Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan di Balik Demo Besar Menuntut Kematian George Floyd di AS

Kompas.com - 07/06/2020, 07:03 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dalam sepuluh hari terakhir, Amerika Serikat menghadapi gelombang demonstran dalam jumlah besar menentang kematian George Floyd.

Floyd diketahui tewas setelah lehernya ditindih oleh Derek Chauvin, polisi yang menanggapi laporan bahwa korban memberi barang dengan uang palsu.

Gelombang protes pun meluas secara nasional, bahkan terjadi di luar Gedung Putih.

Meski isu rasial dan diskriminasi beberapa kali terjadi di AS, tetapi hal itu belum pernah membuat aksi demo besar seperti yang terjadi saat ini.

Mengapa aksi kali ini bisa meluas hampir di seluruh AS?

Dosen Pengkajian Amerika Universitas Gadjah Mada (UGM) Achmad Munjid mengatakan, apa yang terjadi di AS saat ini memiliki momentum berbeda jika dibandingkan sebelumnya.

Menurut dia, aksi kali ini merupakan kombinasi banyak hal, termasuk ketimpangan ekonomi, situasi politik yang semakin memanas jelang pemilu, dan cara kepemimpinan Presiden Donald Trump.

Baca juga: Berbicara soal George Floyd, Bintang Porno Ini Mengaku Dikeluarkan dari Pesawat

"Saya kira ini momentumnya berbeda, jadi problemnya laten yang sudah terjadi bahkan sudah ratusan tahun tapi menemukan momentum yang memuncak sekarang ini," kata Munjid saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (6/6/2020).

"Itu karena kombinasi berbagai macam hal, ekonomi yang semakin besar gapnya, situasi politik makin memanas mendekati pemilu, presidennya yang sejak awal dia naik dengan memompa energi rasisme," lanjut dia.

Akumulasi masalah itu diperburuk dengan adanya pandemi virus corona yang memukul AS dan dunia dalam beberapa bulan terakhir.

Munjid menjelaskan, hantaman pandemi itu menguji kekuatan dan kelemahan konstruksi sosial suatu bangsa.

Kematian Floyd jadi trigger

Demonstran berjalan menuju Lake Shore Drive untuk melakukan unjuk rasa di kawasan Uptown, menuntut keadilan atas kematian pria kulit hitam George Floyd, yang tewas karena lehernya ditindih lutut polisi pada Senin (25/5/2020). Foto diambil di Chicago pada Senin (1/6/2020).SIPA USA via REUTERS/CHRISTOPHER DILTS Demonstran berjalan menuju Lake Shore Drive untuk melakukan unjuk rasa di kawasan Uptown, menuntut keadilan atas kematian pria kulit hitam George Floyd, yang tewas karena lehernya ditindih lutut polisi pada Senin (25/5/2020). Foto diambil di Chicago pada Senin (1/6/2020).
Dengan hantaman itu, lanjut dia, rasisme di AS yang sudah laten itu kemudian muncul ke permukaan dan kematian George Floyd menjadi pemantiknya.

"Jadi dia bukan menjadi sebab, tapi dia adalah trigger-nya, sehingga dengan kombinasi macam-macam faktor itu meledaklah aksi sekarang ini," terang dia.

Menurut Munjid, orang-orang kulit hitam di AS sering menjadi korban kebrutalan polisi dari tahun ke tahun, seperti yang terjadi di Georgia pada Februari lalu, kerusuhan di Virginia pada 2017 yang dipicu oleh gerakan ultra nasionalis kulit putih, dan lain-lain.

Aksi-aksi protes pun bukan pertama kalinya. Pada pertengahan 1960-an, terjadi gerakan Civil Right Movement dengan skala sebesar ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com