Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Penyerangan Mabes Polri dan Alasan di Balik Munculnya Aksi Teror...

KOMPAS.com - Aksi teror baru-baru ini kembali muncul di Indonesia. Kasus terbaru terjadi di Mabes Polri pada Rabu (31/3/2021).

Dalam video amatir dan rekaman CCTV yang disiarkan Kompas TV memperlihatkan terduga teroris berjalan dari arah pintu masuk pejalan kaki atau pintu belakang Mabes Polri yang memang untuk umum.

Menurut pemberitaan Kompas.com, (31/3/2021), dia melepaskan tembakan lalu polisi pun membalasnya hingga pelaku teror tersebut tewas di tempat.

Sebelumnya, sebuah ledakan terjadi di depan Gereja Katedral Makassar, Makassar, Sulawesi Selatan, pada 28 Maret 2021.

Pada akhirnya bom tersebut dinyatakan bom bunuh diri. Pasangan suami istri yang meledakkan bom meninggal di tempat.

Lantas, mengapa terorisme masih terjadi hingga kini?

Ketua Badan Penanggulangan Ekstrimisme dan Terorisme MUI yang juga Kaprodi Kajian Terorisme Muhammad Syauqillah menjelaskan, teroris yang muncul di Indonesia belakangan ini terdiri atas dua pola.

Pertama, berbentuk jaringan, seperti Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang satu rumpun dengan ISIS dan Jamaah Islamiyah (JI).

Selain itu ada juga yang menggunakan metode lone wolf atau yang bergerak sendiri.

"Kita lihat memang kondisi yang ada saya lihat serangan teror itu lebih banyak beberapa tahun belakangan selain metode jaringan teror juga menggunakan metode lone wolf," kata Syauqillah kepada Kompas.com, Kamis (1/4/2021).

Menurut dia terorisme masih bermunculan di Indonesia karena di hulu masih ada kelompok-kelompok yang memiliki ideologi tertentu, seperti takfiri, salafi, dan jihadi.

"Ada pemikiran bahwasanya aparat keamanan itu anshorut tagut dan pemerintah itu tagut," imbuhnya.

Tagut adalah setan yang disembah manusia. Sementara itu anshorut tagut adalah tentaranya.

"Selama dua pemikiran itu masih ada, menurut hemat saya masih ada kemungkinan terorisme di Indonesia," papar dia.

Selain itu, pihaknya juga menyoroti kasus lone wolf atau teroris yang bergerak secara individu dan tidak ada yang bisa dicegah serangannya.

Hal itu juga semakin menguatkan para teroris untuk bergerak.

"Setidaknya bisa memberikan pesan seperti kemarin. Saat lone wolf merencanakan teror tidak kelihatan karena pergerakannya sangat individual," tuturnya.

Sementara itu terkait dengan adanya aksi teror yang ditujukan kepada pihak kepolisian, pengamat teroris Harits Abu Ulya mengatakan hal itu dimungkinkan karena siklus dendam.

"Saya melihat ini spiral kekerasan dan teror, yang triger-nya bisa jadi hubungan timbal balik antar kawanan pelaku dengan target di masa sebelumnya," ujarnya kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu.

Roby Sugara, pengamat teroris dari UIN Jakarta menambahkan, aparat kepolisian kerap menjadi target aksi teror karena polisi dianggap sebagai musuh.

"Aparat keamanan, khususnya anggota Polri adalah penjaga terdepan dalam mempertahankan Undang-Undang di negara ini, yang mereka nilai thagut. Ibarat balon, maka yang bisa dipecahkan yang paling permukaan," ujarnya sebagaimana diberitakan Kompas.com (14/11/2019).

Oleh karena itu, pihaknya menyarankan tersedianya satuan anti teror sampai tingkat polsek atau juga memaksimalkan peran dan kerja sama antara babinkamtibmas polri dan babinsa TNI.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/04/02/123100465/penyerangan-mabes-polri-dan-alasan-di-balik-munculnya-aksi-teror-

Terkini Lainnya

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Tren
Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Tren
Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Tren
Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Tren
Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Tren
BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke