Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mundurnya Belva Devara dari Stafsus Jokowi Dinilai Sudah Tepat, tetapi...

Kompas.com - 22/04/2020, 10:26 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mundurnya Belva Devara dari jabatannya sebagai Staf Khusus Kepresidenan menuai pro kontra di tengah masyarakat.

Namun, pengamat sosial dari Univeristas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono menilai, mundurnya Belva merupakan langkah yang baik.

Menurutnya, hal itu merupakan suatu bentuk dari sikap dan pengetahuan bertanggungjawab atas tindakan yang diambil.

Dalam budaya politik, kata Drajat, tindakan bertanggung jawab atas tindakan atau keputusan politik yang menimbulkan respons-respons yang kurang baik dari masyarakat adalah hal yang tepat.

Baca juga: Menilik Gaji Staf Khusus Milienial Presiden Jokowi...

Tak langsung menghapus kesalahan

Kendati demikian, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan pada pelaksanaan kultur budaya mundur tersebut.

"Bahwa mundur itu tidak dengan serta merta kemudian menghapuskan kesalahan, apa yang terjadi kalau itu dianggap salah tentu oleh pimpnannya atau pihak-pihak hukum yang terkait, tentu itu tetap harus mendapatkan perhatian," kata Drajat saat dihubungi Kompas.com, Rabu (22/4/2020).

"Apakah itu karena kesalahan yang disengaja atau tidak disengaja, direncanakan atau tidak direncanakan, yang memang dengan maksud untuk menguntungkan dirinya atau perusahaannya," tambahnya.

Pasalnya, imbuh Drajat, hal yang hampir mirip juga terjadi pada beberapa pejabat lain yang menyodorkan perusahaan yang dulu pernah dijabat atau sekarang masih dijabat untuk ikut dalam proses-proses yang terkait dalam pengadaan barang dan jasa di pemerintahan.

Sehingga, budaya mundur tidak dengan serta merta kemudian menyebabkan masalahnya atau kekeliruannya tersebut dianggap selesai.

Presiden Joko Widodo (keempat kiri) bersama staf khusus yang baru dari kalangan milenial (kiri ke kanan) CEO Amartha, Andi Taufan Garuda Putra, Perumus Gerakan Sabang Merauke Ayu Kartika Dewi, Pendiri Ruang Guru Adamas Belva Syah Devara, Peraih beasiswa kuliah di Oxford Billy Gracia Yosaphat Mambrasar, CEO dan Founder Creativepreneur Putri Indahsari Tanjung, Pendiri Thisable Enterprise Angkie Yudistia dan Mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia/PMII Aminuddin Maruf ketika diperkenalkan di halaman tengah Istana Merdeka Jakarta, Kamis (21/11/2019). Ketujuh stafsus milenial tersebut mendapat tugas untuk memberi gagasan serta mengembangkan inovasi-inovasi di berbagai bidang. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/nzANTARA FOTO/WAHYU PUTRO A Presiden Joko Widodo (keempat kiri) bersama staf khusus yang baru dari kalangan milenial (kiri ke kanan) CEO Amartha, Andi Taufan Garuda Putra, Perumus Gerakan Sabang Merauke Ayu Kartika Dewi, Pendiri Ruang Guru Adamas Belva Syah Devara, Peraih beasiswa kuliah di Oxford Billy Gracia Yosaphat Mambrasar, CEO dan Founder Creativepreneur Putri Indahsari Tanjung, Pendiri Thisable Enterprise Angkie Yudistia dan Mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia/PMII Aminuddin Maruf ketika diperkenalkan di halaman tengah Istana Merdeka Jakarta, Kamis (21/11/2019). Ketujuh stafsus milenial tersebut mendapat tugas untuk memberi gagasan serta mengembangkan inovasi-inovasi di berbagai bidang. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/nz

Drajat mengungkapkan, mundurnya Belva juga mencerminkan kontrak kerja kesepahaman dari presiden ke staf khusus, masih belum betul-betul jelas.

"Sehingga, staf khusus itu kemudian melakukan kekeliruan itu, tentu saja dengan asumsi bahwa kekeliruan itu tidak disengaja, tetapi terjadi karena memang ketidak-tahuan bahwa sejuh itu sudah melampaui," jelas dia.

Oleh karena itu, Drajat menekankan bahwa kontrak kerja atau aturan-aturan seperti itu perlu lebih jelas.

Baca juga: Staf Khusus Milenial Jokowi, antara Kebutuhan atau Ornamen Politik?

Konflik kepentingan

 
 
 
View this post on Instagram
 
 

Surat Terbuka Belva Devara, CEO Ruangguru ? Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh. Salam sejahtera untuk kita semua.? ? Semoga di masa pandemi ini kita diberikan kesehatan dan kekuatan dari Allah yang Maha Penyayang.? ? Berikut ini saya sampaikan informasi terkait pengunduran diri saya sebagai Staf Khusus Presiden. Pengunduran diri tersebut telah saya sampaikan dalam bentuk surat kepada Bapak Presiden tertanggal 15 April 2020, dan disampaikan langsung ke Presiden pada tanggal 17 April 2020. ? ? Seperti yang telah dijelaskan oleh Kementerian Koordinator Perekonomian dan Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja (PMO), proses verifikasi semua mitra Kartu Prakerja sudah berjalan sesuai aturan yang berlaku, dan tidak ada keterlibatan yang memunculkan konflik kepentingan. Pemilihan pun dilakukan langsung oleh peserta pemegang Kartu Prakerja.? ? Namun, saya mengambil keputusan yang berat ini karena saya tidak ingin polemik mengenai asumsi/persepsi publik yang bervariasi tentang posisi saya sebagai Staf Khusus Presiden menjadi berkepanjangan, yang dapat mengakibatkan terpecahnya konsentrasi Bapak Presiden dan seluruh jajaran pemerintahan dalam menghadapi masalah pandemi COVID-19. ? ? Saya berterima kasih kepada Bapak Presiden Joko Widodo yang telah memahami dan menerima pengunduran diri saya.? ? Walau singkat, sungguh banyak pengalaman dan pelajaran yang saya dapatkan dari pekerjaan sebagai Stafsus Presiden. Saya merasakan betul bagaimana semangat Bapak Presiden Jokowi dalam membangun bangsa dengan efektif, efisien, dan transparan. Sehingga di manapun saya berada, di posisi apapun saya bekerja, saya berkomitmen mendukung Presiden dan Pemerintah untuk memajukan NKRI.? ? Dengan ini, saya juga ingin menjelaskan bahwa saya tidak dapat merespon pertanyaan-pertanyaan media dalam beberapa hari terakhir karena saya ingin fokus dalam menyelesaikan hal ini terlebih dahulu. Terima kasih untuk teman-teman yang telah menghormati dan menghargai keputusan saya tersebut.? ? Semoga kita semua bisa segera keluar dari masalah pandemi yang berat ini.? ? Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh.? ? Belva Devara

A post shared by Adamas Belva Syah Devara (@belvadevara) on Apr 21, 2020 at 4:13am PDT

Karena pencampuran antara politik dengan pelaku-pelaku bisnis memang harus dibatasi dengan ketat agar tidak terjadi conflict of interest atau konflik kepentingan.

Menurutnya, secara ekonomi politik, pelaku bisnis selalu berusaha untuk memaksimalisasi ruang-ruang di mana mereka bisa melakuan investasi.

"Artinya selalu berusaha untuk menguntungkan perusahaannya sendiri atau orang-orang di sekitarnya," kata Drajat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com