KOMPAS.com - Varian Omicron yang merupakan varian baru virus corona menjadi perhatian banyak negara.
Data awal menunjukkan bahwa Omicron dapat memiliki transmisibilitas yang lebih tinggi dan juga kemampuan yang lebih besar untuk menghindari respons imun yang dihasilkan, baik melalui infeksi sebelumnya atau melalui vaksin.
Varian ini pertama kali terdeteksi di Botswana dan diberi kode B.1.1.529.
Adapun jumlah mutasinya luar biasa tinggi, yakni 32 mutasi pada protein spike.
Apakah varian Omicron terdeteksi PCR?
Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 26 November 2021, beberapa laboratorium telah menunjukkan bahwa untuk satu tes PCR yang banyak digunakan, salah satu dari tiga gen target tidak terdeteksi atau disebut dropout gen S.
Oleh karena itu tes PCR dapat digunakan untuk mendeteksi adanya varian Omicron sambil menunggu hasil sequencing atau metode untuk mengetahui penyebaran mutasi Covid-19.
WHO mengungkapkan dengan menggunakan pendekatan ini, varian Omicron telah terdeteksi pada tingkat yang lebih cepat daripada lonjakan infeksi sebelumnya, menunjukkan bahwa varian ini mungkin memiliki keunggulan pertumbuhan.
Dengan adanya bukti-bukti tersebut, WHO pun menetapkan Omicron sebagai Variant of Concern (VOC) atau varian virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan peningkatan penularan dan kematian serta dapat memengaruhi efektivitas vaksin.
Sementara itu, melansir Indian Express, Rabu (1/12/2021), tes RT-PCR hanya dapat memastikan seseorang terinfeksi Covid-19 atau tidak.
RT-PCR tidak dirancang untuk menemukan varian tertentu yang telah menginfeksi orang tersebut. Untuk itu perlu dilakukan studi sekuensing genom.
Mengutip BBC, Rabu (1/12/2021), sejauh ini, di Afrika Selatan, kebanyakan orang yang terinfeksi masih muda dan gejalanya ringan.
WHO mengatakan, tidak ada bukti bahwa gejala Omicron berbeda dengan varian lainnya.
Itu berarti batuk, demam, dan kehilangan rasa atau penciuman masih merupakan tiga gejala utama yang harus diwaspadai.
Rumah sakit di Afrika Selatan melihat lebih banyak orang muda dirawat dengan gejala yang lebih serius. Tetapi banyak dari mereka yang tidak divaksinasi atau baru divaksinasi satu dosis.
Hal ini menunjukkan bahwa mendapatkan dua dosis dan dosis booster adalah cara yang baik untuk melindungi terhadap penyakit yang disebabkan oleh varian baru, serta semua varian lainnya.
Sementara itu Ketua Asosiasi Medis Afrika Selatan Dr Angelique Coetzee mengatakan bahwa dia mulai melihat pasien sekitar 18 November dengan “gejala yang tidak biasa” yang sedikit berbeda dari varian Delta.
“Ini sebenarnya dimulai dengan seorang pasien laki-laki yang berusia sekitar 33 tahun dan dia berkata kepada saya bahwa dia sangat lelah selama beberapa hari terakhir dan dia merasakan sakit dan nyeri di tubuhnya dengan sedikit sakit kepala," ujarnya, sebagaimana dikutip dari CNBC, 29 November 2021.
Pasien tidak mengalami sakit tenggorokan, katanya, tetapi lebih seperti “tenggorokan gatal” tetapi tidak batuk atau kehilangan rasa atau bau.
Coetzee mengatakan, dia menguji pasien laki-laki yang terinfeksi Covid-19 dan dia melihat lebih banyak pasien hari itu dengan gejala serupa.
WHO mengatakan akan membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk memahami bagaimana varian tersebut dapat memengaruhi diagnostik, terapi, dan vaksin.
Pengamatan awal Coetzee hanya didasarkan pada jumlah kasus yang sangat kecil dan para ahli mengkhawatirkan jumlah mutasi omicron yang besar.
Bukti awal menunjukkan strain memiliki peningkatan risiko infeksi ulang, menurut WHO.
https://www.kompas.com/tren/read/2021/12/02/203100665/bagaimana-gejala-terinfeksi-varian-omicron-dan-apakah-terdeteksi-pcr-