Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenang Sosok Marsinah, Aktivis Buruh yang Tak Mau Mengalah pada Nasib

KOMPAS.com - Tepat hari ini 1 Mei, Hari Buruh Internasional diperingati di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Tidak hanya di luar negeri, peringatan Hari Buruh Indonesia selalu identik dengan aksi atau demo turun ke jalan menyuarakan tuntutan atau pendapatnya.

Peringatan Hari Buruh tahun ini juga membuat media sosial Twitter diramaikan oleh tanda pagar (tagar) #HariBuruh.

Bicara soal Hari Buruh di Indonesia tak bisa dilepaskan dari sosok Marsinah. Ia merupakan salah satu aktivis buruh yang menjadi salah satu korban di era Orde Baru.

Marsinah hilang lantaran diculik oleh sekelompok orang, hingga kemudian mayatnya ditemukan di hutan di Dusun Jegong, Desa Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur pada 8 Mei 1993.

Berikut sekilas tentang sosok Marsinah:

Dikutip dari Harian Kompas, 10 November 1993, Marsinah adalah seorang buruh wanita yang bekerja pada PT Catur Putra Surya (CPS) di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.

Perempuan yang sangat energik ini adalah sosok buruh yang progresif dan tidak ingin mengalah begitu saja kepada nasib walaupun lahir dari keluarga tak mampu.

Hal itu ditunjukkannya sejak kecil, ia sudah dididik oleh lingkungan, sehingga jiwanya matang dan penuh keberanian.

Salah satu sisi menarik dari Marsinah adalah dia merupakan seorang yang memiliki hobi membaca dan selalu mendapat juara di sekolahnya.

Namun, bekal juara dan hobi membaca saja tak cukup untuk membuatnya meraih pendidikan hingga bangku perkuliahan.

Karena keterbatasan biaya, Marsinah hanya mampu menyelesaikan pendidikannya sampai tingkat SLTA.

Kendati demikian, menuntut ilmu terus ia lanjutkan, yaitu melalui jalur nonformal dengan mengikuti kursus Bahasa Inggris dan komputer. Suatu hal yang jarang sekali ditemukan pada kebanyakan buruh wanita pabrik.

Di lingkungan perusahaan di mana dia bekerja, Marsinah merupakan aktivis dalam organisasi buruh SPSI unit kerja PT CPS.

Meskipun belum lama aktif, tetapi ia merupakan buruh wanita yang vokal di dalam membela rekan-rekannya sesama buruh, yang kerap diperlakukan tidak adil oleh pihak pimpinan perusahaan.

Pada unjuk rasa yang menuntut kenaikan upah dari Rp 1.700 menjadi Rp 2.250 tanggal 4 Mei 1993, dia lah yang memimpinnya. Dan ketika beberapa rekannya dikeluarkan dari perusahaan, dia pula lah yang membelanya.

Perjuangan Marsinah mengalami puncaknya pada tanggal 5 Mei 1993, yaitu ketika suatu malam dia diculik dan disiksa oleh 5 orang "algojo" PT CPS.

Menurut mereka, Marsinah pantas untuk mendapat siksaan karena ulahnya telah banyak merugikan perusahaan. Diperkirakan, pada malam itulah Marsinah tewas.

Dan baru pada 9 Mei mayatnya ditemukan secara mengenaskan di sebuah gubuk di daerah Nganjuk, sekitar 200 km dari tempatnya bekerja.

Kematian Marsinah yang tidak wajar itu mendapat reaksi keras dari para aktivis dan masyarakat luas.

Mereka menuntut pihak aparat keamanan untuk menyelidiki dan mengadili para pelakunya.

Sebagai rasa simpati dan solidaritas terhadap Marsinah, para aktivis pun membentuk Komite Solidaritas Untuk Marsinah (KSUM).

Harian Kompas, 28 Juni 2000 memberitakan, Marsinah lahir pada 10 April 1969 dan memiliki tipikal buruh perempuan desa yang mengkota tetapi terpinggirkan, tiba-tiba muncul sebagai pahlawan di tengah hiruk-pikuk industrialisasi manufaktur dan represi penguasa di pertengahan dasawarsa 90-an.

Marsinah anak kedua dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan, Marsini kakaknya dan Wijiati adiknya, lahir dari pasangan Astin dan Sumini di desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk.

Ibunya meninggal saat ia berusia tiga tahun, dan ayahnya kemudian menikah lagi dengan dengan Sarini, perempuan dari desa lain.

Sejak itulah Marsinah kecil diasuh neneknya, Paerah yang tinggal bersama paman dan bibinya, pasangan Suraji-Sini.

Tidak ada yang istimewa dari masa kecil Marsinah. Ia tipikal anak perempuan kalangan menengah pedesaan yang hidup subsisten, tidak terlampau miskin, walaupun tidak kaya.

Seperti mayoritas anak-anak perdesaan di Indonesia, ia sudah bekerja pada usia dini dan tampak lebih dewasa dari usianya.

Bekerja bagi mereka sangat lazim, termasuk kerja upahan di rumah maupun di pabrik.

Sepulang sekolah, ia membantu neneknya menjual beli gabah dan jagung, dan menerima sekadar upah untuk mengangkut gabah dengan bersepeda dari sawah atau rumah orang yang gabahnya sudah dibeli.

Di kalangan teman-teman dan gurunya, di SD Negeri Nglundo, meskipun kepandaiannya dipandang biasa-biasa saja, tetapi kerajinan, minat baca, sikap kritis dan tanggung jawabnya menonjol.

Setiap tugas sekolah selalu berupaya diselesaikannya. Jika ada penuturan gurunya yang kurang jelas, tidak segan ia mengangkat tangan meminta penjelasan.

Setelah naik kelas VI, ia pindah ke SDN Karangsemi, dan kemudian melanjutkan ke SMP Negeri V Nganjuk pada tahun ajaran 1981/1982.

Di sinilah, sebagaimana harapan banyak anak Indonesia seusianya, cita-citanya terbentuk. Mencoba melanjutkan ke SMA negeri, namun gagal, dan akhirnya ke SMA Muhammadiyah dengan bantuan biaya seorang pamannya yang lain.

Di SLTA, minat bacanya semakin meluas. Di waktu senggang ia lebih banyak ke perpustakaan ketimbang bermain.

Lagi-lagi seperti banyak gadis desa sebayanya, cita-citanya untuk melanjutkan ke Fakultas Hukum kandas, karena keluarganya tak mampu membiayai kuliah.

Tidak ada pilihan lain kecuali mencari lapangan kerja di kota besar. Tahun 1989 ia ke Surabaya, menumpang di rumah kakaknya, Marsini, yang sudah berkeluarga.

Setelah berkali-kali melamar kerja ke berbagai perusahaan, akhirnya Marsinah diterima bekerja pertama kali di pabrik plastik SKW kawasan industri Rungkut.

Gajinya jauh dari cukup. Untuk memperoleh tambahan penghasilan ia nyambi jualan nasi bungkus di sekitar pabrik seharga Rp 150 per bungkus.

Sebelum akhirnya, tahun 1990, bekerja di PT Catur Putra Surya, Rungkut, ia sempat bekerja di sebuah perusahaan pengemasan barang.

Urbanisasi, berdagang untuk penghasilan tambahan, dan berpindah kerja dari satu pabrik ke pabrik lainnya untuk mendapatkan upah yang lebih layak, merupakan kisah klasik buruh perempuan di Jawa sejak awal dasawarsa 80-an.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/05/01/132810565/mengenang-sosok-marsinah-aktivis-buruh-yang-tak-mau-mengalah-pada-nasib

Terkini Lainnya

Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Tren
Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Tren
Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Tren
La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

Tren
Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Tren
Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Tren
Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Tren
Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Tren
Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Tren
Ramai soal 'Review' Resto Bikin Usaha Bangkrut, Pakar Hukum: Sah tapi Harus Berimbang

Ramai soal "Review" Resto Bikin Usaha Bangkrut, Pakar Hukum: Sah tapi Harus Berimbang

Tren
6 Kondisi Penumpang Kereta yang Berhak Dapat Kompensasi KAI, Apa Saja?

6 Kondisi Penumpang Kereta yang Berhak Dapat Kompensasi KAI, Apa Saja?

Tren
3 Pemain Uzbekistan yang Patut Diwaspadai Timnas Indonesia, Salah Satunya Punya Nilai Rp 86,81 Miliar

3 Pemain Uzbekistan yang Patut Diwaspadai Timnas Indonesia, Salah Satunya Punya Nilai Rp 86,81 Miliar

Tren
Sepak Terjang Benny Sinomba Siregar, Paman Bobby Nasution yang Ditunjuk Jadi Plh Sekda Kota Medan

Sepak Terjang Benny Sinomba Siregar, Paman Bobby Nasution yang Ditunjuk Jadi Plh Sekda Kota Medan

Tren
Jadwal dan Live Streaming Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23, Kick Off 21.00 WIB

Jadwal dan Live Streaming Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23, Kick Off 21.00 WIB

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke