Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menaikkan Level Keselamatan Penyeberangan di Selat Sunda

Kebakaran tersebut tidak sampai menimbulkan korban jiwa. Namun peristiwa itu menimbulkan kerugian materi dan horor bagi para penumpang. Kapal-kapal di sekitar lokasi dikerahkan untuk membantu. Pengelola pelabuhan akhirnya mampu memobiliasi penanganan dan mengontrol masalahnya.

Namun, di balik itu semua ada sesuatu yang perlu didalami yaitu terkait penyebab kebakaran. Hal itu perlu untuk dijadikan sebagai acuan mencegah kejadian serupa terulang di masa depan. Apa lagi, penyeberangan di Selat Sunda merupakan salahsatu penyeberangan terpadat di Asia.

Belajar dari kasus yang pernah terjadi, jika ada kebakaran kapal penyeberangan di Selat Sunda, setidaknya ada dua penyebab utama. Pertama, adanya ceceran benda mudah terbakar berkombinasi dengan api mesin atau rokok penumpang yang menyulut kebakaran kapal.

Kedua, adanya kendaraan yang terbakar akibat menyalakan mesin saat di dalam kapal dan menyebabkan panas atau kebocoran bakan bakar yang kemudian menyulut kebakaran hebat. Untuk poin ini, kebijakan pemerintah sudah sangat jelas yaitu melarang semua jenis kendaraan menyalakan mesin di atas kapal. Semua kendaraan arus dalam kondisi mati saat ada di kapal.

Namun seperti biasa, kadang-kadang petugas lengah karena sudah lama tidak ada kejadian seperti yang dikhawatirkan. Penegakan peraturan pun melemah. Petugas di lapangan menjadi abai karena melihat bahwa tidak ada “resiko” kebakaran dari menyalanya mesin kendaraan.

Seorang kapten kapal pernah menceritakan kekhawatirannya dengan adanya fenomena kendaraan yang naik ke kapal dan saat kapal berlayar, mesin kendaraan itu justru dinyalakan. Padahal mereka sudah mengisi penuh tanki bahan bakarnya kendaraannya. Dalam kondisi seperti itu, ketika ada kebakaran akan menjadi sangat sulit untuk memadamkannya.

Abainya petugas ini sangat beresiko. Salah satu faktor yang membuat penyeberangan aman atau tidak adalah ketertiban para petugas penyeberangan dalam menjalankan prosedur yang sudah ditetapkan.

Petugas harus memastikan semua kendaraan mesinnya mati saat di dalam kapal (di gladak dan lambung kapal). Kondisi kapal juga bersih dan rapi pada bagian mesin (lambung) dan gladak sehingga tidak ada potensi penyulut terjadinya kebakaran.

Petugas harus memastikan perawatan kapal (docking) secara berkala yang dilakukan untuk menjamin kapal selalu dalam kondisi baik sehingga bisa menjalankan SPM (standar pelayanan minimal) penyeberangan. Catatan lainnya adalah tidak ada penumpang yang merokok.

Saya merupakan salah satu pengguna setia penyeberangan Selat Sunda. Untuk kegiatan pekerjaan, sejak 2012 saya hampir setiap minggu menyeberangi Selat Sunda. Selama beberapa tahun terakhir, di sana sudah ada dua jenis dermaga yaitu dermaga eksekutif dan dermaga reguler.

Di dermaga eksekutif, dermaga dan kapal dikelola oleh PT ASDP. Sementara di dermaga reguler, pengelolaan dermaga oleh PT ASDP bersama Kemenhub, dan kapal-kapal yang beroperasi milik berbagai perusahaan atau badan usaha swasta.

Konon, jumlah kapal di penyeberangan ini sudah berlebih.  Namun, bagaimana menertibkannya dan membatasi penyeberangannya, ini juga tidak mudah.

Sebab, pada momen tertentu, dan jika kita forecasting kebutuhan masa depan, maka jumlah dermaga dan kapal harus terus ditambah karena jumlah penyeberang juga akan terus meningkat (orang, kendaraan dan logistik). Jadi ada banyak pihak yang berinvestasi jangka panjang pada kapal di Selat Sunda.

Penegakan Aturan Masih Jadi Perhatian

Untuk mengatasi masalah keselamatan penyeberangan, Peraturan Kemenhub PM 62/2019 sudah sangat jelas. Semua kendaraan dilarang untuk menyalakan mesin demi kepentingan apapun. Sebab, hal itu menjadi penyebab utama terjadinya kebakaran pada kapal, seperti yang terjadi sebelum-sebelumnya.

Hal lain adalah perawatan rutin kapal yang harus dilakukan dengan tertib dan lolos uji kelayakan penyeberangan oleh petugas kesyahbandaran.

Namun, tantangannya ada pada petugas di lapangan. Di kapal, petugas kapal seringkali seperti “terlobi” oleh pemilik kendaraan (terutama bus/angkutan umum) agar diizinkan untuk menyalakan mesin kendaraan demi memberikan kenyamanan kepada penumpang bus yang tidak turun.

Padahal sangat jelas aturannya, bus harus mematikan mesin dan semua penumpang harus naik ke ruangan penumpang di dalam kapal.

Terlobi di sini bisa diartikan secara harfiah tetapi bisa juga diartikan segan menegur jika ada mobil pribadi mewah yang menyalakan mesin.

Secara bersamaan memang seharusnya ada standar pelayanan di dalam kapal yang juga dijadikan syarat pengoperasian kapal. Sebab jika kondisi ruangan penumpang tidak senyaman di kendaraan (bus atau mobil pribadi), sudah pasti penumpang akan terpancing untuk tinggal di kendaraannya dan menyalakan mesin kendaraan.

Bus di lambung kapal yang menyalakan mesin saat kapal berlayar jauh lebih bahaya dari pada mobil pribadi menyalakan mesin di gladak. Sebab ruangan parkir kendaraan di lambung kapal cukup panas/pengab. Jika ada bus yang menyalakan mesin, asapnya akan menyesakkan dan menyebabkan udara semakin panas.

Belum lagi pada bagian ini ada ruangan mesin kapal yang tentu sangat panas dan rentan terbakar/meledak.

Di kapal-kapal tertentu juga sering ditemukan drum solar/oli yang diletakkan di lambung kapal. Saya tidak tahu tujuannya. Apapun alasannya, hal ini sangat beresiko.

Sejumlah Saran

Ada beberapa hal yang harus dilakukan pemerintah untuk mencegah terjadinya masalah serupa berulang dan secara bersamaan menertibkan pelaksanaan peraturan di lapangan. Namun tentu saja dengan sudut pandang bahwa aturan yang ada saat ini sangatlah memadai untuk mencegah terjadinya masalah keselamatan penyeberangan, terutama jika mengacu pada Permenhub 62 Tahun 2019 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Penyeberangan.

Namun kita tahu, selalu saja ada celah dalam pelaksanaannya. Celah ini yang saya kira perlu ditutupi oleh pemerintah.

Pertama, petugas Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) harus mengecek kelayakan kapal beroperasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang dibuktikan dengan foto pengecekan yang diunggah pada check list pemeriksaan online.

Jika mekanisme ini masih belum ada, ke depannya perlu disiapkan. Hal ini dilakukan untuk memastikan apakah petugas mengecek betul kelayakan kapal menyeberang atau tidak.

Kedua, pemilik kapal harus melakukan pemeliharaan kapal secara berkala dan buktinya harus otentik dan dicek kebenarannya oleh petugas.

Ketiga, operator kapal harus memastikan seluruh variabel keamanan penyeberangan sesuai prosedur dan tetap dijalankan selama dalam perjalanan penyeberangan. Bagian ini ada pada kewenangan dan tanggung jawab kapten kapal dan petugas di kapal.

Aparat pemerintah akan sulit memantau saat kapal sudah berlayar. Hal itu sepenuhnya tanggungjawab kapten, misalnya ada kendaraan yang menyalakan mesin saat kapal berlayar.

Keempat, jika ada pelanggaran keselamatan, harus ada prosedur tetap pemberian sanksi bagi pelanggar baik di level pengguna, regulator (KSOP), maupun di operator kapal sehingga semua bisa sangat peduli pada keselamatan penyeberangan.

Kelima, secara berkala, dua kali dalam setahun, Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) setempat (Banten dan Lampung) melakukan latihan simulasi atas penanganan keselamatan penyeberangan yang melibatkan semua pihak. Hal ini diperlukan agar penumpang, operator kapal, masyarakat sekitar pelabuhan, para nelayan dan kapal-kapal sekitar bisa memahami prosedur penanganan keselamatan jika ada persoalan seperti kebakaran, tabrakan, tsunami, cuaca buruk, angin topan/badai, gunung krakatau meletus, dan sebagainya.

Dengan demikian, prosur penanganan menjadi hal yang membudaya bagi semua pihak, bukan dianggap sebagai produr semata. Secara bersamaan ini juga akan menjadi alat kontrol apakah semua instrumen keselamatan di kapal dan di darat masih fungsional atau mengalami kerusakan/hilang. 

Semua pihak harus menjadikan peristiwa pada Sabtu lalu sebagai momentum untuk menyempurnakan penerapan keselamatan penyeberangan di Selat Sunda dan rute penyeberangan lainnya. Prosedur tetap dan teknis pelaksanannya harus diperketat dengan menyiapkan penguatan regulasi (jika diperlukan), penguatan organisasi dan kelengkapan kerjanya.

Dengan demikian, setiap pihak akan mampu menaikkan level keselamatan penyeberangan di Indonesia, terutama di Selat Sunda yang termasuk memiliki kesibukan penyeberangan terbesar di Asia. Jalur itu berada di jalur penting pelayaran internasional dan juga sangat rentan terkena bencana gunung meletus dengan berbagai imbasnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/05/08/124450965/menaikkan-level-keselamatan-penyeberangan-di-selat-sunda

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke