Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Terbaru: Dampak Iklim karena Kerusakan Hutan 600 Persen Lebih Parah dari Perkiraan

Kompas.com - 02/11/2019, 07:03 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa jumlah karbon yang dilepaskan akibat hilangnya hutan tropis adalah 626 persen lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.

Umumnya, ketika para ilmuwan mengukur emisi karbon yang dilepaskan oleh hutan, mereka akan melihat adanya deforestasi.

Namun, dalam temuan terbaru yang dipublikasikan pada jurnal Science Advances, banyak hutan rusak karena beberapa penyebab yang belum pernah diperhitungkan.

Dikutip dari Independent, penebangan selektif yang merusak kesehatan hutan dan hilangnya hewan liar dari perburuan termasuk di antara penyebab kerusakan hutan.

Para ilmuwan juga mencermati jumlah karbon jika hutan terus berkurang.

"Kami mencermati area hutan yang terlewatkan ketika orang melihat hutan dalam hal perubahan iklim," kata Dr Tom Evans dari Wildlife Conservation Society (WCS).

Sebanyak 48 juta hektar dari total 549 juta hektar hutan tropis di dunia mengalami kerusakan antara tahun 2000 dan 2013.

Baca juga: Kebakaran Hutan Bercampur Angin, California Umumkan Keadaan Darurat

Dari 549 juta hektar tersebut, 20 persennya termasuk dalam hutan utuh (intact forest), yaitu hutan yang tak terjamah manusia.

Namun, hutan tersebut menyumbang 40 persen karbon yang ditemukan di semua hutan tropis.

Satu hal yang menjadi perhatian para ilmuwan adalah edge effect atau efek tepian.

Efek tepian adalah ketika hutan terfragmentasi, maka lebih banyak pohon yang terpapar ke tepi.

Wilayah tepi tersebut memiliki lebih sedikit perlindungan dari angin besar, kekeringan, dan kebakaran dari lahan pertanian.

"Sejumlah tekanan menyebar melalui area tepi tersebut. Hal itu diketahui dapat mengurangi jumlah karbon yang dapat dimiliki hutan. Pada akhirnya, Anda hanya memiliki tiga perangkat dari karbon yang Anda miliki sebelumnya," kata Dr Evans.

Salah satu bentuk tekanan yang memiliki dampak signifikan adalah hilangnya hewan liar dari perburuan.

"Banyak spesies pohon yang kaya akan bergantung pada hewan untuk penyebaran benih. Mereka memiliki benih besar sehingga membutuhkan hewan besar untuk menyebarnya," kata Dr Evans.

Baca juga: Saat Aktivis Greenpeace Protes Kebakaran Hutan dengan Panjat Patung

"Namun, pemburu secara khusus justru mengambil hewan-hewan besar. Di daerah yang terfragmentasi, populasi gajah, tapir, dan monyet semua diburu," lanjut dia.

Akibatnya, pohon-pohon besar pun semakin berkurang.

Artinya, lebih sedikit karbon yang bisa ditahan di bawah atap rumah.

Dalam studi tersebut, tekanan utama lainnya adalah penebangan selektif, yaitu ketika kayu bernilai tinggi diambil dari hutan tanpa penggundulan area.

Para ilmuwan melakukan riset tersebut dengan melihat peta yang menunjukkan perubahan pada hutan dunia.

Mereka juga meninjau literatur-literatur tentang perubahan ini dan memeriksa dampak karbon yang dimilikinya.

Para peneliti sering mengabaikan proses ini untuk memastikan riset mereka berada pada sisi yang aman.

Dr Evans mengatakan, 90 persen dari informasi tersebut ada pada domain publik, tapi tak pernah disatukan dengan benar.

Sementara itu, peneliti utama dari WCS dan University of Queensland, Sean Maxwell mengatakan, hasil penelitiannya mengungkapkan, perusakan hutan tropis yang masih utuh adalah bom waktu untuk emisi karbon.

"Ada kebutuhan mendesak untuk melindungi lanskap ini karena mereka memainkan peran yang sangat diperlukan dalam menstabilkan iklim," kata Sean.

Studi tersebut merupakan studi terbaru untuk menunjukkan bahwa emisi harus dikurangi secara global jika tujuan perbaikan iklim ingin dicapai.

"Riset kami mengungkapkan bahwa sumber tambahan emisi karbon saat ini tidak diperhitungkan oleh pemerintah nasional, karena mereka tidak diharuskan secara hukum untuk mempertimbangkannya," kata asisten peneliti Dr Alexandra Morel dari Zoological Society of London.

Menurut dia, pemantauan hutan-hutan utuh (intact forest) selama satu dekade terakhir menunjukkan berkurangnya eksistensi hutan itu secara cepat.

Hal ini mengindikasikan bahwa tanpa perhatian yang lebih besar, sumber emisi yang tak terhitung akan terus tumbuh.

PBB telah menjalankan program Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) yang memungkinkan negara berkembang menerima keuangan untuk meningkatkan stok karbon.

REDD+ mencakup dukungan untuk konservasi hutan yang masih aman dan tak terancam rusak.

Namun, dukungan dan implementasi keungan baru-baru ini lebih berfokus pada area dengan laju deforestasi tinggi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Tren
Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Tren
Saya Bukan Otak

Saya Bukan Otak

Tren
Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Tren
Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Tren
8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

Tren
Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Tren
Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Tren
7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

Tren
Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU 'Self Service', Bagaimana Solusinya?

Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU "Self Service", Bagaimana Solusinya?

Tren
Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Tren
Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Tren
6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

Tren
BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

Tren
7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com