Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Melihat Perbedaan Kalung Antivirus Kementan dan "Shut Out" dari Jepang

KOMPAS.com - Belakangan, publik diramaikan dengan adanya produk kalung dari Kementerian Pertanian (Kementan) yang diklaim sebagai antivirus corona.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyebut produk berbasis eucalyptus itu telah melalui pengujian dan mampu membunuh virus influenza, virus Beta dan gamma corona hingga 80-100 persen.

Beberapa bulan sebelumnya, saat awal-awal pandemi virus corona, produk serupa juga ramai diperbincangkan oleh warganet.

Adalah kalung " Virus Shut Out" yang diklaim dapat melindungi tubuh dari paparan virus corona.

Sama-sama diklaim sebagai antivirus corona, apa perbedaan kedua produk itu?

Kalung "Shut Out"

Dikutip dari pemberitaan Kompas.com, 31 Maret 2020, dokter spesialis peremajaan kulit dr Haekal Anshari menegaskan, tak ada manfaat yang didapatkan dari kalung "Shut Out" itu.

Alih-alih mendapat manfaat, Haekal mengatakan bahwa kalung itu justru berisiko pada kesehatan manusia, jika benar-benar mengandung klorin (chlorine).

"Klorin adalah senyawa yang digunakan untuk sterilisasi mulai dari sterilisasi air hingga kolam renang, klorin bisa menjadikan rabun pada manusia dan tergantung dari kadar tersebut," kata Haekal.

Menurut Haekal, sesuatu yang tergolong disinfektan tidak untuk digunakan pada permukaan makhluk hidup.

Dengan kadar rendah, klorin dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan, menimbulkan batuk, nyeri tenggorokan, iritasi kulit dan mata, serta gatal-gatal.

Bahkan klorin bisa berakibat pada gangguan pasokan oksigen ke paru-paru dan penyempitan bronkus jika memiliki kadar tinggi.

Risiko-risiko itu membuat produk "Shut Out" ini dilarang di seluruh Asia, seperti dikutip dari Hong Kong Free Press.

Selain itu, produk tersebut juga telah dilarang oleh eBay dan oleh beberapa pemerintah berwenang di wilayah AS, sementara pihak berwenang Vietnam dan Thailand disebutkan telah menyita produk tersebut. 

Meskipun demikian, kalung yang disebut-sebut dari Jepang ini masih dapat dijumpai di sejumlah e-commerce di Indonesia. Produk ini dijual bervariasi antara Rp 50.000 hingga Rp 180.000. 

Berbeda dari kalung "Shut Out", Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementan Fadjry Djufry mengatakan, kalung antivirus corona merupakan produk eucalyptus.

Produk tersebut dibuat dengan teknologi nano yang telah diluncurkan pada Mei 2020 lalu.

Sementara, proses izin untuk produk eucalytus dalam bentuk kalung ini masih diproses. Adapun, produk-produk lainnya sudah mendapatkan izin dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

"Izin edar roll on dan inhaler dari BPOM sudah keluar. Sekarang lagi di produksi oleh PT Eagle Indhoparma, sedang kalung aroma terapi masih berproses," kata Fadjry, dilansir dari pemberitaan Kompas.com, 4 Juli 2020.

Tidak relevan

Menanggapi kalung itu, Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengaku tak melihat relevansi antara kalung antivirus dengan paparan virus corona.

"Saya tidak melihat relevansi yang kuat antara kalung di leher dengan paparan virus ke mata, mulut, dan hidung," kata Dicky.

Menurutnya, penularan Covid-19 terjadi melalui beberapa mekanisme, seperti droplet aerosol yang terhirup hidung atau melalui sentuhan ke mata dan mulut.

Meski eucalyptus diketahui memiliki potensi antiviral, tapi Dicky menyebut riset tersebut dalam bentuk spray dan filter. Itu pun baru pada jenis virus terbatas yang sudah umum, bukan Covid-19.

Karenanya, dia menganggap produksi eucalyptus yang ditujukan untuk mencegah virus corona terlalu dipaksakan dan berpotensi menimbulkan salah persepsi.

(Sumber: Kompas.com/Nur Rohmi Aida/Retia Kartika Dewi | Editor: Inggried Dwi Wedhaswary/Sari Hardianto)

https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/06/142500565/melihat-perbedaan-kalung-antivirus-kementan-dan-shut-out-dari-jepang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke