Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kalau Kritik Ditangani dengan Kekerasan, Itu Bukan Jawaban..."

Kompas.com - 28/09/2019, 10:25 WIB
Retia Kartika Dewi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Demokrasi di era media sosial, seperti yang dirasakan hari ini, membuat masyarakat seharusnya bisa dengan bebas mencurahkan kritik, jika dirasa ada kebijakan negara yang kurang pas bagi kemaslahatan masyarakat.

Namun, berkaca dari kasus penangkapan jurnalis Dandy Dwi Laksono dan mantan jurnalis Tempo Ananda Badudu (saat ini keduanya telah dibebaskan, Dandhy masih tersangka) perihal kritik dan penggalangan dana yang dilakukan di media sosial, apakah membuat demokrasi di era media sosial terasa dibelenggu?

Pengamat politik Dodi Ambardi mengungkapkan bahwa kritik dan tuntutan yang dilakukan masyarakat merupakan hal yang normal dalam demokrasi.

Meskipun upaya penyampaian kritik atau tuntutan tersebut disampaikan dalam bentuk demonstrasi.

"Ya, karena demokrasi intinya adalah penghormatan atas hak warga negara untuk melakukan semua itu dalam proses politik," ujar Dodi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (27/9/2019).

Menurutnya, prinsip tersebut berlaku kapan pun, ada atau tidaknya media sosial.

"Jadi, kalau kritik ditangani dengan kekerasan dan penangkapan, itu bukan jawaban yang pas," kata dia.

Adapun persoalan yang terjadi adalah bagaimana masyarakat mem-frame, apakah ungkapan tersebut termasuk krtik atau hinaan.

Penggolongan inilah yang sering dirasakan semu atau kabur.

Baca juga: Ditangkap Polisi karena Galang Dana untuk Aksi Mahasiswa, Siapakah Ananda Badudu?

Batasan dan mekanisme hukum

Selain itu, Dodi menjelaskan bahwa sebagian permasalahan bisa diselesaikan dengan mekanisme hukum, hanya saja sampai saat ini batasan dan mekanisme hukum itu belum disepakati oleh semua.

"Pemerintah dan para aktivis berbeda pandangan tentang batas dan definisi penghinaan," ujar Dodi.

Ia juga menyampaikan bahwa kontroversi RKUHP salah satunya berpusat pada pengertian dan batasan penghinaan.

Sementara, dalam era media sosial, peran media sosial sesungguhnya memiliki fungsi melebarkan ruang ekspresi bagi publik untuk menyuarakan tuntutannya.

Namun, di saat yang sama, selain membuka ruang ekspresi, media sosial juga menjadi tempat tersebarnya disinformasi dan gelanggang penghinaan.

Menurutnya, pada urusan disinformasi dan penghinaan inilah yang perlu ditangani, bukan tindakan penangkapan yang memicu perlawanan.

"Tapi tidak dengan penangkapan-penangkapan, yang di situasi sekarang malah justru mengubah tuntutan politik menjadi perlawanan," kata dia.

Baca juga: Dituding Menebarkan Kebencian, Berikut Profil Dandhy Dwi Laksono...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Tren
Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Tren
Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Tren
Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com