Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisa Dicicil, Ini Sanksi Jika Pengusaha Tak Bayarkan THR

Kompas.com - 11/05/2020, 14:07 WIB
Virdita Rizki Ratriani

Penulis

KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan resmi mengizinkan penundaan pemberian tunjangan hari raya (THR) dari perusahaan ke pekerjanya.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah menerbitkan Surat Edaran (SE) tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Melalui SE tersebut, Ida menjabarkan opsi-opsi yang dapat ditempuh perusahaan yang tidak mampu membayarkan THR kepada pekerjanya secara tepat waktu.

Perusahaan yang tidak mampu membayarkan THR secara tepat waktu maka perlu melakukan dialog terlebih dahulu agar mencapai kesepakatan dengan pekerjanya. Salah satunya dengan mencicil pembayaran THR.

Lantas, adakah sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan THR kepada pekerjanya?

Baca juga: Sri Mulyani: THR PNS Cair Paling Lambat 15 Mei 2020

Sanksi tidak bayar THR

THR sudah menjadi kewajiban pengusaha untuk membayarnya.

Hal tersebut berdasarkan Pasal 8 Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 20 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Pada Pasal 8 tersebut tertulis, THR Keagamaan wajib dibayarkan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan.

Bila THR tidak dibayarkan, maka ada sanksi yang akan dikenakan kepada para pengusaha atau perusahaan. Sanksi diatur dalam Pasal 9 Permenaker Nomor 20 Tahun 2016.

Baca juga: Ketahui Perbedaan THR dan Gaji Ke-13 PNS

Pengusaha yang tidak membayar THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dikenai sanksi administratif berupa:

a. teguran tertulis

b. pembatasan kegiatan usaha.

Pada Pasal 10, teguran tertulis yang diatur dalam Pasal 9 dikenakan kepada pengusaha untuk satu kali dalam jangka waktu paling lama 3 hari kalender terhitung sejak teguran tertulis diterima.

Sementara itu Pasal 11 ayat (1) menyebutkan, pengusaha yang tidak melaksanakan kewajiban sampai dengan berakhirnya jangka waktu sesuai dalam Pasal 10, dapat direkomendasikan untuk dikenakan sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha.

Baca juga: Asal-usul THR, Awalnya Hanya untuk PNS hingga Picu Protes Buruh

Dalam Pasal 11 ayat (2) tertulis, rekomendasi didasarkan pada pertimbangan mengenai sebab-sebab tidak dilaksanakannya teguran tertulis oleh pengusaha, dan kondisi finansial perusahaan berdasarkan laporan keuangan perusahaan dua tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.

Pada Pasal 11 ayat (3) tertulis, pengenaan sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha berlaku sampai dengan dipenuhinya kewajiban pengusaha membayar THR Keagamaan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 8 ayat (1).

Berdasarkan Pasal 12, pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 tidak menghilangkan kewajiban pengusaha atas denda keterlambatan membayar THR Keagamaan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Baca juga: Pemerintah Izinkan Tunda THR, Ini Aturan mengenai Pemberian THR

Penolakan buruh

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menolak Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) untuk memberi kelonggaran bagi pengusaha untuk tak membayarkan THR 100 persen.

Adapun kelonggaran itu tertulis dalam Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Nomor M/6/HI.00.01/v/2020.

Selain tak membayar THR 100 persen, pengusaha juga boleh mencicil atau menunda pembayarannya dengan cara mendorong perundingan buruh dan pengusaha di perusahaan.

“KSPI berpendapat, THR harus dibayar 100 persen bagi buruh yang masuk bekerja, buruh yang diliburkan sementara carena Covid-19, buruh yang dirumahkan karena Covid-19, maupun buruh yang di-PHK dalam rentang waktu H-30 dari Lebaran,” kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangannya, Kamis (7/5/2020).

Baca juga: Menaker Minta Para Gubernur Pastikan THR Dibayarkan kepada Pekerja

Alasan penolakan Said mengacu pada ketentuan yang diatur dalam UU No 13 Tahun 2003 dan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Meski demikian, Said Iqbal mengerti, beberapa industri juga terpukul akibat pandemi Covid-19.

Untuk itu, dia mengecualikan perusahaan dengan kategori perusahaan kecil dan menengah, seperti hotel melati, restoran non-waralaba internasional, UMK, ritel berskala menengah ke bawah, dan sebagainya.

Sedangkan hotel berbintang, restoran besar atau waralaba internasional, ritel besar, dan industri manufaktur wajib membayar THR 100 persen dan tidak dicicil atau ditunda pembayarannya.

Baca juga: Ada Corona, Pengusaha Tetap Wajib Bayar THR

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com