Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Subkhi Ridho
Pendidik dan Peneliti Sosial-Keagamaan

Wakil Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Inggris Raya periode 2018-2019, pendidik dan peneliti sosial-keagamaan.

Idul Fitri dan Solidaritas Sosial di Masa Covid-19

Kompas.com - 21/05/2020, 17:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

RAMADAN 1441 H kali ini dijalankan oleh umat Muslim seluruh dunia dalam kondisi yang tidak sebagaimana lazimnya.

Seluruh aktivitas peribadatan yang seringkali dilakukan secara berjamaah, seperti shalat tarawih, kegiatan pengajian jelang buka puasa, kuliah subuh, maupun ibadah lainnya ditunaikan secara mandiri di rumah masing-masing.

Hal ini diakibatkan adanya pandemi wabah Covid-19 yang hampir lima bulan berjalan sejak kemunculannya pertama kali Januari lalu di kota Wuhan.

Di Indonesia sendiri, sejak Maret diberlakukan peraturan bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah (work from home).

Terkait ibadah, hal ini didukung secara penuh oleh Maklumat dari PP Muhammadiyah yang memberikan fatwa tentang tidak diadakannya aktivitas ibadah: salat jamaah, salat Jumat, pengajian, dan salat tarawih.

Bahkan, karena satu Syawal masih dalam situasi pandemi Covid-19 maka salat Idul Fitri urung dilakukan di lapangan sebagaimana lazimnya.

Dekorasi menjelang Idul FitriPinterest Dekorasi menjelang Idul Fitri

Panduan salat Idul Fitri di rumah pun telah dikeluarkan dan disebarluaskan. Termasuk PB Nahdlatul Ulama pun mengeluarkan maklumat tentang pelaksanaan salat Idul Fitri di rumah.
Pandemi wabah Covid-19 telah melanda 215 negara di seluruh dunia. Hampir 90 persen dari total negara anggota PBB memiliki pasien Covid-19 dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda.

Belakangan, kondisi terparah berturut-turut terjadi di Amerika Serikat, Rusia, Brazil, Eropa Barat (Spanyol, UK, Italia, Prancis, Jerman dst.). Sementara negara kita per Kamis (21/5/2020) tercatat jumlah kasus sudah melebihi angka 20 ribu. Baca: UPDATE 21 Mei: Bertambah 973, Kasus Covid-19 di Indonesia Jadi 20.162

Persebaran Covid-19 yang demikian cepat, akibat penularan antar-manusia, membuat penanganannya susah.

Hal ini berdampak pada pelarangan dan pembatasan sosial di banyak negara: olahraga, seni budaya, akademik, keagamaan, ekonomi, dan bidang-bidang lain.

Kelesuan ekonomi

Pembatasan pertemuan orang dalam jumlah banyak ini tentu berdampak terhadap perekonomian dunia, termasuk di Indonesia.

Di Eropa misalnya, pertumbuhan ekonomi Uni Eropa terkontraksi atau minus 3,8 persen pada periode Januari-Maret 2020. Angka ini lebih buruk dibanding krisis ekonomi 2008 lalu.

Kegiatan ekonomi di Perancis, Spanyol, merosot tajam. Jerman pun mengalami peningkatan jumlah pengangguran meski relatif lebih baik dibanding negara-negara Eropa lainnya.

The Economist Intelligence Unit (EIU) dalam laporannya memprediksi terjadi pelambatan ekonomi luar biasa di negara-negara maju maupun berkembang yang tergabung dalam G20. Negara-negara di Eropa termasuk dalam wilayah yang paling terdampak Covid-19.
Jerman (-5 persen), Prancis (-5 persen), dan Italia (-7 persen) akan mengalami resesi sepanjang tahun ini.

Ilustrasi.SHUTTERSTOCK Ilustrasi.

Bahkan Cina sebagai negara kampiun ekonomi dunia saat ini pun diproyeksikan akan mengalami penurunan ekonomi ke level 1,2 persen, sama suramnya dengan negara-negara lain akibat Covid-19.

Jadi, ini fenomena global yang dialami oleh seluruh negara-negara di dunia termasuk negara maju, apalagi negara berkembang.

Sementara itu, lembaga pemeringkat Moody's melalui Moody's Investor Service menyatakan, perekonomian Indonesia hanya akan tumbuh 3 persen pada 2020. Indonesia akan mengalami perbaikan pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,3 persen pada 2021.

Solidaritas jelang Idul Fitri

Kondisi di atas perlu disikapi secara bijak oleh pemerintah maupun swasta, serta seluruh komponen bangsa.

Umat Islam yang segera mengakhiri ibadah puasa Ramadan pun diharapkan dapat menjadi garda terdepan dalam penanganan meluasnya dampak penurunan ekonomi.

Ramadan sebagai bulan pendekatan diri kepada Allah SWT hampir usai, hendaknya dapat dijadikan momentum membangun solidaritas sosial antaranak bangsa dalam mencegah penyebaran Covid-19 dan lesunya aktivitas perekonomian jelang perayaan Idul Fitri.

Puasa Ramadan yang tidak dapat dirayakan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya tidak lantas menyurutkan keinginan untuk senantiasa berderma kepada orang-orang di sekitar kita.

Masa-masa sulit ini akan terasa mudah kalau masing-masing mengedepankan solidaritas sosial di masyarakat. Tentu tidak mudah. Namun dengan niatan kuat, dibarengi sikap ikhlas dan hanya mengharapkan ridho Allah SWT niscaya keadaan sesulit apapun akan terasa lebih ringan.

Idul Fitri yang akan dirayakan oleh umat Islam akan terasa berbeda dengan lazimnya perayaan tahun-tahun sebelumnya.

Sebelum perayaan Idul Fitri, dilaksanakan terlebih dahulu pembayaran zakat fitrah. Wujud pembersihan harta yang dimiliki dari hal-hal yang dapat menghalangi amal saleh tiap umat Muslim.

Zakat fitrah sebesar 2,5 persen diharapkan dapat membantu meringankan masyarakat yang terdampak Covid-19 secara ekonomi.

Ajaran Islam, sebagaimana tersurat di banyak ayat suci Al-Quran disebutkan tentang perlunya membangun keselarasan antara hubungan kepada Allah SWT dan kepada seluruh umat manusia.

Beribadah secara personal saja tidak cukup jika tidak dibarengi dengan ibadah sosial. Keduanya mesti seiring sejalan.

Inilah sesungguhnya wujud keselarasan dari nilai Pancasila, sila pertama dan kelima seyogianya dapat selaras dan dipraktikkan di sekitar kita.

.SHUTTERSTOCK .

Sebagaimana dipraktikkan oleh K.H Ahmad Dahlan selaku pendiri Muhammadiyah, dengan mengamalkan isi surat Al-Maun. Itu adalah spirit keberpihakan kepada mereka yang lemah secara ekonomi akibat ketidaktahuan terhadap akses ekonomi maupun politik.

Ketidakadilan struktural yang menimpa masyarakat kelas bawah perlu senantiasa diperjuangkan oleh alim ulama. Sehingga berislam itu berdampak secara sosial, tidak berhenti pada pemenuhan spiritual personal semata.

Saat ini banyak masyarakat terdampak pandemi Covid-19. Artinya, banyak saudara kita yang sedang mengalami masa-masa sulit.

Di sini lah urgensi mengedepankan spirit solidaritas sosial antar sesama menjadi relevan sehingga kita dapat segera melampaui fase-fase sulit akibat musibah global dari Covid-19.

Ikatan sosial yang kuat akan berdampak pada optimisme dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kondisi ini jangan sampai justru melemahkan ikatan sosial kita yang sesungguhnya sudah teruji sejak Nusantara dikuasai oleh para penjajah.

Kita perlu saling mendorong dan menguatkan satu sama lain sehingga dapat melewati krisis kehidupan akibat pandemi Covid-19.

Puasa Ramadan dan perayaan Idul Fitri ini diharapkan menjadi pintu masuk bagi diri untuk mendekatkan pada Allah SWT dan memikirkan nasib bangsa ke depan.

Selain itu juga melakukan amal saleh dengan membantu saudara dan tetangga kita yang ekonominya terdampak pandemi Covid-19.

Hal yang tidak kalah penting yaitu perlunya menginformasikan hal-hal positif kepada orang lain di media sosial. Ini pun termasuk dalam kategori membangun solidaritas sosial untuk memberikan informasi yang konstruktif dan optimis bagi orang lain.

Idul Fitri kita jalani di tengah pandemi dengan berbagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com