Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Dua Kemungkinan soal Penggembungan pada Tubuh Gunung Merapi...

KOMPAS.com - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta menyebut Gunung Merapi mengalami perubahan pada tubuhnya.

Kepala BPPTKG Hanik Humaida menjelaskan, Gunung Merapi mengalami penggembungan dengan laju 0,5 sentimeter per hari.

Hanik mengatakan, semakin besar penggembungan dapat diindikasi bahwa Gunung Merapi akan mengalami erupsi.

Tak hanya erupsi, penggembungan juga dapat mengindikasikan hal lain, yakni tumbuhnya kubah lava.

"Dari kubah lava itu yang akan kita tunggu perkembangan seterusnya," kata Hanik saat dihubungi Kompas.com, Kamis (9/7/2020).

Hanik mengungkapkan, penggembungan pada tubuh Merapi saat ini terjadi setelah letusan 21 Juni 2020 lalu.

Tepatnya, pada 22 Juni terus menggembung hingga kini.

"Bila dihitung mulai 22 Juni 2020 hingga hari ini Kamis (9/7/2020), lajunya 0,5 sentimeter per hari," ujar Hanik.

Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, total penggembungan sudah sebesar 7 sentimeter.

Saat disinggung terkait dengan dampak penggembungan, imbuhnya tidak menimbulkan persoalan yang terlalu besar.

"Ya jadi ini hal yang biasa dan normal, terutama untuk Gunung Merapi," jelas Hanik.

Saat ditanya soal tanda-tanda Gunung Merapi akan erupsi, Hanik menjelaskan beberapa ciri-cirinya.

"Tanda-tanda Merapi akan meletus, kalau seismisitasnya naik, deformasinya naik, gasnya naik, itu kemungkinan akan meletus," terang Hanik.

Ia tidak bisa menjawab mengenai tanda-tanda dari alam sekitar bila Gunung Merapi akan mengalami erupsi.

Pasalnya, pihaknya telah menggunakan berbagai teknologi untuk mendeteksi dan mencatat aktivitas Merapi.

"Kalau tanda dari alam sekitar, kami tidak bisa menjawab, karena kami sudah berbasis teknologi. Jadi artinya bahwa merapi ini sudah dipantau dengan berbagai teknologi," terang Hanik.

Dihubungi terpisah, Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTKG, Agus Budi Santoso menjelaskan, dalam memantau gunung berapi prinsipnya yakni memantau proses migrasi magma menuju permukaan.

"Ada penambahan massa di dalam tubuh gunung, itu kita deteksi dengan berbagai metode-metode pemantauan," ungkap dia.

Dalam hal ini, pihaknya menggunakan tiga metode yakni metode seismik, deformasi, dan geokimia.

Mengenai metode deformasi, Agus menjelaskan, pendekatannya melihat perubahan bentuk dari gunung berapi meski dalam skala yang kecil sekali.

"Jadi itu diukur salah satunya dengan menggunakan alat yang namanya EDM. Alat itu bisa mengukur jika gunung itu merekah," ungkap Agus.

"Sebenarnya, penggembungan ini adalah gejala yang normal. Sebelum magma keluar, itu biasanya gunungnya merekah sedikit," imbuhnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/09/180500165/dua-kemungkinan-soal-penggembungan-pada-tubuh-gunung-merapi-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke