Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hari Ini dalam Sejarah: Majalah Time Dihukum Rp 1 Triliun atas Pencemaran Nama Baik Soeharto

KOMPAS.com - Hari ini 13 tahun lalu, Mahkamah Agung (MA) menghukum majalah Time edisi Asia untuk membayar ganti rugi imateriil kepada Presiden Kedua RI Soeharto senilai Rp 1 triliun pada 30 Agustus 2007.

Majalah Time juga diperintahkan meminta maaf secara terbuka di media nasional maupun internasional.

Harian Kompas, 11 September 2007 memberitakan, MA menilai Time edisi Asia telah melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan nama baik dan kehormatan Soeharto, selaku Jenderal Besar TNI dan Presiden RI, tercemar.

Perbuatan melawan hukum itu dilakukan dengan cara mengeluarkan pemberitaan dan gambar yang melampaui batas kepatutan, ketelitian, dan sikap hati-hati.

Pemberitaan yang dimaksud adalah tulisan pada Time edisi Asia Volume 153 Nomor 20 tertanggal 24 Mei 1999 pada halaman 16-19.

Berita itu mengupas tentang bagaimana Soeharto membangun kekayaan keluarganya atau Soeharto Inc atau Perusahaan Soeharto (halaman 16) dan tentang kekayaan Soeharto senilai Rp 9 miliar dolar AS yang ditransfer dari Swiss ke Austria (halaman 17).

Putusan MA ini berbeda dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menolak gugatan Soeharto.

Pada 9 November 1999, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui putusannya pada 9 November 1999 dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta melalui putusannya pada 6 Juni 2000 sebelumnya telah memenangkan majalah Time.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA Nurhadi mengatakan, majelis kasasi dapat menerima 11 alasan kasasi yang diajukan oleh penggugat (Soeharto).

Alasan yang dimaksud, antara lain dalam putusannya, judexfacti (PN dan PT) tidak memberikan pertimbangan yang cukup pada perbuatan melawan hukum dalam arti luas.

Menurut judexfacti, pemuatan gambar dan tulisan pada Time edisi Asia itu tidak termasuk kualifikasi menista dengan surat.

Namun, MA berpendapat lain. Menurut MA, pemberitaan dan pemuatan gambar itu mengakibatkan nama baik dan kehormatan Soeharto tercemar.

"Maka, pertanggungjawaban perdata yang dituntut penggugat dapat dikabulkan sesuai kepatutan dan rasa keadilan. Demikian pula kerugian imateriil yang diderita penggugat," ujar Nurhadi.

Menuai sorotan

Beragam kritik bermunculan usai putusan MA tersebut. Selain mengancam kebebasan pers, putusan tersebut juga menyinggung rasa keadilan masyarakat.

"Fraksi Partai Persatuan Pembangunan amat prihatin dengan putusan kasasi MA. Putusan itu bisa menjadi lonceng kematian bagi pers di Indonesia," ucap Ketua F-PPP di DPR, Lukman Hakim Saifuddin, dikutip dari pemberitaan Harian Kompas pada 12 September 2007.

Lukman juga heran, MA membutuhkan waktu sedemikian lama, lebih dari enam tahun, untuk memutuskan kasasi.

Perkara di bidang pers ini pun ditangani Ketua Muda MA Bidang Pengadilan Militer. Penunjukan Mayjen (Purn) German Hoediarto ini juga dipertanyakan kuasa hukum majalah Time, Todung Mulya Lubis.

Sementara itu, Ketua Komisi III DPR yang membidangi hukum, Trimedya Pandjaitan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menilai putusan MA tersebut menyinggung rasa keadilan masyarakat.

"Bayangkan, Soeharto dapat Rp 1 triliun. Padahal, kita mau mengutak-atik harta kekayaan Soeharto, susahnya bukan main. Eh, sekarang, Soeharto malah dapat pundi-pundi. Segala kemungkinan bisa terjadi. Ada uang atau ada kekuasaan," kata Trimedya.

Trimedya juga mengatakan putusan MA itu akan mempermalukan Indonesia di mata internasional, khususnya di bidang penegakan hukum.

Di pihak lain, Ketua MA Bagir Manan mengatakan penunjukan Ketua Muda MA Bidang Pengadilan Militer itu karena MA tidak mengenal sistem kamar.

"Ini cuma urusan pembagian pekerjaan saja," kata Bagir.

Sementara, German Hoediarto membantah jika statusnya sebagai purnawirawan dikaitkan dengan perkara itu.

"Saya clean betul. Tidak ada beban. Tidak ada yang nginjak," tegasnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/30/083905465/hari-ini-dalam-sejarah-majalah-time-dihukum-rp-1-triliun-atas-pencemaran

Terkini Lainnya

BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 1-2 Mei 2024

BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 1-2 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Sorotan Media Asing terhadap Kekalahan Indonesia Lawan Uzbekistan | Profil Shen Yinhao, Wasit yang Picu Kontroversi

[POPULER TREN] Sorotan Media Asing terhadap Kekalahan Indonesia Lawan Uzbekistan | Profil Shen Yinhao, Wasit yang Picu Kontroversi

Tren
Siapa Sukanto Tanoto yang Disebut-sebut Disiapkan Lahan Investasi di IKN?

Siapa Sukanto Tanoto yang Disebut-sebut Disiapkan Lahan Investasi di IKN?

Tren
Mengapa Artefak Indonesia Bisa Dicuri dan Diselundupkan?

Mengapa Artefak Indonesia Bisa Dicuri dan Diselundupkan?

Tren
55 Twibbon dan Ucapan Selamat Hari Pendidikan Nasional 2024

55 Twibbon dan Ucapan Selamat Hari Pendidikan Nasional 2024

Tren
Benarkah Tak Boleh Minum Teh Setelah Makan dan Saat Haid? Ini Penjelasan Ahli Gizi UGM

Benarkah Tak Boleh Minum Teh Setelah Makan dan Saat Haid? Ini Penjelasan Ahli Gizi UGM

Tren
Daftar Negara Peserta Olimpiade Paris 2024 Cabang Sepak Bola

Daftar Negara Peserta Olimpiade Paris 2024 Cabang Sepak Bola

Tren
Melihat Kekuatan Irak, Lawan Indonesia pada Perebutan Tempat Ketiga Piala Asia U23

Melihat Kekuatan Irak, Lawan Indonesia pada Perebutan Tempat Ketiga Piala Asia U23

Tren
8 Tim yang Lolos Perempat Final Thomas dan Uber Cup 2024, Siapa Saja?

8 Tim yang Lolos Perempat Final Thomas dan Uber Cup 2024, Siapa Saja?

Tren
20 Ucapan dan Twibbon Hari Buruh 1 Mei 2024

20 Ucapan dan Twibbon Hari Buruh 1 Mei 2024

Tren
Wasit VAR Sivakorn Pu-Udom dan Kontroversinya di Piala Asia U23 2024

Wasit VAR Sivakorn Pu-Udom dan Kontroversinya di Piala Asia U23 2024

Tren
Penjelasan PVMBG soal Gunung Ruang Kembali Meletus, Bisa Picu Tsunami

Penjelasan PVMBG soal Gunung Ruang Kembali Meletus, Bisa Picu Tsunami

Tren
100 Gerai KFC Malaysia Tutup di Tengah Aksi Boikot Produk Pro-Israel

100 Gerai KFC Malaysia Tutup di Tengah Aksi Boikot Produk Pro-Israel

Tren
5 Korupsi SYL di Kementan: Biaya Sunatan Cucu, Beli Mobil untuk Anak, hingga Bayar Biduan

5 Korupsi SYL di Kementan: Biaya Sunatan Cucu, Beli Mobil untuk Anak, hingga Bayar Biduan

Tren
Apa Itu Identitas Kependudukan Digital (IKD)? Berikut Tujuan dan Manfaatnya

Apa Itu Identitas Kependudukan Digital (IKD)? Berikut Tujuan dan Manfaatnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke