KOMPAS.com – Sebuah video menampilkan seorang anak yang menangis dan berteriak hingga memegang kepalanya saat diminta melafalkan angka dasar dalam bahasa Inggris oleh seorang perempuan dewasa.
Si anak menunjukkan respons yang demikian karena sang perempuan yang diduga adalah ibunya, memintanya untuk melafalkan “one, two, three, four, five, six” sambil menunjuk angka yang dimaksud.
Instruksi diberikan dengan menggunakan nada bicara yang tinggi.
Saat si anak melakukan kesalahan, si perempuan dewasa semakin menunjukkan emosinya dengan berteriak hingga si anak ketakutan dan menangis.
Baca juga: Tips Mencegah Kecanduan Gadget pada Anak
Dalam keterangan informasi yang beredar, hal seperti ini disebutkan dapat menyebabkan terbentuknya satu guratan di otak sang anak yang dapat memengaruhi caranya bertindak di masa yang akan datang.
Benarkah demikian?
Perlu diketahui, ketika mendengar teriakan, si anak sudah merekam teriakan, emosi, dan amarah yang diterimanya dari orang dewasa di lingkungan sekitarnya.
Mengajari anak dengan cara berteriak atau emosi, disebut tidak terbukti menyelesaikan masalah.
Sebaliknya, cara mendidik seperti itu hanya menimbulkan masalah lain, baik pada diri sang anak maupun orang dewasa yang mendidiknya.
Baca juga: Hari Pangan Sedunia, Ahli Gizi Harap Anak Tidak Diberi Makanan Kemasan
Psikolog Laelatus Shifa mengatakan, teriakan yang diterima oleh seorang anak dapat terekam dalam otaknya.
"Tapi memang kekerasan ataupun kenangan masa lalu yang negatif maupun positif akan terekam jelas oleh anak kita," kata Laelatus saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (19/10/2019).
Lebih jauh, teriakan itu bisa menyebabkan trauma pada diri si anak.
"Terkadang perlakuan kasar yang verbal yang diterima anak terus-menerus bisa menjadi trauma masa lalu dan memiliki akibat serius untuk kehidupan anak ke depannya," ujar Latus.
Dampak buruk juga akan didapatkan si anak selama masa pertumbuhannya.
"Karena kata-kata yang keluar itu bisa memengaruhi keyakinan anak tersebut tentang dirinya, harga diri anak tersebut," jelas dia.
Dikutip dari Healthline, suara yang tinggi akan membuat pesan yang disampaikan sulit diterima oleh seseorang, termasuk anak-anak.
Semakin tinggi nada suara yang disampaikan, akan menurunkan daya penerimaan si anak terhadap pesan yang ada.
Baca juga: Hari Anak Perempuan Internasional: Tak Tergoyahkan dan Tak Terhentikan
Berdasarkan penelitian, didikan orangtua terhadap anak yang menggunakan kekerasan dapat membuat anak semakin agresif baik secara fisik maupun verbal.
Terlepas dari apa pun, teriakan yang merupakan ekspresi dari kemarahan, ini membuat anak-anak merasa takut.
Apalagi jika teriakan itu disertai dengan kata-kata yang sifatnya menghina dapat menimbulkan efek jangka panjang seperti kecemasan, tingkat percaya diri yang rendah, dan peningkatan agresifitas.
Sebaliknya, menyampaikan dengan cara yang tenang dapat membuat anak merasa dicintai dan diterima atas segala sikap buruk yang dimilikinya.
Seorang psikiater di Harvard Medical School, Joseph Shrand, Ph.D, mengatakan, seorang anak akan semakin tidak mendengarkan apabila diberi tahu dengan cara berteriak.
Suara yang tinggi ini dapat mengaktifkan sistem limbik dalam otak mereka.
Sistem ini berfungsi mengatur respons otak terhadap stimulus yang diterima.
Dilansir dari Web MD, respons itu bisa berupa perlawanan, atau menjauh dan lari dari sumber yang memberikan stimulus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.