Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenal Saptoto, Seniman di Balik Monumen Serangan Umum 1 Maret

KOMPAS.com - Sejak diserang secara mendadak oleh Belanda pada 19 Desember 1948, Yogyakarta yang menjadi ibu kota Indonesia dikuasai sepenuhnya oleh Belanda.

Seluruh kekuatan militer Indonesia pun menyingkir ke luar kota. Sejak saat itu, dimulailah sebuah geriliya yang menimbulkan keresahan pihak Belanda.

Puncaknya, Staf Komando Aktif Bibis mengeluarkan Perintah Operasi untuk mengadakan serangan umum ke dalam kota Yogyakarta pada 1 Maret 1949.

Setelah sirine pagi pukul 06.00 sebagai isyarat berakhirnya jam malam berbunyi, maka serangan ke dalam kota pun dimulai dari enam arah. Pasukan Belanda pun tunggang langgang menghadapi serangan itu.

Untuk memperingati momen bersejarah itu, dibangun sebuah monumen atas prakarsa Pangdam VII/Diponegoro Mayjen Widodo terletak di ujung selatan Malioboro (titik nol kilometer Yogyakart) dan diresmikan pada 1 Maret 1973.

Di atas alas tembok beton, berdiri lima patung perunggu yang dipahat oleh seorang seniman bernama Saptoto.

Jai Singh Yadav dalam artikelnya "Saptoto, Kisah Pembuat Patung dan Monumen" yang dimuat di Harian Kompas, 30 September 1997, bakat seni Saptoto sudah tampak sejak di bangku sekolah.

Bakatnya semakin tumbuh ketika berada di bawah asuhan kakeknya, seorang sinder (pengawas) hutan di Magelang.

Sebagai obat kangen pada orang tua yang jauh, dia menggambar di buku, sobekan keras, atau bungkus rokok, dengan arang dan patahan kapur.

Ia terpaksa berpisah dari kedua orang tuanya Raden Priyo Widagdo dan RA Soetini karena kesulitan ekonomi.

Alih-alih menggunakan uang sakunya untuk membeli jangkrik dan layang-layang seperti teman seusianya, Saptoto justru membeli buku gambar dari uang itu.

Jiwa seni Saptoto semakin terasah berkat lingkup pergaulannya dengan para seniman di kota budaya Yogyakarta. Saat itu Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan RI, kancah para seniman.

Selain aktif di Persatuan Tenaga Pelukis Indonesia (PTPI), Saptoto juga bergabung dengan sanggar Pelukis Rakyat yang didirikan pada 17 Agustus 1947.

Pergaulannya dengan para seniman dari sanggar Seniman Indonesia Muda (SIM), seperti Sudjojono, Haryadi S, Dullah, Abdul Salam, Surono, dan Suromo, makin memperkaya wawasan dunia kesenirupaan Saptoto.

TH Pudjo Widijanto dalam artikelnya berjudul "Saptoto: Patungnya Menggugat Detail Sejarah" yang dimuat di Harian Kompas, 12 Mei 1995 mengatakan, tampilnya Saptoto pernah bertugas sebagai tentara anggota Markas Besar Komando Jawa.

Dia ditugaskan sebagai petugas PHB (penghubung) di Ponorogo, Pacitan (Jatim) dan Wonogiri (Jateng).

Selama mengemban tugas ini, Saptoto pernah dikirim ke Pakis (markas darurat Jenderal Soedirman dalam mengendalikan perang gerilya), untuk menyampaikan surat.

Sempat berkeinginan untuk menjadi pasukan Jenderal Soederman ketika Belanda telah pergi dari Yogyakarta, ia memutuskan untuk tetap menjadi seniman atas perintah Soedirman.

Saptopo pun masuk menjadi mahasiswa ASRI (Akademi Seni Rupa Yogyakarta) dan menjadi lulusan pertama jurusan seni lukis dan seni patung.

Selepas dari ASRI, Saptoto melanjutkan studinya ke Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (Sekarang Institut Seni Indonesia Yogyakarta).

Di tempat itulah ia mengabdikan sebagian hidupnya menjadi staf pengajar, hingga menjabat sebagai Direktur STSRI dan dua kali menjadi dekan saat berubah menjadi ISI.

Sang Pembuat Patung dan Monumen

Nama Saptoto tak bisa dilepaskan dari patung dan monumen.

Berbagai proyek besar seperti Monumen Serangan Umum 1 Maret di Yogyakarta (1973), Monumen Brawijaya di Malang serta pemberian ornamen-ornamen artistik untuk gedung Kedubes Indonesia di Belgia benar-benar karya-karya yang layak mendapat pujian.

Monumen dan patungnya menyebar di seluruh wilayah Indonesia, seperti Monumen Perjuangan Rakyat Kalimantan 17 Mei 1949 di Banjarmasin (1985), Monumen Perjuangan Kemerdekaan Lampung 45-49, Patung Jamin Ginting dan Monumen Sibolga (Sumatera Utara) dan masih banyak lagi.

Pengalamannya di berbagai medan tempur sangat menguntungkan Saptoto ketika ia diminta menampilkan monumen-monumen perjuangan atau tokoh-tokoh pejuang Indonesia.

Saptoto juga sangat teliti dalam menggambarkan detail sejarah. Bahkan, ketelitiannya melahirkan koreksi sejarah yang sangat krusial, seperti dalam hal penggambaran Panglima Besar Jenderal Sudirman sewaktu bergerilya.

Sudirman digambarkan dengan jas panjang, leher bersyal, kepala berblangkon, dan memegang tongkat di sebelah kiri.

Itu menunjukkan bahwa Sudirman siap sedia untuk menjawab salam atau hormat dari para pasukannya. Gambaran seperti ini ia wujudkan dalam bentuk Patung Sudirman di bekas medan gerilya di Pakis, Pacitan.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/01/093000665/mengenal-saptoto-seniman-di-balik-monumen-serangan-umum-1-maret

Terkini Lainnya

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

Tren
Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Tren
Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Tren
Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Tren
Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Tren
Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Tren
Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Tren
Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Tren
La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

Tren
Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Tren
Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Tren
Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Tren
Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Tren
Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke