Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekilas tentang Said Didu, dari soal Kasus Freeport hingga Luhut Pandjaitan

Kompas.com - 01/05/2020, 17:09 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Tanda pagar (tagar) #CidukSaidDidu sempat menggema di jagat media sosial Twitter pada Jumat (1/5/2020).

Munculnya tagar tersebut tak lepas dari persoalan ujaran kebencian yang dilakukan Said Didu karena menyoroti isu persiapan pemindahan ibu kota negara baru.

Namun, tak hanya kali ini saja mantan Sekretaris Kementerian BUMN tersebut mendapat sorotan tajam dari publik.

Baca juga: Mengenang Sosok Marsinah, Aktivis Buruh yang Tak Mau Mengalah pada Nasib

Berikut sepak terjang Said Didu yang mendapat sorotan:

Kasus Freeport

Salah seorang pekerja di PT Freeport Indonesia (PTFI) sedang mengendarai kendaraan khusus tambang di tambang Gresberg, Papua.Dok. Humas PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau INALUM Salah seorang pekerja di PT Freeport Indonesia (PTFI) sedang mengendarai kendaraan khusus tambang di tambang Gresberg, Papua.

Said Didu pernah melayangkan kritikan yang cukup pedas kepada pemerintah terkait akuisisi saham PT Freeport Indonesia.

Kebijakan pemerintah dalam pembelian saham Freeport Indonesia lewat PT Inalum menurut yang bersangkutan bisa merugikan negara.

Said Didu juga menilai langkah Pemerintah Indonesia melalui PT Inalum untuk mengambil alih 51,2 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) tidak luar biasa.

Menurut dia, capaian itu tidak perlu diluapkan secara berlebihan karena pemerintahan sebelumnya juga pernah melakukan hal serupa.

Yakni, ketika Indonesia mengambil PT Inalum dari Jepang dengan membayar pakai APBN.

Baca juga: Selain Jiwasraya, Berikut Kasus Korupsi Terbesar di Indonesia

Perampokan Jiwasraya

Ilustrasi JiwasrayaKONTAN/Cheppy A. Muchlis Ilustrasi Jiwasraya

Tak hanya itu, Said Didu pernah menyatakan adanya indikasi tindak pidana korupsi dalam kasus gagal bayar polis yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

"Terjadi perampokan (di Jiwasraya). Perusahaan yang sangat sehat pada 2016-2017, lalu defisit puluhan triliun di tahun berikutnya, berarti ada penyedotan dana yang terjadi," kata dia seperti diberitakan Kompas.com, (19/12/2019).

Said juga tak melihat kemungkinan adanya masalah gagal bayar di Jiwasraya disebabkan oleh kesalahan dalam proses berbisnis.

"Tidak mungkin kalau hanya risiko bisnis, karena ekonomi di 2018 biasa-biasa saja kok, tidak seperti 1998. Enggak mungkin bocor sampai puluhan triliun, kalau risiko bisnis enggak sebesar itu," kata dia.

Baca juga: Pusaran Kasus Korupsi Jiwasraya dan Dugaan Korupsi di PT Asabri

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com