Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sudah Masuk Musim Kemarau, Mengapa Masih Kerap Turun Hujan?

KOMPAS.com - Secara umum, musim kemarau di Indonesia terjadi pada April-Oktober, sementara musim hujan pada Oktober-April.

Fakta di lapangan, hujan masih kerap turun di banyak daerah pada Mei ini.

Lantas apa yang terjadi, dan mengapa sudah masuk musim kemarau tetapi masih kerap turun hujan?

Analisis hujan pada musim kemarau

Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG Miming Saepudin mengatakan, awal musim kemarau di Indonesia cukup variarif.

Beberapa daerah memang sudah memasuki kemarau pada April, tetapi banyak daerah baru masuk kemarau pada Mei dan Juni.

"Seperti misal wilayah Jakarta Utara, sebagian Jakarta Barat, Jakarta Timur, Bekasi, dan Tengerang bagian utara itu mengalami awal musim hujan mulai Mei," kata Miming kepada Kompas.com, Senin (23/5/2022).

"Sedangkan wilayah lainnya di bagian selatan diprediksikan masuk di awal Juni," tambahnya.

Oleh karena itu, ia menyebut beberapa daerah masih mengalami periode peralihan atau pancaroba.

Dalam rincian prediksi yang dikeluarkan BMKG pada Maret 2022, dari total 342 zona musim di Indonesia, sebanyak 29,8 persen diprediksi mengawali musim kemarau pada April.

Zona yang mulai memasuki musim kemarau pada April adalah sebagian kawasan Nusa Tenggara, Bali, dan sebagian Jawa.

Kemudian sebanyak 22,8 persen wilayah akan memasuki kemarau pada Mei 2022 yang meliputi sebagian Bali, Jawa sebagian Sumatera, sebagian Kalimantan, Maluku, dan sebagian Papua.

Sementara itu, sebanyak 23,7 persen wilayah akan memasuki musim kemarau pada Juni 2022.

Wilayah-wilayah tersebut adalah Sumatera, sebagian Jawa, Kalimantan, Sulawesi, sebagian kecil Maluku, dan sebagian Papua.

Untuk 23,7 persne wilayah lainnya, awal musim kemarau tersebar pada Januari, Maret, Juli, Agustus, September, Oktober.

Selain itu, Miming mengatakan bahwa hujan yang kerap turun belakangan secara tak langsung akibat dari sirkulasi siklonik di Samudera Hindia sebelah barat Bengkulu.

Sirkulasi siklonik inilah yang membentuk daerah pertemuan atau perlambatan kecepatan angin (konvergensi) di Bengkulu.

"Daerah konvergensi lainnya memanjang di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, di Bengkulu, di Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, dari Maluku Utara hingga Papua Barat," jelas dia.

Miming menjelaskan, kondisi tersebut mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar wilayah sirkulasi siklonik.

Potensi hujan juga terjadi di sepanjang daerah konvergensi tersebut termasuk wilayah Jawa bagian barat.

Gelombang atmosfer Madden Julian Oscillation (MJO), Kelvin, dan Rosby yang ada di sekitar Sumatera Selatan, Lampung, Jawa bagian barat, Kalimantan, dan Maluku juga meningkatkan pertumbuhan awan hujan.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/05/24/083000065/sudah-masuk-musim-kemarau-mengapa-masih-kerap-turun-hujan-

Terkini Lainnya

Penjelasan UI soal UKT yang Mencapai Rp 161 Juta

Penjelasan UI soal UKT yang Mencapai Rp 161 Juta

Tren
Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Tren
Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Tren
Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Tren
Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Tren
Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Tren
Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Tren
Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Tren
Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Tren
Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni 'Atlantis yang Hilang' di Lepas Pantai Australia

Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni "Atlantis yang Hilang" di Lepas Pantai Australia

Tren
4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

Tren
Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Tren
Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Tren
8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

Tren
2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke