Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Fakta Proklamasi 17 Agustus 1945: Bambu Jemuran Jadi Tiang Bendera, Merah Putih Dijahit Fatmawati

Detik-detik proklamasi didahului dengan berbagai peristiwa penting, mulai dari menyerahnya Jepang atas Sekutu, "penculikan" Soekarno dan Hatta, perumusan teks proklamasi, hingga persiapan dilaksanakannya proklamasi secara mendadak.

Perumusan teks proklamasi dilakukan di ruang makan kediaman Laksamana Muda Maeda Tadashi. Teks proklamasi dirumuskan oleh Soekarno, Hatta, dan Achmad Soebardjo.

Pada 17 Agustus pukul 04.00 WIB, Soekarno membuka pertemuan dini hari dan naskah proklamasi kemudian diketik oleh Sajuti Melik.

Kemudian, Soekarno dan Hatta menandatangani teks tersebut.

Pada pukul 05.00 WIB, para pemmipin bangsa dan tokoh pemuda keluar dari rumah Laksamana Maeda dan sepakat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No 56 pada hari itu juga, pukul 10.00 WIB.

Segala perlengkapan dipersiapkan, mulai dari perlengkapan teknis yang dibutuhkan saat proklamasi hingga keamanan dan penyebarluasan informasi.

Komandan pengawal Soekarno, S Suhud pun kemudian mendapat bendera merah putih dari Fatmawati, istri Soekarno.

Bendera merah putih itu dijahit sendiri oleh Fatmawati saat Guntur Soekarnoputra masih berada di dalam kandungan.

Karena awalnya tidak dipersiapkan untuk menjadi bendera yang dikibarkan setelah proklamasi, bendera ini memiliki ukuran yang sangat besar dan tidak standar.

Setelah itu, bendera tersebut menjadi bendera pusaka dan tidak dikibarkan lagi sejak 1969.

Tiang bendera dari bambu jemuran

Melansir Kompaspedia, 16 Agustus 2020, saat proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945, tidak ada protokol yang mengatur pengibaran bendera pusaka. Persiapan tiang bendera pun dilakukan secara mendadak. 

Sudiro, sekretaris Achmad Soebardjo dan Soekarno, meminta Suhud untuk menyiapkan sebuah tiang bendera.

Tiang bendera yang digunakan sebenarnya adalah bambu untuk jemuran. Tiang ini dimodifikasi dengan ujungnya dipasang kerekan dengan tali kasar.

Sebenarnya, ada tiang bendera yang lebih bagus di halaman depan rumah.

Namun, para pemuda tidak mau menggunakan tiang bendera yang berhubungan dengan Jepang.

Alasannya, sebelum merdeka, bendera Merah Putih boleh dikibarkan jika bersanding dengan bendera Jepang, Hinomaru.

Saat merdeka, para pemuda tidak rela pengibaran bendera Merah Putih beraroma Jepang.

Mikrofon kemerdekaan

Mikrofon atau pengeras suara juga memiliki peran penting ketika Soekarno membacakan teks proklamasi. 

Saat itu, Wali Kota Jakarta, Suwiryo, meminta kepada Wilopo untuk mempersiapkan mikrofon dan peralatan pengeras suara. 

Akhirnya, peralatan ini diperoleh dari Gunawan, pemilik Toko Radio Satria di Salemba Tengah.

Melansir Kompas.com, 18 Agustus 2018, Gunawan menyebut bahwa mikrofon dibuat ala kadarnya karena kondisi saat itu serba sulit. 

"Magnetnya saya buat dari dua buah dinamo sepeda, sementara band-nya hanya dari grenjeng (kertas perak pembungkus rokok)," kata Gunawan.

Ia berhasil masuk setelah melompati tembok belakang dari Tanah Abang. Ia membawa dua lembar kertas yang salah satunya berisi teks lengkap proklamasi kemerdekaan.

Sedagkan lembar satu lagi merupakan surat Adam Malik yang berisi permintaan agar lembar teks proklamasi tersebut dibacakan sebagai berita. 

Tepat pukul 7 malam, naskah lengkap proklamasi pun dibacakan oleh Jusuf Ronodipuro dengan terjemahan bahasa Inggris yang dibacakan Soeprapto.

Pembacaan naskah ini disiarkan ke seluruh penjuru Indonesia.

Di tempat lain, para pemuda menyebarkan berita proklamasi dengan membuat pemancar baru, yaitu didirikan di markas pemuda Menteng Nomor 31.

Namun, Frans dan kakaknya, Alexius Impurung Mendur, yang menjabat sebagai kepala bagian foto kantor berita Domei, ada pada momen proklamasi.

Sebelumnya, Frans mendapat kabar dari seorang wartawan Jepang tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia yang akan diselenggarakan di rumah Soekarno.

Mendur bersaudara pun menuju ke sana dengan menenteng kamera secara sembunyi-sembunyi.

Di sana, Frans dan Alex pun mengabadikan momen itu dengan kamera masing-masing.

Saat pulang, kamera Alex dirampas oleh tentara Jepang. Rol filmnya dimusnahkan.

Namun, Frans berhasil lolos dan memasukkan rol film ke kotak mentega, serta menguburnya di tanah selama tiga hari.

Setelah diambil, foto proklamasi diproses dan diterbitkan untuk pertama kalinya oleh Harian Merdeka pada 20 Februari 1946.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/17/110646065/fakta-proklamasi-17-agustus-1945-bambu-jemuran-jadi-tiang-bendera-merah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke