Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cerita Ika Permatasari-Olsen Puasa Sembari Berlayar, Sahur dan Buka di Dua Negara Berbeda

KOMPAS.com - Bulan suci Ramadhan menjadi salah satu momentum yang ditunggu umat Islam di seluruh dunia.

Pada bulan ini, Muslim wajib menjalani ibadah puasa dari terbit fajar hingga tenggelamnya Matahari.

Hal serupa juga dikerjakan oleh Ika Permatasari-Olsen, perempuan asal Surabaya yang telah hidup nomaden di atas kapal selama kurang lebih lima tahun.

Pengalaman beberapa kali melewati puasa Ramadhan sembari mengarungi lautan di sekitar Eropa, Ika menyampaikan tak ada beda signifikan antara bulan ini dengan bulan-bulan lain.

Menurut dia, puasa tak menghalanginya untuk berlayar. Hanya saja, berpuasa di tengah musim panas yang terik terkadang membuat dirinya lupa dan langsung meneguk segelas air.

"Nggak ada bedanya, kalau mau sailing (berlayar), sailing saja, cuma kadang lupa minum," cerita Ika, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (21/3/2023).

Untungnya, puasa tahun ini akan berlangsung selama musim semi. Bahkan, gumpalan salju putih masih ada hingga hawa pun terasa sejuk cenderung dingin.

Ika yang saat ini tengah berada di Yunani berkata, dia memiliki rencana berpuasa di tiga negara Eropa.

Dengan begitu, selama kurang lebih satu bulan, perempuan ini tak akan menghabiskan Ramadhan hanya di satu negara.

"Tahun ini (puasa) untuk minggu pertama mungkin di Yunani, terus minggu kedua di Norway (Norwegia), terus minggu ketiga di Italia, kayaknya," kata dia.

Namun, rencana tersebut tak menutup peluang Ika bersama suami berlayar ke negara lain.

"Tapi misalnya besok pengin pergi ke Italia, ya udah besok pergi ke Italia. (Jadi kalau begitu) Puasanya, tarawih besok ikut Italia," imbuhnya.

Sering sahur dan buka di negara berbeda

Hidup di atas kapal model Beneteau 57 2004 bernama North Eagle, membuat Ika memiliki pengalaman puasa tak biasa.

Tak jarang, perempuan ini mengawali dan mengakhiri puasa di dua negara berbeda. Kala itu, cerita Ika, dirinya melangsungkan sahur di Perancis, tetapi berbuka di Spanyol.

Namun untungnya, perbedaan waktu kedua negara Eropa ini tak begitu jauh, sehingga tak menjadi masalah berarti bagi Ika.

"Kalau di Perancis itu biasanya duluan untuk sahurnya, tapi di Spanyol buka puasanya mungkin 30-45 menit lebih lambat," ujarnya.

Permasalahan yang dicap ribet oleh Ika adalah saat North Eagle berada di tengah laut. Saat itu, yacht miliknya tengah menyeberang dari Norwegia ke Belanda.

Kebingungan pun melanda menjelang berbuka, kala harus menentukan waktu buka atau mengikuti durasi puasa negara mana.

"Jadinya aku ada di tengah-tengah laut. Ini jam berapa ya, sudah buka puasa belum? Aku buka puasanya ini ikut siapa? Karena berangkat dari Norway nggak lewat dalam dan kita pilih lewat luar, kita lewatin Denmark, ini kita buka puasanya ikut siapa," kenang Ika.

Namun akhirnya, perempuan yang sudah berlayar sejak 2018 ini pun memilih mengikuti waktu berbuka puasa di Norwegia.

Sebab, saat itu Ika sudah dari awal berniat untuk mengikuti durasi berpuasa di Norwegia.

Meski ada keringanan untuk traveller, Ika mengatakan bahwa selagi mampu dirinya akan berusaha untuk menjalankan ibadah puasa.

"Menurutku, selagi bisa dilakukan kenapa tidak, toh ujung-ujungnya harus bayar puasa. Jadi mending dilakukan, kalau sudah niat, kalau tidak ada apa-apa, kalau memang bisa dituntasin hari itu," terang Ika.

Ramadhan yang terkadang datang di musim berbeda pun mengharuskan istri Oyvind Olsen ini berpuasa dalam durasi berbeda pula.

Ika menceritakan, pengalaman berpuasa di Belanda mencapai 18-19 jam. Namun tahun ini, khusus di Oslo, ibu kota Norwegia, puasa akan berlangsung sekitar 15 jam.

"Terus untuk di Oslo sekarang ini, sahurnya jam 4, iftar (buka puasa) jam 6.42, (jadi sekitar) 15 jam," kata dia.

Sebuah keuntungan menurut Ika, lantaran Ramadhan kali ini tiba di musim semi. Selain cuaca tak panas, hal ini membuat malam cenderung lebih panjang daripada siang.

Berbeda saat musim panas, selain teriknya Matahari, dia bahkan pernah berpuasa selama nyaris 20 jam. Pengalaman inilah yang menurut dia paling berkesan.

"Dulu aku pernah puasa pas summer (musim panas). Kalau summer kan Matahari nggak tenggelam sama sekali. Kalau seperti itu, aku sampai tanya-tanya karena Mataharinya nggak tenggelam," cerita Ika.

"Karena waktu itu tenggelam pun dia nggak benar-benar tenggelam. Cuma beberapa derajat di atas horizon, habis itu dia naik lagi kalau pas midnight sun," lanjutnya.

Midnight sun atau Matahari tengah malam sendiri merupakan fenomena alam yang terjadi saat Matahari masih terlihat di tengah malam.

Fenomena langka ini hanya ada saat musim panas, di kawasan Lingkaran Arktik dan Lingkaran Antartika, seperti Norwegia, Islandia, Svalbard, Lapland, dan Greenland.

Kala itu, menurut Ika, Matahari hanya melandai tak sampai tenggelam, dan kembali naik. Jika dilihat dari atas gunung, Matahari tampak tinggi, merendah, dan naik kembali.

"Jadi kalau pas tengah malam itu kalau di Indonesia kayak jam 6 pagi. Kelihatan Matahari nggak seberapa tinggi, itu tengah malamnya kita. Jam 3 pagi sudah kayak jam 10-11 siang kalau di Indonesia," tuturnya.

Beberapa fatwa membolehkan untuk mengikuti durasi berpuasa di negara "normal". Namun, saat itu Ika mengaku belum tahu ada keringanan.

"Karena ketidaktahuanku jadi aku puasa 20 jam. Udah lemes banget ya ampun ini kapan buka puasanya. Pas akhirnya tenggelam, ya Allah akhirnya buka."

"Cuma karena perut nggak terisi selama satu hari jadi nggak bisa makan langsung banyak. Ya sudah makan sedikit sedikit, habis itu perutku sakit," cerita Ika.

Selama hampir empat hari, Ika mengikuti durasi puasa di Norwegia. Belum lagi, semakin lama, waktu siang justru semakin panjang.

"Kalau nggak salah waktu itu jadi 10-15 menit lebih panjang per hari. Jadi misalnya hari ini buka puasa jam 22.00, besok jam 22.10, besoknya lagi jam 22.30," ungkapnya.

Hingga begitu mengetahui ada keringanan, Ika memutuskan untuk mengikuti negara terdekat saat itu, Jerman, meski masih dirinya masih berada di Norwegia.

Tak ada persiapan khusus

Meski menjalani puasa di atas kapal, Ika mengaku tak ada persiapan khusus yang dilakukan. Satu hal yang berbeda di kapal hanyalah persediaan makanan.

Biasanya, Ika menyiapkan bahan pangan untuk makan tiga kali sehari. Namun selama puasa, dirinya hanya perlu menyiapkan dua kali makan, yakni untuk sahur dan berbuka.

Puasa juga tak membuat Ika menuruti segala keinginan untuk menyantap makanan-makanan tertentu.

"Terus masak paling karena aku cuma berdua, jadi nggak berlimpah. Karena kita kontrol diri biar nggak jadi food waste (sampah makanan)," katanya.

Jika ingin mengonsumsi makanan khas Indonesia seperti kolak, Ika juga melihat-lihat kembali bahan pangan tersedia yang bisa dia olah.

Jangan sampai hanya karena sebuah keinginan, dia berusaha mendatangkan bahan pangan yang tak ada di negara tempatnya menetap.

"Aku berusaha tidak seperti itu, karena polusi, tidak sustainable sama sekali," pungkasnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/03/24/101500965/cerita-ika-permatasari-olsen-puasa-sembari-berlayar-sahur-dan-buka-di-dua

Terkini Lainnya

Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Tren
Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Tren
Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Tren
Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Tren
Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni 'Atlantis yang Hilang' di Lepas Pantai Australia

Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni "Atlantis yang Hilang" di Lepas Pantai Australia

Tren
4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

Tren
Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Tren
Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Tren
8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

Tren
2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

Tren
Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Tren
Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Tren
Saya Bukan Otak

Saya Bukan Otak

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke