Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kasus Covid-19 di Indonesia Tinggi, Presiden Dinilai Harus Turun Tangan Langsung

KOMPAS.com - Penyebaran virus corona di Indonesia masih terbilang tinggi. Hal itu dapat dilihat dari laporan kasus harian setiap sore. 

Berdasarkan data pemerintah Indonesia hingga Sabtu, (18/7/2020) pukul 12.00 WIB, diketahui ada 1.752 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir.

Penambahan itu menyebabkan saat ini total ada 84.882 kasus Covid-19 di Tanah Air, terhitung sejak pencatatan pasien pertama pada 2 Maret 2020.

Dengan jumlah tersebut, kasus infeksi di Indonesia melampaui yang ada di China, negara awal mula dilaporkannya virus corona. 

Meskipun tiap hari pemerintah selalu melaporkan adanya penambahan kasus, namun kewaspadaan masyarakat terhadap ancaman penyakit ini dinilai mulai kendur. 

Hal itu dapat dilihat dengan mulai banyaknya aktivitas di luar rumah dan sejumlah warga yang tidak tertib menggunakan masker. 

Meragukan data

Sementara itu seperti diberitakan Kompas.com (20/5/2020) Lembaga Survei Roda Tiga Konsultan merilis hasil survei tentang pandangan masyarakat terhadap penanganan pandemi Covid-19.

Berdasarkan hasil survei by phone terhadap 1.200 responden pada 7-17 Mei 2020, tercatat 51,8 persen menyatakan ragu-ragu dan tidak percaya dengan data yang dikeluarkan pemerintah terkait jumlah pasien positif, meninggal, dan sembuh dari Covid-19.

Sementara, sebanyak 45,2 persen responden percaya dengan data yang dirilis pemerintah tersebut.

Belum lagi dengan sejumlah masyarakat yang menyebut bahwa virus corona adalah buatan manusia dan hanya sebuah konspirasi. 

Mengenai hal tersebut, Fajar Junaedi, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), mengatakan, persoalan utama saat ini adalah tata kelola komunikasi publik pemerintah yang menjadi sumbu persoalan.

Menurut Fajar, Pemerintah gagal dalam promosi kesehatan untuk membangun "awareness" terhadap ancaman Covid-19 kepada masyarakat.

Hal itu menurutnya dapat dilihat dari statement para pejabat pemerintah di awal masa pandemi. 

Fajar menyebut, komunikasi publik dari pemerintah menurutnya gagal mengurangi ketidakpastian terkait Covid-19.

Padahal, kepastian dibutuhkan masyarakat, terutama untuk edukasi bahaya serta meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan yang dibuat pemerintah.

"Sejak awal, telah terjadi kekacauan komunikasi publik yang dilakukan pemerintah. Ini dimulai ketika di masa awal pandemi, pejabat pemerintah 'cengengesan' bahkan 'denial' terhadap ancaman Covid-19," kata Fajar saat dihubungi Kompas.com, Minggu (19/7/2020).

Dia menilai kekacauan komunikasi publik pemerintah dimulai saat sejumlah pejabat meremehkan ancaman virus ini dengan becanda.

Termasuk Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto yang menyepelekan permodelan penyebaran virus di masa awal pandemi dari ahli luar negeri.

"Artinya, sejak awal kebijakan pemerintah tidak berbasis sains. Ini terus berlarut dengan penggunaan istilah yang tidak konsisten, yang tentu saja membuat komunikasi publik pemerintah justru gagal mengurangi ketidakpastian," kata Fajar.

Presiden perlu turun langsung

Terlepas dari sifat virus corona yang mudah menular, dan kenyataan bahwa masih banyak masyarakat yang mengabaikan risiko penularan, komunikasi publik yang buruk dari pemerintah juga berimbas terhadap tingginya kasus.

"Sejak awal, seharusnya Kementerian Kesehatan menjadi ujung tombak. Namun kepemimpinan di kementerian ini berjalan dengan buruk. Menteri kesehatan bicara ke media massa dengan pernyataan yang informasinya justru menambah ketidakpastian," kata Fajar.

Dalam kondisi saat ini, Fajar menilai, seharusnya presiden turun langsung, karena kebijakan tata kelola penanganan bencana, termasuk tata kelola komunikasi publik, berlangsung lintas kementrian dan lembaga.

"Kita lihat banyak kementerian yang gagal menangani persoalan akibat pandemi, seperti Kementerian Kesehatan, Kementrian Tenaga Kerja, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan," kata Fajar.

Ia menilai, Kementrian Tenaga Kerja gagal mengatasi persoalan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi akibat pandemi, sedangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menurutnya sejak awal tidak jelas dalam kebijakan pembelajaran di masa pandemi.

Untuk memperbaiki kekusutan komunikasi publik pemerintah, Fajar menyebut, solusinya adalah presiden harus turun tangan langsung dan melakukan pembenahan terhadap kabinet.

"Menteri yang gagal harus diganti dengan yang sosok yang tangkas mengatasi pandemi dan punya kemampuan Komunikasi publik yang bagus. Menteri yang cengengesan sudah tidak layak, karena tidak memiliki kredibilitas lagi di depan publik," kata Fajar.

(Sumber: Kompas.com/Dian Erika Nugraheny, Ihsanuddin | Editor: Bayu Galih, Fabian Januarius Kuwado)

https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/19/181500965/kasus-covid-19-di-indonesia-tinggi-presiden-dinilai-harus-turun-tangan

Terkini Lainnya

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

Tren
Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Tren
Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Tren
Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Tren
Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Tren
Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Tren
Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Tren
Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Tren
La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

Tren
Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Tren
Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Tren
Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Tren
Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Tren
Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke