Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Syukuromologi dan Kualatisme, Belajar Bersyukur dengan Bijak

Kompas.com - 20/04/2020, 12:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


MAKNA kata “syukur” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “rasa terima kasih kepada Tuhan”.

Maka layak disimpulkan bahwa mensyukuri merupakan suatu perasaan positif dan konstruktif selaras makna adiluhur sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.

Bahagia

Secara eudaimonialogis alias ilmu yang mempelajari rasa bahagia, memang manusia merasa bahagia apabila mau dan mampu mensyukuri Anugrah Yang Maha Kasih bagi dirinya.

Demi merasa bahagia, kearifan tradisional Jawa mengajarkan kemampuan dan kemauan manusia bukan meratapi apa yang belum dimiliki namun mensyukuri apa yang sudah dimiliki.

Semisal kaki kanan saya tersandung batu maka saya wajib bersyukur bahwa kaki kiri saya tidak ikut tersandung.

Namun bahagia merupakan suatu bentuk perasaan nisbi plus subyektif serta kontekstual. Maka rasa syukur perlu ditelaah secara lebih teliti, cermat dan saksama demi menghindari generalisasi gebyah-uyah pukul rata yang rawan menghilangkan sisi positif dan konstruktif pada rasa syukur .

Syukuromologi

Memang bijak apabila kita mensyukuri apa yang telah kita miliki. Misalnya pada saat menulis naskah ini, saya mensyukuri bahwa diri saya masih belum terpapar virus Corona meski saya sudah berusia 71 tahun maka harus siap setiap saat terpapar penyakit menular yang ganas merusak saluran pernafasan itu.

Setiap saat saya harus siap meninggalkan dunia fana akibat angkara murka pagebluk Corona.

Maka hukumnya wajib bagi saya untuk bersyukur belum tertular penyakit saluran pernafasan yang bukan saja menular namun juga membinasakan itu.

Hukumnya juga wajib bahwa saya mensyukuri sesama manusia yang tidak terpapar Covid-19 sambil berdoa memohon kesembuhan bagi sesama manusia yang kebetulan telah terpapar Virus Corona.

Tidak bijak

Namun kurang bijak menganjurkan orang lain bersyukur apabila kebetulan orang lain itu tidak memiliki yang layak disyukuri.

Misalnya kurang bijak memaksa rakyat tergusur untuk mensyukuri nasib mereka digusur.

Kurang bijak menganjurkan kaum miskin mensyukuri nasib tidak mampu membayar biaya perawatan kesehatan atau iuran BPJS.

 

Ilustrasi kesunyianISTOCKPHOTO/ANTONIGUILLEM Ilustrasi kesunyian

Kurang bijak menyarankan rakyat miskin mensyukuri nasib mereka menjadi kaum miskin.

Kurang bijak menyarankan sesama warga Indonesia mensyukuri nasib kehilangan nafkah di masa PSBB.

Kurang bijak menganjurkan seorang ibu mensyukuri seorang anaknya meninggal dunia karena masih memiliki beberapa anak lain yang masih hidup.

Sangat tidak senonoh menganjurkan sesama manusia untuk mensyukuri dirinya terpapar Virus Corona.

Sama sangat tidak senonohnya, mensyukuri gempa bumi terjadi di kawasan di mana kita tidak bermukim atau mensyukuri wabah penyakit menular telah membinasakan puluhan ribu sesama manusia bukan di negeri kita sendiri.

Kualatisme

Mensyukuri musibah yang menimpa orang lain jelas merupakan perilaku tidak baik! Kita pasti kurang setuju apabila orang lain mensyukuri musibah yang menimpa diri kita.

Unsur kualatisme melekat pada syukuromologi sebagai pemikiran yang mempelajari rasa syukur.

Bukan mustahil bahwa saya sendiri akan kualat menderita derita yang sama apabila saya tega mensyukuri derita orang lain.

Pendek kata, syukuromologi menyadarkan saya bahwa dalam mensyukuri saya wajib Jihad Al Nafs menaklukkan diri sendiri agar senantiasa bersikap ojo dumeh alias jangan mentang-mentang apalagi takabur.

Pada hakikatnya rasa syukur mengandung beban tanggung jawab sangat berat bukan hanya terhadap diri kita masing-masing mau pun sesama manusia namun justru terutama kepada Yang Maha Kasih.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com