“Ada satu yang menurut saya sangat menarik, ketika tersebar pesan melalui WhatsApp tentang pembunuhan sekelompok orang. Pesan itu kemudian membuat masyarakat beramai-ramai melakukan kekerasan untuk melawan pihak yang dimaksud sebagai pembunuh dalam pesan yang tersebar, itu sangat mengerikan,” ujar dia.
Sementara itu, fact-checker asal Nigeria, Oluwatosin Alagbe, mengungkapkan, konten hoaks yang menyebar di negaranya cukup kompleks.
“Banyak kabar bohong yang itu berbicara tentang campuran isu antara agama, kesukuan, dan politik,” kata Alagbe.
Menurut dia, informasi itu menyebar melalui media sosial maupun aplikasi percakapan.
Adapun cara yang digunakan untuk mengecek kebenaran suatu informasi, apakah hoaks, atau bukan, dari berbagai negara relatif sama, yakni menggunakan berbagai tools seperti Google Image Reverse, Google Maps, data, dan mengonfirmasi ke pihak-pihak terkait/berwenang.
Menurut Alagbe, dari pertemuan ini, ia bisa bertemu secara langsung dengan tim Facebook sehingga bisa berdiskusi mengenai berbagai hal terkait upaya melawan hoaks.
Fact-checker asal Vera Files, Filipina, Celine Isabelle Samson dan Ellen Tordesillas, mengungkapkan, informasi hoaks yang beredar di negaranya cukup beragam.
Tak hanya soal politik, tetapi juga selebriti dan disinformasi seputar kesehatan.
Celine menyebutkan, lembaganya melakukan verifikasi atas berbagai informasi tersebut, terutama klaim politisi atas sejumlah hal.
Menurut dia, verifikasi klaim politisi penting dilakukan agar masyarakat mendapatkan informasi yang benar.
"Tidak hanya itu, kami juga memverfikasi informasi viral soal kesehatan, sosial, selebriti. Kerja cek fakta yang sama juga ternyata dilakukan di banyak negara," kata Celine.
Ia mengatakan, dari pertemuan sesama pemeriksa fakta ini, ia mendapatkan wawasan mengenai berbagai kerja yang dilakukan di negara lainnya.
Sementara itu, Ketua Mafindo Septiawan Aji Nugroho, mengatakan, pertemuan pertama yang mempertemukan puluhan organisasi periksa fakta dari berbagai negara ini mendorong peningkatan kapasitas kerja cek fakta di masing-masing negara.
Selain berbagi pengalaman, para peserta juga mendapatkan wawasan mengenai penggunaan berbagai tools yang mendukung kerja cek fakta.
"Peningkatan usability Crowdtangle adalah salah satu hal penting bagi fact-checker untuk lebih mudah menggali informasi di Facebook. Kami menilai ada beberapa peningkatan yang diharapkan bisa membantu fact-checker melakukan tugasnya untuk debunking," kata Aji.