Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengapa Ada Hari Tanpa Bayangan? Ini Penjelasan BMKG

Mengapa disebut Hari Tanpa Bayangan?

Jawabannya, karena pada saat terjadi di suatu tempat, seluruh benda di permukaan bumi tampak tak memiliki bayangan. Fenomena ini juga dikenal dengan istilah kulminasi.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat perkiraan terjadinya Hari Tanpa Bayangan di Indonesia yang terjadi sepanjang 2021.

Koordinator Bidang Geofisika Potensial dan Tanda Waktu BMKG, Hendra Suwarta Suprihatin, menjelaskan, Hari Tanpa Bayangan adalah fenomena biasa yang terjadi setiap tahun.

"Hanya fenomena alam biasa yang menarik," kata Hendra, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (28/2/2021).

Mengapa bisa terjadi?

Saat kulminasi atau Hari Tanpa Bayangan, posisi matahari tepat berada di atas manusia atau benda lain di permukaan bumi.

Akibatnya, bayangan akan jatuh tegak lurus karena bertumpu pada benda itu sendiri. Orang-orang membahasakannya menjadi bayangan yang hilang atau tanpa bayangan.

Hendra menjelaskan, kulminasi terjadi akibat rotasi dan revolusi bumi.

"Karena rotasi dan revolusi bumi. Jadi perputaran bumi yang miring sekitar 23,5 derajat di Lintang Utara dan Lintang Selatan. Karena perbedaan itu sehingga di Indonesia semua daerah akan mengalami Kulminasi," kata Hendra.

Posisi matahari dari bumi akan terlihat terus berubah sepanjang tahun, antara 23,5 derajat Lintang Utara dan 23,5 derajat Lintang Selatan.

Durasi kulminasi pun hanya sebentar. Hendra menjelaskan, fenomena ini hanya bertahan antara 3 sampai 5 menit saja.

"Rata-rata 3 sampai 5 menit," kata dia.

Kejadian di belahan bumi lain

Hendra menjelaskan, Hari Tanpa Bayangan bisa saja terjadi di belahan bumi lain. Yang membedakan hanyalah waktu dan intensitas cahaya matahari di masing-masing wilayah.

"Di semua belahan bumi terjadi, hanya waktunya yang berbeda," kata dia.

Hari Tanpa Bayangan di negara atau belaha bumi lain, misalnya di Mekkah. Hendra mengatakan, salah satu manfaat kulminasi ialah menentukan arah kiblat.

"Contoh di luar negeri yang selalu digunakan oleh umat muslim Indonesia, untuk ukur arah kiblat secara alami adalah hari tanpa bayangan di Mekkah yang terjadi tiap tahun pada tgl 27 Mei dan 15 Juli," ujar Hendra.

Adapun untuk wilayah yang tidak pernah merasakan kulminasi, misalnya di kutub.

"Di kutub enggak mengalami, karena di sana juga Matahari enggak terlihat," kata Hendra.

Wilayah lain juga tidak dapat merasakan, jika saat jadwal kulminasi ternyata sinar matahari tak sampai ke permukaan bumi. Bisa karena diguyur hujan, salju, atau mendung.

Kulminasi di Indonesia

Indonesia berada di sekitar ekuator, atau garis lintang bumi pada not derajat. Saat kulminasi terjadi, matahari berada di khatulistiwa.

Hendra mengatakan, posisi ini membuat Indonesia mengalami Hari Tanpa Bayangan sebanyak dua kali dalam setahun di wilayah berbeda.

"Setiap tahun terjadi 2 kali. Di Indonesia karena beda lokasinya, itu kalau yang pertama sekitar bulan Februari, Maret, April. Kemudian nanti sekitar bulan Mei, Juni. Dua kali," jelas Hendra.

Fenomena ini menjadi bahan pengamatan BMKG sepanjang tahun. Seperti Hari Tanpa Bayangan yang baru-baru ini terjadi di DI Yogyakarta, Denpasar, dan Mataram.

"Kami BMKG sudah mengamati, seperti yang terjadi di Denpasar, Mataram juga begitu. Jadi benda gak ada bayangannya," imbuh Hendra.

Berikut kumpulan foto BMKG saat menangkap fenomena Hari Tanpa Bayangan di beberapa wilayah di Indonesia:

"Di Indonesia, semua wiayah harusnya mengalami. Kalau mau lihat lengkapnya ada di BMKG. Lengkaplah kota-kotanya," kata Hendra.

Adapun untuk melihat jadwal Hari Tanpa Bayangan di kota atau kabupaten masing-masing, dapat mengakses laman BMKG melalui tautan ini.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/02/28/193700465/mengapa-ada-hari-tanpa-bayangan-ini-penjelasan-bmkg

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke