Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ini Pentingnya Periksa Kesehatan ke Dokter, Bukan "Self Diagnose"

KOMPAS.com - Bagi sebagian orang yang memiliki masalah pada kesehatan tubuh, seperti munculnya ruam di wajah atau leher atau kedua mata Anda berwarna merah merupakan hal yang perlu segera dituntaskan.

Sebab, dengan kondisi tubuh yang tidak fit akan menghambat kita melakukan segala sesuatu dengan baik.

Namun, beberapa orang mengobati masalah kesehatan dengan memilih mencarinya sendiri di internet dan saling mencocokan dengan gajala yang dialami tanpa perlu konsultasi ke dokter (self diagnose).

Dokter ahli gizi DR. dr. Tan Shot Yen mengungkapkan, self diagnose merupakan suatu tindakan yang salah kaprah.

"Mendiagnosis diri sendiri dengan bantuan Google dan YouTube, membuat publik kacau dan berisiko. Apalagi ke lab tanpa disertai pengantar dokter, lalu kalau keluar hasilnya nanti beli obat sendiri ke apotek, itu salah kaprah," ujar Tan saat dihubungi Kompas.com, Kamis (20/2/2020).

Menurutnya, jika tindakan tersebut terlanjur sering dilakukan atau dijadikan kebiasaan maka akan muncul masalah baru.

Lantas, apa bedanya dokter mendiagnosis dengan awam mendiagnosis sendiri?

Tan menjelaskan, dokter memiliki lima skill atau kemampuan yang mustahil diperingkas pasien dengan membaca Google atau menonton YouTube saja.

1. Dokter mengerjakan investigasi bernama anamnesa

Pada tahap awal ini, dokter akan mengurutkan kejadian penyakit yang sekarang, masa lalu, histori penyakit keluarga, episode kekambuhan, lingkungan tempat tinggal, dan kebiasaan sehari-hari mulai dari kebiasaan pola makan, kebersihan, dan sederet pertanyaan spesifik kepada pasien.

Kemudian, jika pasien memiliki masalah reproduksi, maka semua yang berhubungan dengan urusan organ dan aktivitas reproduksi yang menjadi telaah utama.

Lain halnya jika pasien mengalami keluhan atau masalah pencernaan dan buang air, maka semua yang berhubungan dengan hal itu lebih utama untuk ditanyakan.

2. Dokter punya standar prosedur pemeriksaan fisik

Yang menjadi pembeda antara diagnosis dokter dengan diagnosis orang awam, yakni dokter memiliki standar prosedur pemeriksaan fidik.

Standar prosedur pemeriksaan fisik inilah yang menjadi pembeda, apakah penyakit sudah dimulai sejak observasi-inspeksi (dilihat tampak luarnya), dan palpasi (hasil perabaan).

"Dalam palpasi, dokter bisa membedakan benjolan berbatas rata atau tidak bukan sekadar kenyal atau padat," ujar Tan.

Prosedur selanjutnya, yakni perkusi (diketuk), jadi pembengkakan isi cairan berbeda dengan kembung isi udara.

Kemudian, auskultasi (jika perlu pakai stetoskop) di mana dokter akan mengecek bunyi nafas pneumonia tentu beda dengan asma, walaupun pasiennya sama-sama mengaku sesak napas.

3. Laboratorium bukan penentu diagnostik

Tan mengungkapkan, laboratorium bukan penentu diagnostik, melainkan diagnostik penunjang.

"Jadi, walaupun hasil lab belum muncul, dokter sudah bisa menentukan diagnosis kerja (working diagnosis) atau diagnosis klinis," ujar Tan.

Ia menjelaskan, dari ratusan item panel di lab, dokter akan menandai yang sesuai dengan indikasi untuk menegakkan diagnosis.

Terkadang, lab justru tidak dibutuhkan, tapi penunjang diagnosis bisa menggunakan alat bantu lain, seperti rontgen (dengan berbagai kehususan: ada yang harus diberi kontras seperti pada kateterisasi jantung atau intra vaginal).

Selain itu, alat bantu lainnya antara lain, CT scan, MRI, Pet scan, juga biopsi.

"Diagnosis penunjang ini untuk menghindari kesalahan terkecil dalam menentukan diagnosis definitif," katanya lagi.

4. Pilihan tindakan

Setelah muncul diagnosis, dokter akan masuk ke pilihan tindakan.

Meski begitu, tindakan ini tidak selalu berbentuk medikasi.

Beberapa ada yang perlu dimulai dengan obervasi, modifikasi gaya hidup, rekomendasi pola makan, ada obat-obatan yang dipakai dengan dosis dan jangka waktu tertentu.

Selanjutnya ada juga tindakan invasif, apakah perlu disuntik, diinfus, atau tindakan lainnya.

5. Dokter yang menentukan prognosa

Selain itu, Tan mengatakan, perbedaan kentara lain, yakni dokter menentukan prognosa.

"Artinya, ke depannya, bagaimana ekspektasi hasil tindakan/pengobatan," imbuh dia.

Sebab, banyak istilah latin yang dipergunakan agar semua dokter di dunia ini memiliki pemahaman yang sama.

Dengan demikian, kelima skill ini (tidak hanya pengetahuan) yang harus dimiliki oleh sang dokter.

Mustahil diperingkas pasien dengan membaca Google atau menonton YouTube baru kemudian mendiagnosis sendiri masalah kesehatan yang tengah dialami.

"Bisa dibayangkan, bahayanya klaim kesehatan diri atau merasa diri sehat hanya karena rajin berolahraga dan makan sehat (tapi masih curi-curi waktu untuk konsumsi makanan instan)," tambah dia.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/02/20/172654665/ini-pentingnya-periksa-kesehatan-ke-dokter-bukan-self-diagnose

Terkini Lainnya

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

Tren
Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Tren
Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Tren
Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Tren
Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Tren
Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Tren
Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Tren
Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Tren
La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

Tren
Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Tren
Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Tren
Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Tren
Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Tren
Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke