Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/05/2020, 09:28 WIB

KOMPAS.com - Pengamat pendidikan Mohammad Abduhzen menilai pendidikan di Indonesia terlalu kaku, birokratis dan seperti hampa makna.

Pasalnya penerapan sistem pembelajaran yang dipakai dinilai sangat terpaku pada standar-standar, pada target muatan kurikulum, hampa makna, dan dimungkinkan kurang pragmatis.

"Apabila sistem tersebut masih dijalankan di Indonesia, maka akan menghasilkan sarjana yang kurang bermutu," ujarnya kepada Kompas.com, saat dimintai tanggapan terkait peringatan Hardiknas 2 Mei, Sabtu (2/5/2020).

Kekakuan pembelajaran tersebut dinilainya tidak hanya di jenjang pendidikan dasar saja, melainkan hingga jenjang perguruan tinggi.

Adanya musibah Covid-19 ini, imbuhnya pendidikan kita seperti dipaksa untuk berubah, bukan saja model pembelajaran, tetapi juga menginspirasi tentang orientasi.

"Saya kira hikmah corona ini makin mendorong ide mereka belajar," katanya lagi.

Kendati demikian, solusi yang diharapkan olehnya yakni pendidikan memang perlu perubahan yang menyeluruh. Mulai dari arah, tujuan, orientasi hingga aspek-aspek operasional, dan kebermanfaatan produk.

Baca juga: Hari Pendidikan Nasional dan Solusi Belajar di Tengah Pandemi Corona...

Kontaminasi perilaku birokrasi

Para murid SDN 006 di Desa Ulak Patian, Kecamatan Kepenuhan, Kabupaten Rokan Hulu, Riau, sedang belajar di ruang kelas berdinding papan dan berlantai tanah.Dok. Istimewa Para murid SDN 006 di Desa Ulak Patian, Kecamatan Kepenuhan, Kabupaten Rokan Hulu, Riau, sedang belajar di ruang kelas berdinding papan dan berlantai tanah.

Selain itu, Abduhzen mengatakan, proses akademik pendidikan di Indonesia terkontaminasi oleh perilaku birokrasi.

"Guru mengalami birokratisasi sehingga sempit, kaku, dan formalistik," katanya lagi.

Sementara itu, Konsultan Pendidikan dan karier, CEO Jurusanku.com, Ina Liem menilai pendidikan di Indonesia belum membaik.

Misalnya dari segi infrastruktur di daerah tertinggal, masih banyak ditemui gedung dan fasilitas yang belum memadai.

"Untuk kondisi home learning saat ini, misalnya, belum semua daerah terjangkau internet, bahkan ada yang belum punya akses ke TVRI," ujar Ina saat dihubungi terpisah oleh Kompas.com, Sabtu (2/5/2020).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com