Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mimpi Buruk Pemanasan Global (2): Diracun di Udara dan Lautan

Kompas.com - 08/12/2019, 18:45 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

Butuh waktu lebih dari 400 tahun agar plastik bisa terurai. Plastik yang tak terurai, hancur menjadi partikel-partikel kecil yang tak kasat mata. Di dalam ruangan, partikel ini lebih banyak ditemukan dan lebih mudah dihirup.

Penelitian berjudul Production, use, and fate of all plastic ever made yang diterbitkan di jurnal Science Advances pada akhir 2018 mengungkap, plastik diproduksi masif selama enam dekade terakhir.

Jumlahnya kira-kira mencapai 8,3 miliar metrik ton. Sayangnya, hanya sembilan persen yang didaur ulang.

Sisanya, 6,3 miliar metrik ton berakhir menjadi sampah. Dari besaran itu, sebanyak 79 persen terkumpul di lahan atau daratan yang akan terbawa ke laut.

Baca juga: Saat Sampah Plastik Membunuh Binatang dan Mencemari Lautan Dunia...

Belum dipastikan dampak kesehatan dari mikroplastik dalam tubuh. Namun produksi plastik yang masif, mengancam iklim kita. Produksi plastik secara langsung menyumbang emisi yang memanaskan bumi.

Penelitian berjudul Strategies to reduce the global carbon footprint of plastics yang diterbitkan di jurnal Nature Climate Change pada April 2019 lalu menyebut seluruh plastik diproduksi dengan bahan bakar fosil.

Emisi yang dihasilkan pada 2015 saja, mencapai 1,7 miliar metrik ton. Setiap dekade, produksi plastik meningkat dua kali lipat.

Dengan hitungan itu, pada 2050 emisi karbon bisa mencapai 6,5 miliar ton atau 15 persen lebih dari batas karbon global.

Baca juga: Nike Berkomitmen untuk Bebas Karbon dan Limbah

Lautan rusak

Di lautan, plastik ini mengancam para penghuni lautan dan burung yang mengandalkan hidup darinya.

Sudah cukup sering kita lihat sedotan tersangkut di saluran pernapasan penyu. Atau perut paus terdampar yang berisi kantong kresek.

Di Samudera Pasifik, ada "the Great Pacific garbage patch". Sampah plastik yang mengambang seperti pulau, yang luasnya sama dengan Rusia.

Saat ini, Indonesia menjadi merupakan negara penyumbang sampah plastik ke lautan terbesar kedua di dunia.

Percaya atau tidak, seperempat ikan yang dijual di Indonesia dan California mengandung plasik. Di Eropa, para penggemar kerang menelan sekitar 11.000 potong plastik setiap tahunnya.

Baca juga: Riset: Air Leding Jakarta Terkontaminasi Plastik

Plastik ditemukan di dalam garam, madu, hingga bir. Di Jakarta, studi dari University of Minnesota menunjukkan sebagian besar air leding terkontaminasi plastik.

Lebih malang lagi para burung laut. Sebuah penelitian menemukan 225 buah plastik di perut burung laut berusia tiga bulan yang baru terbang. Beratnya mencapai 10 persen dari berat badannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com