Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tingginya Kasus Baru Covid-19 karena "Tracing" Agresif, Bagaimana Melihatnya?

Kompas.com - 11/06/2020, 14:55 WIB
Mela Arnani,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penambahan kasus infeksi virus corona di Indonesia dalam beberapa hari terakhir tercatat cukup signifikan, melebih angka 1.000 kasus.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan, melonjaknya angka kasus baru ini karena dilakukan tracing secara agresif.

Ia menyebutkan, penambahan kasus ini berasal dari spesimen yang dikirim puskesmas atau dinas kesehatan.

Bagaimana melihat hal ini?

Menurut Epidemiolog dr Dicky Budiman M.Sc.PH, PhD (Cand) Global Health Security CEPH Griffith University, pengetesan dan pelacakan memang harus dilakukan secara masif dan agresif.

Hal ini dilakukan untuk mendeteksi kasus positif Covid-19 sehingga dapat segera diisolasi atau dikarantina agar tidak menularkan virus lebih luas lagi.

"Sekaligus juga bisa segera diberi dukungan perawatan jika berisiko ke arah kritis sehingga bisa menghindari terjadi kematian," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Kamis (11/6/2020).

Baca juga: 1.241 Kasus Baru, Ini 10 Provinsi dengan Kenaikan Kasus Covid-19 Tertinggi

Selain itu, pengetesan juga dapat membantu pengambil kebijakan untuk mengetahui permasalahan yang sebenarnya terjadi di wilayahnya.

Tanpa adanya testing yang masif, lanjut Dicky, maka tidak akan memiliki panduan yang jelas.

Keberhasilan pengetesan massal salah satunya adalah menemukan kasus-kasus positif sehingga dapat terdeteksi lebih awal dan mencegah penularan.

"Kendali atas strategi testing ini salah satunya di positive rate-nya," ujar dia.

Jika masih seperti saat ini, yaitu kurang dari 21 persen, berarti masih harus lebih banyak lagi dilakukan pengetesan.

"Hingga positive rate kurang dari 5 persen, malah kalau bisa di bawah 2 persen. Selain itu juga proporsi ideal tes (1 persen dari total populasi) atau 1 tes per 1.000 orang per minggu," papar Dicky.

Pengetesan baru dapat menurun setelah mencapai target ideal tersebut. Hal itu ditandai juga dengan sedikitnya kasus positif yang ditemukan atau bahkan nol kasus baru.

Dicky mengimbau seluruh pemerintah daerah untuk tidak takut jika menemukan banyaknya tambahan kasus baru karena pengetesan yang masif.

"Itu pertanda bagus karena artinya kita bisa segera lakukan tracing dan isolasi. Jangan sampai pemda menurunkan atau takut melakukan testing karena takut terlihat kasus covid yang banyak," kata Dicky.

Baca juga: Yuri Jelaskan Penyebab Rekor Baru Penambahan Kasus Baru Covid-19

New normal

Dengan penerapan new normal, Dicky mengingatkan agar tetap mengedepankan testing, tracing, dan isolasi secara masif.

"New normal tidak masalah diterapkan jika strategi testing, tracing, isolasi dilakukan secara masif dan agresif," ujar dia.

Ia mengungkapkan, tidak ada pilihan yang lebih baik bagi pemerintah selain menghadapi pandemi Covid-19 dengan cara meningkatkan cakupan strategi utama ketiga hal di atas.

"Testing yang benar-benar real time," kata Dicky.

Masyarakat juga diimbau untuk mengubah paradigma dan berperilaku lebih sehat dan aman.

Baca juga: UPDATE: 1.241 Kasus Baru Covid-19 Tersebar di 29 Provinsi, Jatim Tertinggi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Alasan Komisi X soal Anggota DPR Dapat Kuota KIP Kuliah

Alasan Komisi X soal Anggota DPR Dapat Kuota KIP Kuliah

Tren
Kebun Binatang di China Ubah Anjing Menyerupai Panda, Tuai Kecaman Pengunjung

Kebun Binatang di China Ubah Anjing Menyerupai Panda, Tuai Kecaman Pengunjung

Tren
Buntut Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Kemenhub Tuntut ASN Jaga Etika

Buntut Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Kemenhub Tuntut ASN Jaga Etika

Tren
Pekerjaan untuk Juru Parkir Liar Minimarket

Pekerjaan untuk Juru Parkir Liar Minimarket

Tren
Benarkah Kenaikan UKT Belakangan karena Campur Tangan Pemerintah?

Benarkah Kenaikan UKT Belakangan karena Campur Tangan Pemerintah?

Tren
Demonstran Israel Blokir Jalan dengan Batu, Truk Bantuan ke Gaza Tak Bisa Lewat

Demonstran Israel Blokir Jalan dengan Batu, Truk Bantuan ke Gaza Tak Bisa Lewat

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 11-12 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 11-12 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Media Asing Soroti Indonesia Vs Guinea | Ikan Tinggi Vitamin D

[POPULER TREN] Media Asing Soroti Indonesia Vs Guinea | Ikan Tinggi Vitamin D

Tren
Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Tren
Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli 'Cash', Ini Faktanya

Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli "Cash", Ini Faktanya

Tren
Pria di India Ini Memiliki Tumor Seberat 17,5 Kg, Awalnya Mengeluh Sakit Perut

Pria di India Ini Memiliki Tumor Seberat 17,5 Kg, Awalnya Mengeluh Sakit Perut

Tren
Daftar 10 Ponsel Terlaris di Dunia pada Awal 2024

Daftar 10 Ponsel Terlaris di Dunia pada Awal 2024

Tren
Ramai soal Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Ini Kata Kemenhub

Ramai soal Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Ini Kata Kemenhub

Tren
Beredar Penampakan Diklaim Ular Jengger Bersuara Mirip Ayam, Benarkah Ada?

Beredar Penampakan Diklaim Ular Jengger Bersuara Mirip Ayam, Benarkah Ada?

Tren
Warganet Sambat ke BI, Betapa Susahnya Bayar Pakai Uang Tunai di Jakarta

Warganet Sambat ke BI, Betapa Susahnya Bayar Pakai Uang Tunai di Jakarta

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com