DALAM sejarah dunia, peran komunikasi memandu publik menjadi bagian penting sejarah bangsa - bangsa, khususnya di setiap periode krisis.
Peran memandu publik sesungguhnya bisa disebut propagandis, oang yang melakukan propaganda.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia propaganda diartikan sebagai penerangan atau pendapat yang benar atau salah yang dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang agar menganut sikap atau tindakan tertentu .
Para ahli propaganda menjadi anak emas di setiap periode jaman. Sebutlah para propagandis era Hitler di akhir abad 19.
Mereka dengan genuin memanipulasi warga jerman untuk meyakinkan kekuasaan ras Arya, menolak gerakan buruh dan mengagungkan privatisasi.
Lebih dari 20 tahun warga Jerman yang dikenal paling rasional terhipnotis, tanpa sadar berakhir dengan tragedi kemanusiaan terbesar.
Para propagandis selalu meramu teknologi komunikasi dengan kekuasaan, uang dan senjata . Keseluruhannya dalam kerja efisien, efektif terus menerus hingga mampu memanipulasi kesadaran publik masuk bertumbuh masuk ke ruang keluarga.
Contoh luar biasa adalah kinerja Kementerian Penerangan di zaman Orba lewat televisi, koran hingga hukum dan senjata.
Oleh karena itu para propagandis selalu berwajah dua . Di satu sisi memandu dan mensosialisasikan nilai-nilai yang produktif untuk masyarakat sipil agar bertumbuh sehat dan kritis, namun di sisi lain memanipulasi pendapat warga hanya untuk kepentingan citra politik dan langgengnya kekuasaan politik.
Sungguh menarik memberi catatan para propagandis era milenial. Mereka bisa disebut sebagai buzzer, influencer hingga spin doctor. Mereka menjadi anak emas politik era media sosial.
Alhasil, para cendekiawan hingga humaniora yang tidak terampil propaganda pendek di media sosial, kehilangan daya hidup di ruang panduan pendapat publik.
Ruang publik hanya dipandu kata-kata pendek yang berlomba menarik perhatian untuk menjadi viral di tiap detiknya.
Bisa ditebak para Buzzer, influencer hingga spindoctor selalu juga berwajah dua.
Di satu sisi menjadi panduan publik berbasis data dan fakta serta memandu pemecahan masalah serta sosialisasi program yang menyehatkan masyarakat sipil.
Di siai lain, bisa terjadi layaknya era propaganda fasia, serba manipulatif untuk kekuasaan dan kepentingan tertentu, namun kali ini atas nama kebebasan dan demokrasi.