KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan akan memberlakukan aturan terkait pajak pulsa kartu perdana, token listrik, dan voucher.
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021 dan berlaku mulai 1 Februari mendatang.
Dalam PMK Pasal 3, disebutkan bahwa ada beberapa jasa yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yaitu:
Sementara itu, Pasal 4 ayat (1) menjelaskan bahwa PPN juga dikenakan atas penyerahan barang kena pajak, berupa pulsa dan kartu perdana oleh beberapa pihak berikut:
Selengkapnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021 dapat dilihat di sini.
Besaran pungutan pajak
Atas penjualan pulsa dan kartu perdana oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua, maka dipungut PPh sesuai Pasal 22 yaitu sebesar 0,5 persen.
Angka itu diambil dari nilai yang ditagih oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua kepada penyelenggara distribusi selanjatnya.
Pajak tersebut juga berasal dari harga jual atas penjualan kepada pelanggan telekomunikasi secara langsung, sebagaimana dalam Pasal 18 ayat (2).
Jika yang dipungut PPh Pasal 22 tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka besarnya tarif pemungutan lebih tinggi 100 persen dari tarif yang tertera dalam ayat (2).
Untuk diketahui, pemungutan PPh Pasal 22 tersebut bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan bagi wajib pajak yang dipungut.
Penjelasan Kemenkeu
Melalui akun Instagram-nya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pungutan pajak tersebut sudah berlaku sebelumnya.
Pihaknya membantah bahwa hal itu akan memengaruhi harga pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucher.
"Ketentuan tersebut TIDAK BERPENGARUH TERHADAP HARGA PULSA/KARTU PERDANA, TOKEN LISTRIK, DAN VOUCHER," tulis Sri Mulyani, Sabtu (30/1/2021).
"Jadi tidak ada pungutan pajak baru untuk pulsa token listrik dan voucher," kata Sri Mulyani.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyrakat Dirjen Pajak Kemenkeu Hestu Yoga Saksama menuturkan, aturan pungutan pajak PPN itu hanya sampai distributor tingkat II atau server.
Karena itu, distribusi selanjutnya, seperti pengecer dan konsumen tidak dipungut PPN.
Juru Bicara Kemenkeu Rahayu Puspasari juga menegaskan bahwa tidak ada jenis atau pun obyek pajak baru dalam aturan tersebut.
"Tidak ada jenis dan obyek pajak baru," kata Rahayu saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (30/1/2021).
Penyederhanaan
Pembaruan pajak pulsa, kartu perdana, token, dan voucher, imbuhnya ditujukan untuk menyederhanakan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penghasilan (PPh).
Adapun aturan mengenai PPN dan PPh sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 dan 8 Tahun 1983.
Aturan ini telah beberapa kali diubah, terakhir melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Khusus untuk pulsa, kartu perdana, token, dan voucher, pembaruan diberlakukan guna memangkas mekanisme perpajakkan.
"Aturan ini kan terbit untuk menyederhanakan pemungutan PPN dan PPh atas pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucher yang selama ini sudah ada atau sudah diatur," jelas Rahayu.
Sedangkan untuk token listrik hanya dikenakan PPN atas jasa penjualan atau pembayaran token listrik berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh dari agen penjual token, bukan atas nilai token listriknya.
(Sumber: Kompas.com/Mutia Fauzia/Nur Fitriatus Shalihah/Rosy Dewi Arianti Saptoyo | Editor: Erlangga Djumena/Inggried Dwi Wedhaswary/Sari Hardiyanto)
https://www.kompas.com/tren/read/2021/01/30/181400765/soal-pajak-pulsa-ini-aturan-lengkapnya-dan-penjelasan-kemenkeu