KOMPAS.com - HIV/AIDS, lassa fever, dan tuberkulosis hanyalah beberapa penyakit menular yang biasa dihadapi para ahli kesehatan Afrika.
Banyak yang menyadari bahaya virus corona setelah melihat peningkatan jumlah kasus di China dan Eropa.
Namun, dari semua penyakit yang dihadapi benua ini, epidemi Ebola menjadi hal terburuk, di mana menewaskan lebih dari 11.300 orang di Afrika Barat pada 2014-2016.
Baca juga: Simak, Ini 10 Cara Pencegahan agar Terhindar dari Virus Corona
Wabah ini berperan penting dalam mengubah respons terhadap keadaan darurat kesehatan di beberapa negara Afrika.
Melansir bloomberg, Sabtu (9/5/2020), ebola mendorong Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang berbasis di Jenewa untuk mengubah struktur tanggap daruratnya.
Sementara, para ahli mengakui perlunya penelitian, pengujian labotaorium cepat, dan mengubah desain pusat perawatan.
Banyak petugas kesehatan di Afrika mengatakan bahwa mereka mendapatkan wawasan berharga dari Ebola yang dapat diterapkan pada pandemi corona virus jenis baru saat ini.
Baca juga: Gas Air Mata dan Peluru Karet, Cara Afrika Tertibkan Warganya Saat Lockdown
Berikut ini beberapa kisahnya:
Kisah Jules Aly Koundouno
Kepala tanggap virus corona di Pusat Perawatan Epidemiologi Donka di Conakry Guinea ini terkena Ebola pada puncak epidemi Guinea pada 2014, saat bekerja di departemen penyakit menular rumah sakit yang dikelola pemerintah.
Setelah kesembuhannya, ia kembali merawat pasien dan telah berada di garis depan tanggap virus corona negara berdasarkan pengalamannya dengan Ebola.
Timnya saat ini merawat sebanyak 150 pasien.
"Saya belajar banyak ketika saya sakit dengan Ebola. Saya menderita dan melihat bagaimana orang lain menderita. Segera setelah saya keluar dari rumah sakit, saya memutuskan untuk membuat komitmen nyata untuk menyelamatkan nyawa," kata dia.
Baca juga: WHO Tegaskan Vaksin Covid-19 Tak Akan Tersedia Sebelum Akhir 2021
Lonjakan kasus