaitu dilakukan dengan memprioritaskan jarak, jelas sekali persyaratannya bukanlah usia, melainkan jarak," kata Satriwan kepada Kompas.com, Jumat (26/6/2020).

Satriwan menuturkan, pada ayat (2) menjelaskan bahwa jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan sekolah sebagaimana maksud ayat 1 sama, maka seleksi untuk pemenuhan kuota/daya tampung terakhir menggunakan usia peserta didik yang lebih tua.

"Jadi sebenarnya sudah sangat clear di dalam pasal ini, bahwa patokan PPDB zonasi itu adalah jarak rumah siswa dengan sekolah, bukan seleksi berdasarkan usia," ujarnya.

Baca juga: Demografi Jakarta Unik, Alasan DKI Tak Pakai Jarak dalam Seleksi PPDB Jalur Zonasi

Apabila jarak rumah sama

Lebih lanjut Satriawan menjelaskan, seleksi prioritas usia tertua dapat dilakukan jika jarak rumah calon siswa dengan sekolah adalah sama.

Namun, Satriwan menegaskan bahwa kenyataan di sekolah-sekolah negeri di DKI Jakarta berkata lain.

Ia mencontohkan, di salah satu sekolah SMA dan SMP yang tidak mau disebutkan, penerimaan siswa jalur afirmasi kuotanya sebesar 25 persen dari daya tampung di sekolah tersebut.

"Ketika calon siswa mendaftar ke sekolah, secara otomatis by sistem maka yang bisa ikut pendaftaran afirmasi adalah para siswa yang usianya di atas atau lebih tua," kata dia.

Misalnya, lanjut Satriwan, usia 19, 18, dan 17 tahun, diambil dari 1-25 dengan usia tertinggi tersebut. Otomatis usia di bawahnya tak bisa mendaftar atau langsung tertolak oleh sistem sebab kuotanya sudah terpenuhi.

Satriwan menambahkan, prasyarat usia juga diberlakukan bagi jalur zonasi atau jarak yang di DKI Jakarta alokasinya sebesar 40 persen.

"Sama dengan contoh di atas tadi. Artinya calon siswa pendaftar yang usianya di bawah, jika melampaui kuota di sekolah maka yang akan diambil adalah yang usia tertua," jelas dia.

Ia menjelaskan, pada konteks tersebut kebijakan dan pelaksanaan PPDB DKI Jakarta berpotensi diskriminatif dan bertentangan dengan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019.

"Terkait dengan alokasi 40 persen untuk jarak atau zonasi ini juga jelas-jelas kontradiktif dengan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019, sebab Permendikbud menetapkan angka alokasi jalur zonasi (jarak) adalah minimal 50 persen," ujarnya.

Baca juga: Wali Murid Ungkap Kesedihan Anak Tidak Lolos PPDB Jakarta karena Usia Lebih Muda

Adapun prasyarat usia tertua memang ada di dalam Pasal 25 Ayat 2 tetapi konteksnya berbeda yakni jika jarak rumah dengan sekolah para calon siswa adalah sama.

Sehingga, menempatkan syarat atau kategori usia sebagai prasyarat utama atau menempatkannya di seleksi awal untuk alokasi jarak dan afirmasi, memang berpotensi menyalahi Permendikbud No 44/2019.

Satriwan memaparkan, pada pasal 6-7 Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 berbunyi.

Pasal 6: Persyaratan calon peserta didik baru kelas 7 SMP; Berusia paling tinggi 15 tahun pada 1 Juli tahun berjalan

Pasal 7: Persyaratan calon peserta didik baru kelas 10 SMA atau SMK; Berusia paling tinggi 21 tahun pada 1 Juli tahun berjalan.

"Jelas di sini tidak ada tertulis syarat minimal untuk usia calon siswa masuk SMP dan SMA/SMK. Artinya para siswa berusia muda juga berhak masuk SMP atau SMA/SMK," ujarnya.

Perlu dibenahi

Sehingga, FSGI menilai Kemdikbud perlu segera membenahi daerah-daerah yang membuat kebijakan sendiri-sendiri yang berpotensi menyalahi Permendikbud PPDB.

Satriwan menuturkan, keadilan dalam pendidikan tak akan tercapai jika daerah membuat aturan sendiri-sendiri.

"Terkesan selama proses PPDB ini, Kemdikbud belum melakukan upaya maksimal mengarahkan, mendampingi, dan menandu dinas pendidikan daerah," kata dia.

Baca juga: PPDB Jakarta dan Polemik soal Prioritas Siswa Berusia Lebih Tua...

Mestinya Kemdikbud turun ke daera untuk mengecek langsung pelaksanaan proses PPDB yang tengah berjalan.

Ia menyampaikan sejumlah rekomendasi bagi pemerintah pusat dan daerah sebagai berikut.

1. Memperbaiki regulasi PPDB secara nasional. Alokasi untuk zonasi murni harus tetap dipertahankan. Jangan lagi pakai embel-embel lain. Katanya zonasi alias jarak, tapi sekolah menyeleksi dengan nilai atau umur. Ini yang bertentangan dengan prinsip zonasi.

2. Sosialisasi kepada orang tua adalah mutlak dilakukan pemerintah. Gunakan berbagai laman atau media sosial. Bahkan bisa menggandeng perangkat desa/kelurahan. Dan ini harus jauh-jauh hari dilakukannya.

3. Bagi daerah yang kelebihan calon peserta didik alih jenjang, membangun sekolah baru adalah salah satu alternatif yang bisa dilakukan.

4. Kemdikbud dan Daerah wajib mengevaluasi pelaksanaan PPDB sejak 2017 sampai sekarang. Selama ini terkesan tak ada evaluasi yang berarti, makanya hampir tiap tahun pelaksanaan PPDB menuai kritik publik dan reaksi orang tua.

5. Sistem zonasi yang diterapkan sekarang harus dibarengi kewajiban pemerintah melakukan distribusi ke semua sekolah negeri, tanpa memandang sekolah favorit atau bukan, dengan memberikan bantuan sarana prasarana. Sehingga zonasi yang dilakukan lebih sebagai bentuk upaya minimalis memberikan keadilan bagi warga negara dalam menikmati layanan pendidikan, tanpa diskriminasi sekolah.

6. Pendataan dan pemetaan jumlah siswa alih jenjang; daya tampung kelas/rombongan belajar; sebaran guru; tingkat ekonomi orang tua; kondisi geografis; dan ketersediaan jaringan internet adalah komponen-komponen yang wajib terlebih dulu di data oleh pemerintah daerah dan disampaikan ke pusat. Yang bisa dijadikan sebagai rujukan dalam membuat kebijakan teknis PPDB.

Baca juga: Hasil Seleksi PPDB DKI Jakarta Jalur Afirmasi Diumumkan Hari Ini, Berikut Linknya

Satriwan menjelaskan, kebijakan PPDB zonasi sudah diberlakukan sejak 2017 di Indonesia dan FSGI sangat mendukung aturan ini.

"Sebab kebijakan zonasi akan membuka pintu keadilan dalam akses pendidikan bagi siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu," tuturnya.

Bahkan kebijakan zonasi ini sangat ramah terhadap psikologi dan ekonomi siswa. Para siswa tak lagi berangkat ke sekolah yang jaraknya jauh dari rumahnya, di mana ini juga bisa mengganggu keamanan diri anak dalam perjalanan.

Begitu juga sekolah-sekolah yang di masyarakat mendapatkan label unggulan atau favorit, semakin lama akan tersebar.

Selain itu, input calon siswa di satu sekolah akan lebih beragam, baik dari segi ekonomi, kemampuan akademis, sosial, dan lainnya.

"Guru akan tertantang mendidik siswa, yang tak lagi homogen secara nilai akademik maupun strata ekonomi. Sebab selama ini anak-anak cerdas atau yang tinggi nilai rapornya, akan terkonsentrasi secara homogen di sekolah-sekolah tertentu saja. Ini kemudian yang dilabeli sebagai sekolah unggulan oleh masyarakat," kata Satriwan.

Pertimbangan Dinas Pendidikan DKI Jakarta

Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nahdiana mengatakan, kriteria pertama seleksi dalam jalur zonasi adalah tempat tinggal atau domisili calon peserta didik harus berada dalam zona yang telah ditetapkan pada Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Nomor 506 Tahun 2020 tentang Penetapan Zonasi Sekolah untuk Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2020/2021.

Jika banyaknya pendaftar PPDB jalur zonasi melebihi daya tampung, maka dilakukan seleksi berdasarkan usia, urutan pilihan sekolah, dan waktu mendaftar.

Menurut Nahdiana, hal tersebut dilatarbelakangi oleh fakta di lapangan bahwa masyarakat miskin justru tersingkir di jalur zonasi karena tidak dapat bersaing secara nilai akademik dengan masyarakat yang mampu.

Baca juga: Nadiem Diminta Pantau Langsung Pelaksanaan PPDB 2020

Oleh karena itu, kebijakan baru yang diterapkan yaitu usia sebagai kriteia seleksi setelah siswa tersebut harus berdomisili dalam zonasi yang ditetapkan, bukan lagi prestasi.

"Usia yang lebih tua akan didahulukan. Sistem sekolah pun dirancang sesuai dengan tahap perkembangan anak, karena itu disarankan agar anak-anak tidak terlalu muda ketika masuk suatu jenjang sekolah," ujarnya seperti dikutip dari Kompas.com (15/6/2020). 

Kendati begitu, Nahdiana mengklaim bahwa Pemprov DKI Jakarta tidak mengabaikan prestasi siswa, dengan menyediakan jalur prestasi yang akan menyeleksi siswa berdasarkan prestasi akademik dan non-akademik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com