Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Plus Minus Wacana Pembukaan Sekolah di Tengah Pandemi Corona...

Kompas.com - 29/05/2020, 08:05 WIB
Retia Kartika Dewi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memutuskan tahun ajaran baru 2020/2021 akan dimulai pada 13 Juli 2020.

Plt. Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan keputusan tersebut diambil lantaran kalender pendidikan dimulai pada minggu ketiga bulan Juli dan berakhir pada Juni.

"Itu setiap tahun begitu," katanya dalam konferensi di Jakarta, Kamis (28/5/2020).

Dimulainya tahun ajaran baru pada 13 Juli 2020 tersebut bukan berarti siswa kembai belajar di sekolah. Keputusan belajar di sekolah akan terus dikaji berdasarkan rekomendasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Meski belum ada keputusan, beberapa pihak khawatir terkait dengan kembalinya kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah di tengah pandemi.

Terlebih jumlah kasus virus corona di Indonesia juga belum menunjukkan tanda-tanda penurunan. Hingga Kamis (28/5/2020), kasus Covid-19 di Indonesia tercatat mencapai lebih dari 24.000 kasus.

Baca juga: Survei KPAI: 71 Persen Responden Tak Setuju Sekolah Dibuka Juli

Lantas, apa saja faktor plus minus sekolah di tengah pandemi?

Konsultan Pendidikan dan Karier sekaligus CEO Jurusanku.com, Ina Liem menjelaskan pemberlakuan KBM di sekolah di tengah pandemi tidak bisa diberlakukan di seluruh Indonesia.

Menurutnya, masih ada sejumlah wilayah di Indonesia yang masih dalam kondisi zona merah dan zona hijau.

"Dalam membuat kebijakan pendidikan di Indonesia, sebetulnya tidak bisa seragam secara nasional, mengingat kondisi sarana prasarana tiap daerah berbeda-beda," ujar Ina kepada Kompas.com, Kamis (28/5/2020).

Ia menambahkan, sejauh ini belum ada keputusan resmi dari pemerintah terkait pembukaan sekolah di Juli nanti.

Baca juga: Wacana Pembukaan Sekolah pada Juli Disorot, Diminta Dikaji Ulang

Sementara itu, masih ada sejumlah pelajar yang tinggal di daerah tertinggal, terpencil, dan terpelosok (3T) di mana koneksi internet bahkan saluran TVRI belum terjangkau.

Adapun kondisi ini dinilai tidak apa-apa jika proses belajar mengajar ditiadakan di sekolah, asalkan tetap mengikuti protokol kesehatan.

"Tidak ada salahnya sekolah dibuka bulan Juli, tetapi tetap dengan mengikuti protokol kesehatan," ujar Ina.

Di sisi lain, ada juga pelajar yang tinggal dengan fasilitas penunjang kegiatan belajar yang mumpuni, seperti koneksi internet yang lancar, namun terletak di zona merah.

Kondisi inilah yang memungkinkan sekolah tidak harus kembali dibuka pada Juli 2020.

"Apabila kondisinya seperti ini, bisa melanjutkan online learning, sambil perlahan-lahan ada jadwal masuk sekolah yang hanya untuk social interaction anak, agar mereka tidak stres, karena butuh social interaction tersebut," lanjut dia.

Baca juga: Saat Sistem Pendidikan di Indonesia Dinilai Kaku dan Hampa Makna....

Kondisi ideal

Tangkapan belajar dari rumah Sekolah Pribadi Bilingual bandungDOK. ZOOM/SEKOLAH PRIBADI BANDUNG Tangkapan belajar dari rumah Sekolah Pribadi Bilingual bandung

Menilik grafik kasus Covid-19 yang tak kunjung berada di kurva landai, Ina mengatakan, apabila berbicara kondisi ideal, pembukaan sekolah seharusnya menunggu kasus Covid-19 sudah hilang agar penyebaran virus tidak semakin meluas.

"Faktanya, kondisi ideal ini tidak selalu bisa dicapai dalam hidup kita, karena banyak faktor kalau menyangkut banyak orang, apalagi ratusan juta jumlahnya. Kita sudah lihat sendiri banyak orang tidak memikirkan kepentingan publik sehingga tetap melanggar aturan-aturan PSBB," kata dia.

Berdasarkan analisisnya, Covid-19 tidak akan hilang dalam waktu dekat.

Hal ini dikarenakan, meski negara sudah nol kasus positif virus corona, namun manusia tetap pulang-pergi, sehingga penyebaran Covid-19 menjadi seperti bola pingpong.

Oleh karena itu, setidaknya Indonesia harus bersiap pada 2-3 tahun ke depan.

Baca juga: Para Ahli Teliti Gejala-gejala Langka Virus Corona, Apa Saja?

Namun, jika diasumsikan Covid-19 baru akan hilang 2-3 tahun lagi, tidak mungkin anak-anak akan tetap di rumah dalam jangka waktu selama itu.

"Jadi, mau tidak mau pasti anak harus kembali ke sekolah. Pilihannya Juli ini atau tahun ajaran baru digeser ke Januari 2021, masing-masing pilihan ada plus minusnya," terang Ina.

Ia menjelaskan, faktor plus yang mendukung terselenggaranya pembukaan kembali sekolah pada Juli 2020 adalah sekolah di daerah tertinggal yang menjadikan kegiatan belajar menjadi sulit, karena keterbatasan akses internet.

Sehingga ada juga guru yang rela berkeliling rumah muridnya di desa untuk memberi ilmu kepada mereka.

"Untuk sekolah-sekolah yang punya fasilitas, tapi belum siap sepenuhnya home learning, plusnya, anak-anak jadi tidak terlalu stres dengan beban tugas yang banyak dari guru, ketidakjelasan materi yang disampaikan secara online, dan ada social interaction yang memang dibutuhkan oleh anak-anak," katanya lagi.

Baca juga: Gejala Baru Virus Corona, Muncul Ruam pada Kaki Pasien Positif Covid-19

Risiko penyebaran

Di sisi lain, wacana pembukaan sekolah di Juli, semisal benar dilakukan memunculkan faktor risiko penyebaran Covid-19 yang tidak kunjung selesai.

"Saya ikut berempati terhadap pembuat kebijakan negeri ini, karena dihadapkan pada keputusan sulit saat ini. Yang bisa kita lakukan hanya meminimalkan risiko tersebut," ujar Ina.

"Kita harus terima kenyataan pahit, menunggu kondisi ideal sepertinya kecil sekali kemungkinannya. Kalaupun menunggu hingga Januari 2021, saya yakin kekhawatiran orangtua tidak akan hilang juga," lanjut dia.

Pemerintah harus pentingkan keselamatan anak

Di sisi lain, pemerhati pendidikan anak, Seto Mulyadi mengatakan, pemerintah sebaiknya mempertimbangkan matang-matang terkait dengan pemberlakuan wacana pembukaan sekolah dalam waktu dekat.

Hal tersebut dikarenakan, grafik kurva dari data Tim Gugus Tugas Covid-19 belum menunjukkan kelandaian kasus di Indonesia.

"Jadi, mohon dipertimbangkan matang-matang, sehingga memang tidak dalam waktu dekat ini," ujar Seto saat dihubungi terpisah oleh Kompas.com, Kamis (28/5/2020).

Terkait plus-minus, Seto menyampaikan bahwa sisi plus yang dinilai dapat terjadi dari pemberlakuan kebijakan ini adalah anak-anak menjadi gembira lantaran bertemu dengan teman-temannya.

Sementara, sisi minusnya yakni masalah kesehatan anak.

"Takutnya nanti korban anak (pasien Covid-19) akan semakin bertambah," kata Kak Seto.

"Ini kan keadaaan darurat, nomor satu itu bukan masalah pendidikannya, tetapi keselamatan anak, itu yang utama dulu," lanjut dia.

Tak hanya itu, guna mencegah penularan virus, Seto menyarankan agar tiap sekolah yang dibuka kembali menyediakan tempat cuci tangan dan mengharuskan murid dan guru memakai masker.

Baca juga: Viral, IDAI Ungkap Data Kasus Covid-19 pada Anak, Ini Penjelasannya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Tren
Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Tren
Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Tren
Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com