Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Akses NIK Bayar Tarif Rp 1.000, Siapa Saja yang Harus Membayar?

KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memberlakukan pengenaan tarif sebesar Rp 1.000 atas akses pemanfaatan data Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Tarif ini akan menjadi penerimaan negara dari sektor nonpajak atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

NIK memang menjadi identitas penduduk yang dimanfaatkan untuk seluruh pelayanan publik. Oleh karena itu ada banyak pihak yang perlu mengakses NIK ini untuk berbagai kepentingan administrasi dan hukum.

Akses NIK

Perlu diketahui, Kemendagri tidak memberikan akses NIK kepada sembarang pihak. Hanya lembaga berbadan hukum yang bisa mendapat izin untuk mengaksesnya.

Akses NIK ini biasanya dalam rangka untuk memverifikasi kebenaran data seseorang.

Jadi, lembaga pengguna sudah memiliki data NIK, Dukcapil hanya memberikan verifikasi data seseorang dengan notifikasi true or false (sesuai/tidak sesuai).

Akses data kependudukan ini juga tidak diberikan kepada perseorangan dengan alasan apa pun.

Dengan demikian, maka jelas akses NIK dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kemendagri hanya diberikan pada lembaga berbadan hukum yang sudah mengurus perizinan kepada pemerintah.

Meski data NIK bisa diakses oleh ribuan pihak lain, Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh menjamin keamanan data KTP yang sifatnya rahasia.

Pasalnya, sektor atau lembaga swasta yang memanfaatkan akses data kependudukan harus melalui berbagai tahapan juga persyaratan.

Di antaranya telah bekerja sama dengan Ditjen Dukcapil (MoU dan PKS), PoC sistem (Proof of Concept), menandatangani NDA (Non Disclosure Agreement), dan SPTJM (Surat Pertanggungjawaban Mutlak) untuk mematuhi kewajiban menjaga dan melindungi data.

"Serta tidak boleh memindahtangankan data walaupun sudah tidak bekerja sama atau dikenal dengan istilah zero data sharing policy. Para lembaga pengguna juga harus siap mengikuti ketentuan regulasi yang berlaku," ujarnya, dikutip dari laman Ditjen Dukcapil Kemendagri, Kamis (16/6/2022).

Siapa yang akan dikenai tarif akses NIK?

Zudan menjelaskan, lembaga yang akan dibebankan tarif akses NIK hanya lembaga sektor swasta yang sifatnya berorientasi pada laba.

"Contoh lembaga perbankan, asuransi, pasar modal, sekuritas," kata dia.

"Untuk kementerian/lembaga pemerintah, pemda, dan lembaga pelayanan publik seperti BPJS Kesehatan, RSUD semuanya tetap gratis," lanjut dia.

Hal ini mengingat lembaga-lembaga swasta itu memperoleh laba dari konsumennya atas akses NIK yang mereka dapatkan.

Jadi, negara mendukung agar tarif dikenakan guna menambah pundi-pundi PNBP.

Hal lain, mengingat tidak ada hak akses data kependudukan yang diberikan kepada pihak perorangan, maka tarif akses NIK ini pun tidak akan dibebankan pada perorangan.

"PNBP yang sedang dikerjakan dan direncanakan oleh pemerintah, khusus akses NIK ini tidak diperuntukkan bagi perseorangan, tidak diperuntukkan bagi pribadi. Yang boleh mengakses NIK hanya badan hukum Indonesia," papar Zudan dalam akun TikTok Zudan Arif Fakrulloh, Jumat (24/6/2022).

Dana yang terkumpul dari penerapan tarif akses NIK ini akan dimanfaatkan untuk mendukung perawatan dan pengembangan sistem Dukcapil agar tetap hidup.

"PNBP akan dimanfaatkan untuk perawatan dan peremajaan infrastruktur server dan storage Ditjen Dukcapil dalam melayani masyarakat dan lembaga pengguna," sebutnya.

Dengan pengenaan tarif ini, diharapkan sistem Dukcapil tetap terjaga sehingga pelayanan publik bisa terus berjalan optimal.

"Selain itu juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan akurasi data. Sebab, beban pelayanan makin bertambah. Jumlah penduduk dan jumlah lembaga pengguna yang dulu hanya 30 sekarang 5.010 lembaga yang sudah kerja sama, namun anggaran APBN terus turun," pungkasnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/06/29/060500865/akses-nik-bayar-tarif-rp-1.000-siapa-saja-yang-harus-membayar-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke