KOMPAS.com - Infeksi kasus virus corona secara global masih terus terjadi. Total sebanyak lebih dari 3,7 juta kasus di lebih 186 negara di dunia hingga Rabu (6/5/2020).
Perlombaan mencari obat dan vaksin untuk Covid-19 pun terus dilakukan oleh peneliti di seluruh dunia.
Dilansir CNBC, Rabu (19/4/2020), penasehat kesehatan Gedung Putih Dr Anthony Fauci mengatakan uji coba obat remdesivir oleh National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID) menunjukkan “kabar baik”. Uji coba itu melibatkan sekitar 800 pasien.
Dia juga mengatakan obat itu akan menjadi standar perawatan baru untuk pasien Covid-19 di AS.
Baca juga: Kabar Baik, China Setujui 2 Vaksin Covid-19 Diujicobakan ke Manusia
Berikut perjalanan pengembangan Remdesivir.
Pada Februari 2020, China disebut tengah mengembangkan berbagai obat untuk mengobati virus corona, salah satunya remdesivir.
Saat itu, China juga telah mengajukan permohonan untuk mematenkan obat tersebut.
Dilansir dari Kompas.com, (6/2/2020), Remdesivir awalnya dikembangkan oleh Gilead, perusahaan farmasi besar di AS, untuk mengobati pasien Ebola.
Kemudian, obat tersebut diujicoba untuk mengobati pasien Covid-19 dan hasilnya pasien tersebut membaik setelah diobati dengan Remdesivir.
Gilead Sciences pun setuju dan mendukung Kementerian Kesehatan China untuk melakukan uji klinis terhadap obat ini.
Baca juga: Uji Klinis Obat Covid-19 Dilaksanakan di 22 Rumah Sakit di Indonesia, Simak Informasi Berikut
Sementara itu, melansir dari New York Times (6/2/2020), remdesivir diketahui sempat diujikan terhadap tikus dan kelelawar yang terinfeksi virus corona, termasuk MERS dan SARS.
Hasilnya, obat tersebut dikombinasikan dengan senyawa NHC yang dapat melawan virus corona.
Dari percobaan ini, pihak Direktur Penyakit Menular dan Profesor pediatri di Vanderbilt University School of Medicine menyampaikan, remdesivir dan NHC tampaknya mampu menghalangi replikasi virus dengan mengganggu kemampuan mereka dalam melakukan mutasi genetik.