Dia mengatakan, bahan-bahan masakan seperti lengkuas, serai, kangkung, dan bahan makanan lainnya tidak ada selama beberapa minggu ini.
Meski di rantau, Icha selalu menghadirkan menu-menu Nusantara untuk santapan keluarganya. Ia juga kerap berbagi resep masakan di Instagram-nya, @ichasavitry.
"Kami biasa berbuka dengan air dan kurma, kemudian shalat maghrib, baru setelah itu makan malam," ujar Icha saat dihubungi Kompas.com, Minggu (26/4/2020).
Sementara itu untuk sahur, menu yang disajikan seperti halnya di Indonesia, nasi dan berbagai lauknya.
"Karena berbuka sudah cukup larut, maka kami makan dengan porsi kecil saja. Baru makan cukup besar ketika sahur," kata ibu satu anak, yang juga penulis buku ini.
Pada dua hari pertama puasa, putranya, Fatih (13), masih belum terbiasa saat dibangunkan untuk santap sahur..
"Ngapain aku bangun tengah malam, ya?" kata Icha menirukan perkataan Fatih.
Baca juga: Ramadhan di Tengah Pandemi Corona, Persiapan Muslim di Inggris Beribadah Saat Lockdown
Icha menceritakan, muslim di Norwegia sekitar 6 persen dari total populasi negara itu yang berjumlah 5 juta jiwa.
Sebagian besar muslim di Norwegia adalah para pendatang atau imigran dari negeri-negeri Arab dan Benua Afrika.
Setiap Ramadhan, masjid-masjid di Norwegia biasanya dipenuhi dengan jemaah yang berbuka puasa bersama hingga menjalankan tarawih sampai tengah malam.
Tidak ada tradisi khusus soal ini. Seperti negara-negara lainnya, muslim di Norwegia selalu menyediakan iftar (makanan berbuka) dan jamuan makan malam gratis selama Ramadhan.
Orang-orang menyumbang makanan dengan sukarela dan biasanya ada daftar siapa saja yang akan menyumbang hidangan tersebut.
Namun, karena pandemi virus corona, sejak peneraoan lockdown, Islamsk Råd Norge (IRN), MUI-nya Norwegia, mengeluarkan fatwa meniadakan shalat berjamaah di masjid.
Masjid-masjid di seluruh Norwegia ditutup. Pemerintah menginstruksikan untuk meniadakan kerumunan, termasuk perkumpulan agama apa pun.
Icha mengaku merindukan Ramadhan di Indonesia dengan semua kemeriahannya.