Meningkatnya keterisian rumah sakit ini disebabkan oleh lonjakan kasus yang terjadi usai liburan panjang.
Bahkan, Indonesia kini memiliki kasus aktif sebanyak 114.766, jauh di atas negara Asia Tenggara lainnya.
Filipina yang berada di urutan kedua pun hanya mempunyai 23.675 kasus aktif.
Pada Selasa (5/1/2020), Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan, ketersediaan tempat tidur di ruang isolasi dan ICU untuk pasien Covid-19 semakin menipis.
"Hal ini dapat menjadi alarm bagi kita bahwa kita saat ini dalam keadaan darurat yang ditandai dengan ketersediaan tempat tidur yang semakin menipis," ujar Wiku, seperti diberitakan Kompas.com, Rabu (6/1/2020).
Di beberapa daerah, berdasarkan data 2 Januari 2021, tempat tidur untuk ICU dan ruang isolasi sudah terisi lebih dari 70 persen.
Situasi ini terjadi di DKI Jakarta, Banten, DIY, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah.
Di media sosial, warganet juga mengeluhkan sulitnya mendapatkan ruang perawatan Covid-19.
Dengan kondisi ini, apa yang harus dilakukan pemerintah?
Ahli epidemiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Bayu Satria Wiratama mengatakan, menekan kasus infeksi merupakan hal pertama yang harus dilakukan pemerintah.
Jika kasus infeksi menurun, menurut dia, maka jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit juga akan berkurang.
"Salah satunya dengan PSBB lebih ketat, kemudian edukasi kepada masyarakat. Testing dan tracing juga harus diperkuat," kata Bayu kepada Kompas.com, Jumat (8/1/2021).
Untuk mengantisipasi kasus yang semakin melonjak, Bayu menyebutkan, pemerintah pusat dan daerah harus melakukan assessment di masing-masing wilayah.
Hal itu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar keterisian rumah sakit.
Selain itu, perlu dilakukan alih fungsi fasilitas pemerintah yang tak terpakai menjadi rumah sakit darurat juga harus dipertimbangkan.
"Tujuannya, untuk mereka yang tidak terlalu berat dan tidak memakai alat khusus bisa ditempatkan di sana. Hanya yang berat saja yang masuk rumah sakit," kata dia.
Bayu mengatakan, tugas sulit lainnya adalah pemerintah harus menjaga agar tenaga kesehatan tidak sakit dan terinfeksi.
Pasalnya, sudah banyak dokter dan perawat yang berguguran di Indonesia.
"Kalau membangun infrastruktur sih bisa ditambah, tapi kalau SDM tidak segampang itu. Relawan hanya bertugas non nakes intensif, mereka tidak bisa menggantikan perawat," ujar Bayu.
"Kalau SDM sudah kewalahan, itu yang semakin berat nantinya. Makanya harus distop hulunya," lanjut dia.
PSBB Jawa-Bali masih "nanggung"
Upaya menerapkan PSBB ketat di sejumlah wilayah Jawa-Bali pada 11-25 Januari 2021, dinilai Bayu masih dilakukan setengah-setengah.
Menurut dia, seharusnya seluruh wilayah Jawa-Bali menerapkan PSBB, bukan hanya sebagian wilayah.
"Itu yang agak kami sesalkan, karena nanggung. Kembali ke komitmen pemerintah pusat dan daerah, seberapa berani mereka mengambil kebijakan yang tidak populer. Tapi itu harus, kalau setengah-setengah takutnya akan bocor," kata Bayu.
Dihubungi secara terpiah, Sekretaris Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes Azhar Jaya memastikan, pemerintah akan menambah rumah sakit darurat dan kapasitas yang RS yang sudah ada.
"Itu pasti kita tambah. Ada yang nambah RS darurat dan ada yang nambah tempat tidur dengan cara mengalihkan tempat tidur pasien non-Covid-19 untuk pasien Covid-19," kata Azhar, Kamis.
Akan tetapi, menurut dia, yang paling penting adalah menyelesaikan masalah di hulu, agar tidak semakin banyak pasien yang masuk rumah sakit.
Azhar mengatakan, penambahan RS darurat dan kapasitas tempat tidur akan percuma jika pasien Covid-19 terus bertambah setiap harinya.
https://www.kompas.com/tren/read/2021/01/08/111409565/kapasitas-rumah-sakit-mulai-kritis-apa-yang-harus-dilakukan-pemerintah