KOMPAS.com - Kapan dimulainya sejarah masuknya Islam ke Indonesia masih menjadi perdebatan para ahli.
Beberapa sejarawan menyebut Islam sudah masuk ke Indonesia sejak abad ke-7, sementara sebagian lainnya menyakini abad ke-13.
Perbedaan pendapat tersebut melahirkan beberapa teori masuknya Islam ke Indonesia, yang masing-masing memiliki kelebihan, kelemahan, serta bukti sejarah.
Bukti masuknya agama Islam ke Indonesia pada abad ke-13 adalah nisan makam Sultan Malik As-Saleh dan catatan perjalanan Marco Polo.
Baca juga: Marco Polo, Penjelajah yang Mengaku Bertemu Unicorn di Sumatera
Para ahli sejarah menyimpulkan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 setelah menemukan nisan makam Sultan Malik As-Saleh.
Sultan Malik As-Saleh atau Meurah Silu adalah pendiri Kesultanan Samudera Pasai di Aceh, yang wafat pada tahun 1297.
Nisan pada makam Sultan Malik As-Saleh memiliki kemiripan dengan batu nisan yang ada di Gujarat, India.
Catatan perjalanan Marco Polo juga menjadi bukti Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13.
Marco Polo adalah salah satu penjelajah dunia paling terkenal yang hidup pada abad ke-13.
Kisah Marco Polo menelusuri Jalur Sutra hingga ke negeri China tertuang dalam sebuah buku berjudul "Perjalanan Marco Polo".
Melalui buku tersebut, Marco Polo menceritakan bahwa ia bersama ayah dan pamannya melakukan perjalanan dari Eropa ke Asia antara 1271-1295, dan sempat singgah di Pulau Sumatera pada tahun 1292.
Dalam bukunya, Marco Polo menyebut Pulau Sumatera sebagai "Java the Lesser" atau Jawa Kecil, karena menurutnya Pulau Jawa lah yang paling besar.
Baca juga: Masuknya Islam ke Nusantara
Menurut keterangan Marco Polo, saat itu Pulau Sumatera terbagi menjadi delapan kerajaan, yang masing-masing memiliki bahasanya sendiri.
Salah satu kerajaan yang ia sebut sebagai "Ferlec", diperkirakan adalah Kerajaan Perlak.
Disebutkan bahwa masyarakat di sana dulunya beragama Hindu, tetapi saat itu sudah masuk Islam melalui kontak dengan pedagang Muslim.
Ia menambahkan, islamisasi dilakukan oleh para pedagang India dan daratan Asia Tenggara, bukan dari Arab, dan proses islamisasi baru dimulai utamanya kepada para penduduk di kota.
Catatan perjalanan Marco Polo menjadi salah satu sumber sejarah paling awal mengenai kerajaan Islam di Indonesia.
Baca juga: Periode Tahun Masuknya Islam di Tanah Jawa
Keberadaan makam Sultan Malik As-Saleh dan catatan Marco Polo melahirkan teori baru tentang masuknya Islam ke Indonesia, yakni Teori Gujarat.
Teori Gujarat beranggapan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 dibawa oleh para pedagang dari Gujarat, India, melalui Selat Malaka.
Para tokoh yang mendukung Teori Gujarat di antaranya, J Pijnapel, Snouck Hurgronje, dan JP Moquette.
Teori Gujarat dipopulerkan oleh J Pijnapel, sarjana dari Universitas Leiden, Belanda, pada abad ke-19.
Pijnapel berpendapat bahwa pada abad ke-7, banyak orang Arab yang bermukim di Gujarat dan Malabar.
Melansir Gramedia.com, orang-orang Arab yang menetap di Gujarat dan Malabar tersebut bukanlah orang-orang yang membawa ajaran serta budaya Islam masuk ke Indonesia.
Akan tetapi, orang-orang Gujarat asli yang sudah memeluk agama Islam yang menyebarkan agama Islam ke Indonesia.
Baca juga: Kelebihan dan Kelemahan Teori Gujarat
Mereka melakukan perdagangan ke timur, termasuk ke Indonesia. Kegiatan para pedagang Gujarat mengharuskan mereka menetap dan berbaur dengan para pedagang dan penduduk lokal.
Pada perkembangannya, perkawinan para pedagang Gujarat dengan penduduk lokal menyebabkan terjadinya asimilasi budaya, salah satunya muncul perkampungan untuk para pedagang Islam di daerah pesisir Sumatera.
Dari situlah kemudian lahir kerajaan bercorak Islam, seperti Kerajaan Samudera Pasai yang didirikan oleh Meurah Silu atau Sultan Malik Al-Saleh, yang merupakan keturunan dari Suku Imam Empat.
Suku Imam Empat ini merupakan julukan untuk keturunan dari empat maharaja atau meurah bersaudara yang berasal dari Negeri Champa.
Suku Imam Empat juga diyakini sebagai pelopor pendirian kerajaan-kerajaan Aceh sebelum adanya Islam.
Baca juga: Siapa Pencetus Teori Gujarat?
Pada masa berikutnya, teori Gujarat mengalami perkembangan dan penyempurnaan oleh Snouck Hurgronje yang merupakan seorang orientalis ternama Belanda.
Snouck Hurgronje tertarik meneliti teori Gujarat yang dicetuskan Pijnapel karena dirinya mulai melihat perkembangan Islam di kota pelabuhan anak benua India.
Ia berpendapat bahwa orang-orang Gujarat asli sudah lebih dulu melakukan perdagangan ke Nusantara daripada pedagang Arab.
Sedangkan, para pedagang Arab datang ke Indonesia untuk berdagang pada periode selanjutnya.
Orang-orang Arab yang datang diyakini merupakan keturunan Nabi Muhammad, karena nama mereka disematkan gelar “Sayid’” atau “Syarif”.
Baca juga: Mengapa Belanda Mengirim Dr. Snouck Hurgronje ke Aceh?
Teori Gujarat mengalami perkembangan pada 1912 oleh JP Moquette, sejarawan Belanda yang pindah ke Indonesia.
Mouquette berpendapat bahwa makam Sultan Malik As-Saleh memiliki kemiripan dengan makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik, yang menggunakan batu nisan yang sama.
Menurutnya, batu nisan pada kedua makam tersebut sama-sama diimpor dari Gujarat dan kaligrafinya ditulis menggunakan kaligrafi khas Gujarat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.