Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mundurnya Belva Devara dari Stafsus Jokowi Dinilai Sudah Tepat, tetapi...

KOMPAS.com - Mundurnya Belva Devara dari jabatannya sebagai Staf Khusus Kepresidenan menuai pro kontra di tengah masyarakat.

Namun, pengamat sosial dari Univeristas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono menilai, mundurnya Belva merupakan langkah yang baik.

Menurutnya, hal itu merupakan suatu bentuk dari sikap dan pengetahuan bertanggungjawab atas tindakan yang diambil.

Dalam budaya politik, kata Drajat, tindakan bertanggung jawab atas tindakan atau keputusan politik yang menimbulkan respons-respons yang kurang baik dari masyarakat adalah hal yang tepat.

Tak langsung menghapus kesalahan

Kendati demikian, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan pada pelaksanaan kultur budaya mundur tersebut.

"Bahwa mundur itu tidak dengan serta merta kemudian menghapuskan kesalahan, apa yang terjadi kalau itu dianggap salah tentu oleh pimpnannya atau pihak-pihak hukum yang terkait, tentu itu tetap harus mendapatkan perhatian," kata Drajat saat dihubungi Kompas.com, Rabu (22/4/2020).

"Apakah itu karena kesalahan yang disengaja atau tidak disengaja, direncanakan atau tidak direncanakan, yang memang dengan maksud untuk menguntungkan dirinya atau perusahaannya," tambahnya.

Pasalnya, imbuh Drajat, hal yang hampir mirip juga terjadi pada beberapa pejabat lain yang menyodorkan perusahaan yang dulu pernah dijabat atau sekarang masih dijabat untuk ikut dalam proses-proses yang terkait dalam pengadaan barang dan jasa di pemerintahan.

Sehingga, budaya mundur tidak dengan serta merta kemudian menyebabkan masalahnya atau kekeliruannya tersebut dianggap selesai.

Drajat mengungkapkan, mundurnya Belva juga mencerminkan kontrak kerja kesepahaman dari presiden ke staf khusus, masih belum betul-betul jelas.

"Sehingga, staf khusus itu kemudian melakukan kekeliruan itu, tentu saja dengan asumsi bahwa kekeliruan itu tidak disengaja, tetapi terjadi karena memang ketidak-tahuan bahwa sejuh itu sudah melampaui," jelas dia.

Oleh karena itu, Drajat menekankan bahwa kontrak kerja atau aturan-aturan seperti itu perlu lebih jelas.

Menurutnya, secara ekonomi politik, pelaku bisnis selalu berusaha untuk memaksimalisasi ruang-ruang di mana mereka bisa melakuan investasi.

"Artinya selalu berusaha untuk menguntungkan perusahaannya sendiri atau orang-orang di sekitarnya," kata Drajat.

Padahal lanjutnya, negara seharusnya memiliki fungsi untuk mengatur regulasi, harus netral dan berpihak untuk kepentingan publik.

Apabila hal ini tidak diatur dengan jelas, maka akan menimbulkan permasalahan-permasalahan seperti ini.

"Hal ini mengapa penting, karena kemungkinan akan terjadi kesalahan yang sama pada pejabat yang lain, atau staf-staf yang lain," papar dia.

Drajat mengatakan, pada dasarnya pejabat yang memiliki kesalahan harus segera mundur.

Tidak hanya mundur saja, tetapi juga mempunyai komitmen moral untuk betul-betul sama sekali tidak kemudian melibatkan perusahaannya di dalam urusan-urusan dalam jabatannya sebagai pejabat.

"Tidak boleh memperkaya diri atau membuat sedemikian rupa sehingga orang lain, perusahaannya kemudian mendapatkan keuntungan dari jabatannya," pungkas dia.

Diberitakan sebelumnya, CEO Ruangguru Belva Devara mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Staf Khusus Presiden Joko Widodo.

Pengunduran diri tersebut disampaikan melalui surat kepada Presiden Joko Widodo tertanggal 15 April 2020, dan disampaikan langsung ke Presiden pada 17 April 2020.

Belva mengumumkan pengunduran dirinya melalui akun Instagram resminya yang diunggah pada 21 April 2020.

Pengunduran diri Belva tak lepas dari polemik Ruangguru yang menjadi mitra pelatihan program Kartu Prakerja.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/22/102600865/mundurnya-belva-devara-dari-stafsus-jokowi-dinilai-sudah-tepat-tetapi-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke