Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Bullying yang Diduga Menjadi Penyebab Siswi di Jaktim Loncat dari Lantai 4 Sekolahan

Kompas.com - 18/01/2020, 18:45 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Seorang siswi berusia 14 tahun meninggal dunia usai melompat dari lantai 4 sekolahnya di Ciracas, Jakarta Timur, Selasa (14/1/2020) sore.

Sejauh ini, pihak kepolisian belum bisa menyimpulkan soal motif yang mendorong siswi itu melompat dari gedung sekolahnya.

Rumor yang beredar, siswi berusia 14 tahun tersebut nekat mengakhiri hidupnya karena kerap di-bully di sekolahnya.

Kendati demikian, pihak sekolahan membantah siswi tersebut memilih mengakhiri hidupnya lantaran menjadi korban bullying.

Bullying dan depresi

Psikolog Forensik Klinis Adityana Kasandra Putranto menjelaskan pada dasarnya bullying adalah segala tindakan yang memberikan atau menimbulkan rasa tidak nyaman, malu, tertekan, sedih, kecewa, dan kehilangan harga diri.

Di lain pihak, masalah bunuh diri juga sering terkait dengan indikasi depresi. Gangguan depresi seringkali tidak terdeteksi, baik oleh orang terdekatnya, baik di lingkungan keluarga maupun di sekolah.

Demikian alasan mengapa depresi sering disebut sebagai silent killer.

Baca juga: Mengenal Beda Depresi dan Kesedihan

Indikasi depresi ditandai dengan:

  • perubahan mood yang menurun
  • kehilangan motivasi berinteraksi atau berkegiatan
  • sebagian ada yang sulit tidur dan kehilangan napsu makan.

"Dengan kondisi ini saya mengimbau agar keluarga dan sekolah secara periodik melakukan psychological cek up terhadap siswanya demi menghindarkan hal-hal semacam ini," tuturnya saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (18/01/2020).

Mengenai sekolah yang menyangkal adanya bullying, pihaknya meminta agar sekolah melakukan instrospeksi terlebih dahulu sebelum secara lantang menyatakan tidak adanya bullying.

Perlu dilakukan otopsi psikologis

Kasandra menyarankan untuk diadakan otopsi psikologis terhadap korban.

"Jadi tidak semata-mata dibuktikan dengan ada atau tidaknya perilaku tersebut karena setiap orang bisa saja mengatakan bahwa dia tidak melakukan bully," katanya.

Menurutnya otopsi psikologis bisa dan sering digunakan di Indonesia untuk mengetahui penyebab utama dari tindakan bunuh diri.

Otopsi psikologis sudah banyak dilakukan oleh psikolog forensik, bahkan itu menjadi salah satu kompetensi utama untuk menjadi seorang psikolog forensik.

"Yang pasti penyebab utama memang ada masalah psikologis, tapi pasti ada pemicunya," katanya lagi.

Baca juga: Sulli, Depresi dan Kiat Mengatasinya...

Sistem Anti Bullying

Kasandra menjelaskan sistem anti bullying adalah suatu sistem yang terstruktur, melibatkan kegiatan-kegiatan preventif berupa sosialiasi secara rutin.

Ada juga prosedur penanganan bullying ketika ada indikasi siswa mengalami atau merasakan hal yang tidak menyenangkan.

Ada alat ukur semacam inventori untuk mengetahui seberapa jauh ada potensi bullying.

Biasanya sekolah bekerja sama dengan psikolog untuk membuat sistem tersebut.

Tapi di masa sekarang selain tatap muka langsung, sistem tersebut juga bisa dijalankan secara online.

Bullying seringkali tidak disadari dan tidak terdeteksi terutama ketika sekolah tidak memiliki sistem anti bullying.

"Dari pengamatan saya, sekolah yang langsung menyatakan bahwa tidak ada bullying di sekolah sebenarnya tidak memiliki sistem anti bullying," kata Kasandra.

Baca juga: Cegah Depresi dengan Menulis

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com