Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Membayangkan Legacy Jokowi (1): Setelah Infrastruktur, Bangun SDM dan Pindahkan Ibu Kota

KOMPAS.com - Infrastruktur yang dinilai sebagai keberhasilan Presiden Joko Widodo di periode pertama, tak akan jadi perhatian besar lagi di periode kedua.

Di periode keduanya, Jokowi memilih untuk fokus memperbaiki sumber daya manusia (SDM).

"Lima tahun ke depan yang ingin kita kerjakan, pertama, pembangunan SDM akan menjadi prioritas utama kita," kata Jokowi dalam pidatonya usai pelantikan, Minggu (20/10/2019).

Pilihan memproritaskan SDM ini memang sudah waktunya. Sebab dibanding negara-negara lain, Indonesia jauh tertinggal.

Di saat Jokowi sudah sering menyinggung revolusi industri 4.0, masih banyak anak di pelosok yang belum mengenyam pendidikan yang layak.

Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia 2017, pembangunan manusia Indonesia masih tergolong payah. Indonesia menempati peringkat 116 dari 189 negara. Jauh dari Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, dan Filipina.

Memetik bonus demografi

Di era Jokowi, harusnya pertumbuhan ekonomi melesat kencang. Sebab, pengendalian penduduk lewat kelahiran berencana (KB) yang diwarisi Soeharto telah mengantarkan Indonesia ke bonus demografi.

Bonus demografi terjadi ketika penduduk usia kerja meledak, komposisi penduduk orangtua dan anak-anak mengecil. Mereka yang bekerja menanggung beban ekonomi lebih sedikit dibanding orang zaman dahulu.

"Potensi kita untuk keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah sangat besar. Saat ini, kita sedang berada di puncak bonus demografi," kata Jokowi.

Ekonom demografi Universitas Indonesia Sri Moertiningsih Adioetomo--atau akrab dipanggil Prof Tuning--yang mencetuskan konsep bonus demografi, mengatakan, kesempatan emas ini hanya terjadi sekali dalam sejarah bangsa Indonesia.

"Bonus demografi mundur menjadi terbukanya sampai tahun 2040. Waktu saya cetuskan tahun 2005, tingkat kelahiran menurun drastis, tetapi sejak tahun 2003-2012 stagnan, enggak turun lagi. Ini dampak jangka panjang krisis moneter 1998," kata Tuning kepada Kompas.com, Senin (21/10/2019).

Di era Presiden Jokowi, diharapkan momentum ini dipersiapkan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Ekonomi bisa tumbuh positif jika pendapatan per kapita meningkat. Pendapatan per kapita bisa naik jika tenaga kerjanya mempunyai pekerjaan yang layak dan produktif.

"Andai kata kualitas pekerja ini bagus, produktif, dan berdaya saing, maka bonus demografi membantu memicu pertumbuhan ekonomi," kata Tuning.

Sarjana pengangguran

Pendidikan menjadi modal pekerja yang berkualitas. Bagaimana kualitas pendidikan kita saat ini?

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018, anak-anak Indonesia rata-rata bersekolah 8,17 tahun lamanya atau setara dengan kelas 2 SMP/sederajat. Angka ini belum memenuhi target pemerintah sebesar 8,7 tahun.

Prof Tuning menyebut tenaga kerja di Indonesia saat ini masih didominasi lulusan SD dan SMP.

"Enam puluh persen angkatan kerja paling banter lulusan SMP. Tidak punya kompetensi yang dibutuhkan pasar kerja, soft skill juga kurang. Sehingga banyak yang tidak terserap di dunia kerja alias menganggur," ujar Tuning.

Jika dilihat dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan, tenaga kerja lulusan SD mendominasi bursa kerja.

Dari 2014 hingga 2018, seperempat dari tenaga kerja Indonesia adalah lulusan SD. Hanya pada 2019 lulusan SMA mendominasi tenaga kerja, yakni 20,15 persen.

Di periode pertama Jokowi, pengangguran memang turun. Dari 7,4 juta orang atau 6,5 persen pada 2013 menjadi 7 juta orang atau 5,5 persen pada 2018.

Namun jika dilihat dari pendidikannya, persentase lulusan universitas yang menganggur lebih banyak dari yang lulusan SD.

Data BPS pada Februari 2019 menunjukkan pengangguran dari lulusan SD hanya 2,7 persen. Kemudian dari SMP 5 persen dan SMA 6,8 persen.

Sementara dari SMK atau vokasi yang jadi fokus Jokowi, ada 8,3 persen yang menganggur. Diploma (I/II/III) ada 6,9 prsen yang menganggur, dan lulusan universitas 6,2 persen.

Padahal pada 2008, persentase pengangguran dari universitas tak sampai lima persen.

Tuning mengatakan pemerintah perlu menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya untuk bisa memetik buah pertumbuhan ekonomi. Persiapan di bidang lainnya juga perlu dilakukan sejak dini.

"Harus mulai sejak dini. Bahkan sejak dalam kandungan, seribu hari pertama kehidupan," kata Tuning.

Ibu kota baru

Infrastruktur mungkin tetap jadi perhatian. Pengembangan sumber daya manusia digenjot.
Namun, yang paling utama dan mungkin paling besar dalam sejarah bangsa, pemindahan ibu kota.

Pemindahan ibu kota sebenarnya pernah diusulkan Presiden Soekarno menjelang tahun 1960-an.

Ibu kota rencananya dipindah ke Palangkaraya, namun gagal karena Indonesia disibukkan dengan Asian Games 1962 dan peristiwa PKI 1965.

Setelah Soekarno lengser, ide itu lenyap. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sempat menggulirkan wacana tersebut. Namun lagi-lagi, itu hanya sekadar rencana yang tak pernah diseriusi.

Baru di era Jokowi, tepatnya di akhir periode pertamanya, wacana pemindahan ibu kota benar-benar dirumuskan.

"Pemerintah telah melakukan kajian mendalam dan intensifkan studinya selama tiga tahun terakhir," ujar Jokowi pada 26 Agustus 2019 lalu.

Jokowi menyebut ibu kota perlu dipindah karena Jakarta saat ini sudah terbebani peran sebagai pusat pemerintahan sekaligus pusat perekonomian.

Jakarta juga terbebani karena memiliki bandara dan pelabuhan terbesar di Indonesia. Perdagangan sekaligus jasa berpusat di sini.

Ibu kota baru akan dibangun di wilayah administratif Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Di sana, risiko bencana kecil. Baik banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, dan tanah longsor, diyakini sangat kecil kemungkinannya terjadi di sana. Selain itu, lokasinya tepat berada di tengah Indonesia.

Perusahaan konsultan McKinsey & Company memenangkan lelang studi kelayakan teknis lokasi ibu kota baru. Sayembara desain dasarnya juga dibuka untuk publik.

Pemindahan ibu kota diperkirakan membutuhkan dana Rp 466 triliun. Rencananya, 19 persen kebutuhan pendanaan akan berasal dari APBN, sisamua dari kerja sama dengan swasta.

Pemerintah mulai mematangkan regulasi, masterplan, dan desain tata ruangnya mulai 2020. Pemindahannya sendiri baru dilakukan di akhir kepemimpinan Jokowi, yakni pada 2024.

Sayangnya, rencana ini menuai pro dan kontra. Berdasarkan hasil survei lembaga riset Media Survei Nasional (Median), mayoritas publik tidak setuju dengan rencana pemindahan ibu kota.

Dari 1.000 responden yang disurvei, 45,3 persen menolak pemindahan ibu kota. Hanya 40,7 persen yang setuju,

Mayoritas atau 58,6 persen responden menilai ada hal lain yang lebih mendesak untuk dikerjakan dibanding memindahkan ibu kota.

Namun jika ibu kota benar-benar dipindah, ini akan jadi warisan terbesar dan termahal Jokowi, bahkan sepanjang sejarah kepresidenan.

Bersambung. 

Membayangkan Legacy Jokowi (2): Warisan Habibie, Gus Dur, Megawati, dan SBY

https://www.kompas.com/tren/read/2019/10/26/060000565/membayangkan-legacy-jokowi-1-setelah-infrastruktur-bangun-sdm-dan-pindahkan

Terkini Lainnya

Kapan Waktu Terbaik Olahraga untuk Menurunkan Berat Badan?

Kapan Waktu Terbaik Olahraga untuk Menurunkan Berat Badan?

Tren
BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 30 April hingga 1 Mei 2024

BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 30 April hingga 1 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Manfaat Air Kelapa Muda Vs Kelapa Tua | Cara Perpanjang STNK jika Pemilik Asli Kendaraan Meninggal Dunia

[POPULER TREN] Manfaat Air Kelapa Muda Vs Kelapa Tua | Cara Perpanjang STNK jika Pemilik Asli Kendaraan Meninggal Dunia

Tren
NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

Tren
Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Tren
Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Tren
Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Tren
Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Tren
Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Tren
Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Tren
Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Tren
La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

Tren
Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Tren
Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke