Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Para Akademisi Dunia tentang Corona: Dari Pandemi, Isolasi hingga Reaksi

Kompas.com - 13/03/2020, 13:10 WIB
Rizal Setyo Nugroho

Penulis

KOMPAS.com - Virus corona telah dinyatakan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) sebagai pandemi global.

Update hingga Jumat (13/3/2020) telah ada 128.343 kasus positif virus corona di lebih dari 100 negara di dunia. 

Sejumlah negara melakukan kuncian untuk mencegah penyebaran virus yang pertama kali menyebar dair Wuhan, China akhir Desember 2019 itu. 

Sementara beberapa pakar akademik menyarankan langkah-langkah untuk mengekang Covid-19, seperti salah satunya memberikan jarak sosial.

Jarak sosial

Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Harvard TH Chand, AS Michelle A. Williams mengatakan pada 10 Maret, Universitas Harvard mengumumkan rencana memindahkan semua pengajaran online mulai 23 Maret.

Menurut Williams, jarak sosial yang berhasil dipraktikan oleh beberapa kota selama pandemi flu 1918 adalah pertahanan terbaik terhadap efek cascading Covid-19.

Williams mengatakan, saat ini tidak bisa lagi berharap untuk mengatasi penyebaran virus secara global. Apalagi menunggu vaksin yang masih 18 bulan lagi, atau membuang energi pada pelacakan kontak.

"Cara paling efektif untuk meredamnya adalah melalui jarak sosial, meliputi membatasi perjalanan, membatalkan acara berskala besar dan pertemuan-pertemuan," katanya seperti dikutip dari weforum.org.

Baca juga: Covid-19 Resmi Pandemi Global, Bagaimana Kabar Vaksin Virus Corona?

Sementara Profesor Yik-Ying TEO, Dekan School of Public Health, National University of Singapore mengatakan, penularan Covid-19 selanjutnya akan berlanjut di banyak negara.

"Di mana tanpa adanya pengendalian yang efektif atau vaksin yang layak dan aman, sebagian besar populasi global dapat terinfeksi," ujar Yik.

Namun Yik juga mengingatkan, masih ada negara-negara dengan sistem kesehatan yang lebih lemah dan penting memastikan petugas layanan kesehatan dilindungi pertama kali dan yang utama.

Reaksi berlebihan lebih baik daripada tidak bereaksi

Profesor Sekolah Kesehatan Masyarakat, Universitas Zhejiang, Hangzhou, Cina Xifeng Wu mengatakan, pengalaman China mengatasi pandemi bisa menjadi pelajaran banyak pihak.

"Hal yang benar untuk dilakukan adalah mempercayai sains dan pakar kesehatan masyarakat. Reaksi berlebihan lebih baik daripada tidak bereaksi," ujar dia.

Xifeng juga menyebut, rilis data klinis terkait penyakit yang tepat waktu kepada publik dan Organisasi Kesehataan Dunia (WHO) telah membantu banyak orang di seluruh dunia untuk bersiap menghadapi Covid-19.

"Sekarang kita tahu lebih dari 40.000 kasus di China bahwa 80 persen dari pasien yang terinfeksi Covid-19 tidak memerlukan intervensi medis, sementara 20 persen lainnya memerlukan perawatan dan perawatan medis," paparnya.

Baca juga: Seperti Ini Media-media Asing Beritakan Meninggalnya Pasien Covid-19 di Indonesia

Sedangkan Michal Caspi Tal, PhD, Instruktur di Stanford Medical School mengatakan, virus corona tidak akan menjadi kiamat zombie dan kepanikan tidak akan benar-benar membantu.

"Namun yang kita butuhkan adalah respons peringatan yang mengurangi penyebaran. Bekerja dari rumah dan menghindari pertemuan besar adalah respons yang sangat tepat," ungkapnya di Universitas Stanford, 9 Maret 2020.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil Terjadi di Pasuruan, 3 Orang Meninggal Dunia

Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil Terjadi di Pasuruan, 3 Orang Meninggal Dunia

Tren
Kisah Pemuda China, Rela Hidup Hemat demi Pacar tapi Berakhir Tragis

Kisah Pemuda China, Rela Hidup Hemat demi Pacar tapi Berakhir Tragis

Tren
6 Alasan Mengapa Anjing Peliharaan Menatap Pemiliknya, Apa Saja?

6 Alasan Mengapa Anjing Peliharaan Menatap Pemiliknya, Apa Saja?

Tren
Pacitan Diguncang Gempa M 5,0 Selasa Pagi, Ini Wilayah yang Merasakannya

Pacitan Diguncang Gempa M 5,0 Selasa Pagi, Ini Wilayah yang Merasakannya

Tren
Analisis Gempa Pacitan M 5,0 Selasa Pagi, Disebabkan Deformasi Batuan di Lempeng Indo-Australia

Analisis Gempa Pacitan M 5,0 Selasa Pagi, Disebabkan Deformasi Batuan di Lempeng Indo-Australia

Tren
Peneliti Ungkap Suara Makhluk Hidup Terbesar di Dunia yang Sudah Berumur 12.000 Tahun

Peneliti Ungkap Suara Makhluk Hidup Terbesar di Dunia yang Sudah Berumur 12.000 Tahun

Tren
Gempa M 5,0 Guncang Pacitan, Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 5,0 Guncang Pacitan, Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
6 Cara Intermittent Fasting, Metode Diet Isa Bajaj yang Berhasil Turun Berat Badan 12 Kg

6 Cara Intermittent Fasting, Metode Diet Isa Bajaj yang Berhasil Turun Berat Badan 12 Kg

Tren
Sidang SYL: Beli Kado dan Renovasi Rumah Pribadi dari Uang Kementan

Sidang SYL: Beli Kado dan Renovasi Rumah Pribadi dari Uang Kementan

Tren
Rincian Formasi CPNS Sekolah Kedinasan 2024, STAN Terbanyak

Rincian Formasi CPNS Sekolah Kedinasan 2024, STAN Terbanyak

Tren
Pertandingan Indonesia Vs Guinea Disiarkan di RCTI, Kick Off 20.00 WIB

Pertandingan Indonesia Vs Guinea Disiarkan di RCTI, Kick Off 20.00 WIB

Tren
Berawal dari Cabut Gigi, Perempuan Ini Alami Infeksi Mulut hingga Meninggal Dunia

Berawal dari Cabut Gigi, Perempuan Ini Alami Infeksi Mulut hingga Meninggal Dunia

Tren
Ramai soal Kepribadian Kucing Ditentukan oleh Warna Bulunya, Pakar: Tidak Selalu Kucing 'Oren' Barbar

Ramai soal Kepribadian Kucing Ditentukan oleh Warna Bulunya, Pakar: Tidak Selalu Kucing "Oren" Barbar

Tren
8 Suplemen untuk Meningkatkan Kekebalan Tubuh

8 Suplemen untuk Meningkatkan Kekebalan Tubuh

Tren
Profil Sadiq Khan, Anak Imigran Pakistan yang Sukses Jadi Wali Kota London Tiga Periode

Profil Sadiq Khan, Anak Imigran Pakistan yang Sukses Jadi Wali Kota London Tiga Periode

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com