Setelah menyelesaikan kuliahnya tujuh bulan lalu, Raffy kembali ke kampung halamannya di Sukabumi, Jawa Barat, dan mulai bertani.
Baca juga: Cara Menyadarkan Masyarakat Agar Teknik Bertani Tanpa Pembakaran Lahan
Sejak Maret 2020, Raffy telah menanam beberapa jenis tanaman, seperti kangkung, bayam, cabai, dan timun, di lahan desa yang disewanya.
Dari empat jenis tanaman itu, hanya kangkung dan bayam yang mampu bertahan sampai panen.
"Alhamdulillah sudah panen kangkung bayam, saya sudah menanam cabai belum berhasil, sempat menanam timun, tapi gagal karena dimakan hama," jelas dia.
Hasil panen ia salurkan melalui para pedagang sayur.
"Sekarang lagi menanam bayam dan cabai, tapi tanahnya belum seberapa bagus. Jadi seperti mengulangi kesalahan yang sama, karena lahan di indonesia ini sudah kritis karena penggunaan pestisida," kata Raffy.
Menurut dia, banyak tantangan yang dihadapi ketika memilih jalan ini. Menurut dia, tata kelola yang kurang baik, biaya produksi tinggi, dan harga panen yang murah merupakan tantangan yang harus dihadapi.
Hal ini yang dinilainya mungkin menjadi alasan mengapa tak banyak anak muda yang menjadi petani.
Selain itu, cuaca yang tak menentu membuat kemungkinan gagal panen semakin besar.
"Teman-teman kalau melihat secara rasional pasti banyak yang mundur," kata Raffy.
Baca juga: Kisah Petani di Desa Terpencil: Merantau ke Jakarta Saat Kemarau, Kembali Bertani Saat Penghujan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.