Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengapa Kepatuhan Masyarakat terhadap Protokol Kesehatan Kian Menurun?

Pada Kamis (3/12/2020), angka kasus harian di Indonesia bertambah 8.369 kasus dalam sehari.

Angka ini tertinggi sejak pertama kali Indonesia mengonfirmasi kasus pertama Covid-19 pada 2 Maret 2020.

Peningkatan kasus di sejumlah wilayah ini tidak diikuti dengan semakin dipatuhinya protokol kesehatan pencegahan Covid-19 di masyarakat.

Mengutip pernyataan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof. Wiku Adisasmito, yang dipublikasi melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (3/12/2020), ada penurunan kepatuhan dalam menjalankan protokol kesehatan selama November 2020.

Adapun protokol kesehatan yang dimaksud, yakni memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir serta menjaga jarak (3M)

Wiku menyatakan angka kepatuhan masyarakat menggunakan masker sebesar 59,32 persen dan menjaga jarak 43,46 persen.

Padahal untuk menurunkan angka kasus covid-19 dibutuhkan kepatuhan dari 75 persen populasi penduduk.

Bahkan, dari 512 kabupaten/kota, hanya kurang dari sembilan kabupaten/kota yang patuh menjalankan protokol kesehatan.

Mengapa masyarakat semakin abai terhadap protokol kesehatan?

Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Dr. Drajat Tri Kartono, MSi, menilai, yang terjadi bukan menurunnya kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan, melainkan desakralisasi protokol kesehatan.

Pada awal pandemi Covid-19, Maret 2020, protokol kesehatan menjadi kendali atas kehidupan sosial.

Hal tersebut berbeda dengan kondisi saat ini yang memiliki kecenderungan menurunkan peranan protokol kesehatan dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Drajat, protokol kesehatan kini hanya dijadikan sebagai syarat atau salah satu norma untuk mengadakan berbagai aktvitas, baik ritual budaya, perjalanan, pekerjaan, dan aktivitas pendidikan.

"Saat ini, protokol kesehatan dikecilkan hanya menjadi salah satu norma dalam kehidupan sosial," kata Drajat saat dihubungi Kompas.com, Jumat (4/12/2020). 

Drajat menyebutkan, ada proses designifikansi yang melemahkan pentingnya penegakan protokol kesehatan dalam hubungan sosial sehari-hari.

Ia mencontohkan, kini ada kelonggaran untuk penyelenggaraan berbagai kegiatan seperti hajatan pernikahan atau kegiatan lainnya, asal memenuhi protokol kesehatan.

Hal ini menunjukkan bahwa protokol kesehatan hanya menjadi syarat.

"Dulu kan semua dilarang. Sekarang, hajat manten (pernikahan) kalau berlebih-lebihan baru dilarang, misal orang banyak sekali, dilarang. Tapi kalau acara hajatan jumlah orang dikontrol boleh. Di sinilah norma tentang protokol kesehatan itu sebagai norma sosial mulai dikurangi atau desakralisasi diturunkan hanya menjadi syarat saja," papar Drajat.

Untuk kembali menegakkan disiplin protokol kesehatan, menurut dia, tergantung pada sistem kontrol pemerintah, sosial, atau budaya masyarakat. 

Sebelumnya, pada awal November 2020, Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Sonny Harry B Harmadi menyebutkan, dari tiga hal yang diatur dalam penerapan protokol kesehatan, masyarakat masih kurang patuh dalam penerapan protokol menjaga jarak.

Seharusnya, tiga elemen protokol kesehatan yaitu menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun, serta menjaga jarak dilakukan secara bersamaan.

Ketika ada salah satu yang tidak diterapkan, maka potensi penularan virus corona masih cukup tinggi.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/12/04/161905465/mengapa-kepatuhan-masyarakat-terhadap-protokol-kesehatan-kian-menurun

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke